chap 19

1K 62 3
                                    

CHAPTER SEMBILAN BELAS

Mereka makan malam bersama, terdapat dua tamu lain dan mereka berpasangan berasal dari daerah Carolina dan sangat ramah. Jadi ini seperti makan malam bersama keluarga, apalagi Nyonya Teresa memiliki anak laki-laki dan satu anak perempuan, mereka nyaris sebaya dan ikut makan malam. "Ikutlah denganku," ajak Rudolfo seusai makan malam.

Karle pamit dari hadapan mereka yang tengah berkumpul di tengah bangunan rumah, bercakap soal apapun, dan menghabiskan beberapa cemilan seadanya.

Mereka keluar, menghirup udara di pelataran. Rudolfo memiringkan wajahnya. "Bagaimana perasaanmu setelah diculik oleh kami?" Mendengar kata 'diculik' Karle justru tertawa pelan. "hei, tidak ada yang senang diculik."

"Memang, tapi kalian tidak menculikku, kalian membantuku," ujar Karle. Dia memandang lurus pada jalanan yang sepi. "Aku tidak ingat kapan terakhir kalinya aku bisa keluar seperti ini, sudah begitu lama."

"Apakah dia seburuk itu?"

Karle menoleh, "Mr. Priceton? Tidak. Dia sebenarnya pria yang cukup baik, kau hanya harus beradaptasi. Tapi ya, aku merasa asing di sana. Lagipula aku tidak cocok dengan semua kemewahan yang berlebihan itu, aku merasa tersesat."

"Begitu?"

"Jelas sekali," jawab Karle. Dia perlahan mendekatkan tubuhnya ke sisi Rudolfo. "Bagaimana denganmu? Bagaimana rasanya mendapatkan tugas ini? Kau pasti sudah mencari tahu tentang aku kan?"

Rudolfo tersenyum. "Tentu saja, dan ini sebuah kehormatan besar." Mereka berhadapan, dan Rudolfo menunduk, karena tinggi Karle hanya sebatas dadanya. "Aku menyanggupinya tanpa berpikir dua kali."

"Aku beruntung bertemu denganmu."

"Aku lebih beruntung," mereka sama-sama berpandangan lama. Karle menaruh tangannya di depan dada bidang Rudolfo, dia mengusapnya perlahan, membuat Rudolfo tidak melepaskan pandangannya. "Aku merindukanmu, Karleigh."

"Aku lebih dari itu. Apa kau tahu apa yang terjadi setelah kau pergi? Aku seperti kehilangan diriku." Perlahan, Rudolfo mulai mendekatkan wajahnya, menghapus jarak mereka dan Karle memejamkan matanya perlahan.

"Aku juga, Karle."

*

"Astaga, lihatlah bagaimana pasangan ini." Satu suara terdengar, otomatis Karle menjauhkan bibirnya yang nyaris mendarat di permukaan bibir Rudolfo yang telah menunggunya. Keduanya otomatis bergerak mundur dan canggung. Roger hanya tertawa. "Lanjutkan saja, aku akan pura-pura tidak melihat."

Ashley muncul di belakang punggungnya. "Apa yang kulewatkan?"

Karle hanya menunduk, wajahnya merona, melirik Rudolfo yang tersenyum padanya.

"Pertunjukan keren," sahut Rudolfo, mulai memalingkan wajah pada kedua sahabatnya. "Sungguh, Bro, pemilihan waktu yang buruk sekali."

Roger merangkul tubuh Ashley. "Sebaiknya kita tinggalkan mereka." Sebuah kedipan membuat Ashley akhirnya mengangguk, dan mereka berbalik. Rudolfo mengaruk tengkuknya kikuk.

"Maafkan soal mereka."

Karle berjinjit, sebelum mengecup pipi Rudolfo. "Selamat malam." Ia pun menyusul masuk, meninggalkan Rudolfo yang terpaku seraya menyentuh pipinya dengan terkejut.

*

Karle mengerang pelan. Ia berguling ke kiri dan kanan begitu resah. Akhirnya, menyerah, matanya pun terbuka. Dipandanginya sebuah kamar yang baru dia tempati malam ini. Setelah tadi ia memutuskan untuk tidur, ternyata semuanya tidak semudah ini. Dia mengingat bagaimana Charlotte maupun Emily. Karle pun terduduk.

Ia tertegun mendengar satu suara bergemuruh di lantai bawah. Segera saja, ia turun dari ranjang, melesakkan kakinya di sepasang sandal rumah empuk di kolong ranjang. Setelah itu, ia membuka pintu perlahan. "Di sini, kamarnya," ucap satu suara. Karle mematung di tempatnya. Pintu pun benar-benar terbuka.

Mr. Priceton muncul di bawah bayang-bayang kamarnya yang gelap, sengaja dimatikan lampunya. "Karleigh."

Karle tergagap. "Ba—bagaimana bisa?"

Pria itu terlihat begitu tinggi di malam ini, mungkin karena kamar yang sempit atau apa. Namun sukses membuat Karle mundur perlahan. Mr. Priceton menahan anak buahnya yang hendak masuk, "Biar aku yang mengurus kekasihku."

Kata kekasih itu membuat Karle tercekat.

Mr. Priceton mengarahkan wajahnya pada Karle yang setengah mati menahan jeritannya. Dia mundur, kian mundur, namun Mr. Priceton terus mendekat, sampai akhirnya menempelkan tubuhnya rapat. "Bagaimana bisa kau lari dariku, sayang?" Ia berbisik parau. "Aku tidak sanggup kehilanganmu." Namun dia tidak terlihat menderita, dia terlihat puas, dan Karle hanya bisa terduduk di tepian ranjang saking gemetarannya.

"Apa yang kau ... lakukan?"

Mr. Priceton mengusap wajah Karle, mengirimkan sensasi aneh yang menyerang bulu kuduknya. "Aku membawamu kekasihku kembali. Kekasihku yang sangat nakal, dan pemberontak." Ia memiringkan wajah di sisi kepala Karle. "Aku akan menghabisi siapapun yang telah membantumu."

Jantung Karle mencelus. Dia bernapas pendek-pendek ketika Mr. Prieton menarik wajahnya, menapilkan wajahnya yang mengeras, atau matanya yang redup terseut. "Ikat siapapun di dalam rumah ini. Aku akan memberi perhitungan pada mereka."

"Tidak!"

"Sudah terlambat." Ia menarik tangan Karle, membawa gadis itu untuk keluar. []

hidden desire (2017) ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ