chap 10

1.4K 87 0
                                    

CHAPTER SEPULUH

Karle sendiri masih terkejut dengan keberanian yang menguap begitu saja. Melihat reaksi Mr. Priceton, justru ia merasa tidak bisa mundur lagi. Apalagi Mr. Priceton telah mengepalkan tangan. "Kapan dia datang? Kemarin pagi? Sore? Mengapa dia tidak menghubungiku?"

"Entahlah, aku juga—"

"Dia tidak seharusnya mengatakan hal itu," tegasnya. "Aku tidak percaya, lancang sekali dia." Mr. Priceton melirik tajam Karle yang masih melipat bibirnya. "Apalagi yang ia bicarakan?"

"Apakah itu salah?"

Mr. Priceton memandangnya.

"Apakah itu salah?" ulang Karle lagi. Mr. Priceton mengetatkan rahangnya namu Karle hanya balas menatap mata tersebut. "Apakah itu salah? Katakan itu salah, ini tidak benar. Aku mungkin hanya Karleigh dan..."

"Aku harus pergi."

"Tidak!" Karle cepat menarik tangan Mr. Priceton. Sontak saja, bukan hanya Mr. Priceton yang terkejut, beberapa pelayan yang melihat pun langsung buru-buru menunduk dan Karle tetap mengangkat wajah pada pria bersetelan formal di hadapannya. "Kumohon, aku perlu penjelasan. Aku tidak bisa di sini ... tanpa sesuatu yang bisa kupahami. Semua kemewahan ini, semua perlakuan baik ini, beritahu aku sesuatu."

"Karleigh, lepaskan aku."

Karle menggeleng keras. "Kau tidak pernah membuatku mengerti, tapi setidaknya jawab saja. Aku tidak menginginkan jawaban panjang, aku hanya perlu jawaban yang benar-benar pasti. Kumohon."

Mr. Priceton mengembuskan napas pelan. Pria itu tidak menarik tangannya dari Karle atau menghempaskan tangan Karle. Mereka praktis hanya saling diam, sampai Karle meremas ujung jas Mr. Priceton dan menatap ke dalam kolam karamel yang masih membeku tersebut.

"Apakah benar aku tunanganmu? Apa artinya itu?' Ia bertanya lirih. Sorot matanya nampak berkabut namun Karle tidak bisa menarik segalanya. Kerinduan dalam dirinya makin menggelegak, setidaknya, jika ini salah, dia akan menutut lebih keras agar ia dipulangkan, dan apapun yang bisa ia dapatkan agar hidupnya kembali dalam rotasinya.

"Kau mau jawabannya?

"Ya."

Mr. Priceton mengembuskan napas pelan. "Apapun yang Elliot katakan, dia tidak tahu apapun, dan kau .." Karle menarik tangannya. Karle kira beban yang mengumpal di hatinya akan terangkat namun justru sesuatu seakan mengantamnya. "Tapi—"

"Ternyata begitu," Karle berkata lamat-lamat. "Baiklah, terima kasih, Sir. Segalanya jelas sekarang, terima kasih. Aku akan tahu di mana posisiku." Semula, Karle pikir ia akan lega dari segala semrawut di otaknya tapi ketika kata-kata tersebut meluncur dari bibir tipis Mr. Priceton, dia merasa berbeda. "Aku akan pergi."

"Apa kau senang?"

Karle mendelik. "Soal apa? Soal ternyata aku sudah kelewatan?" Ia tertawa hambar. Menyedihkan dirimu, Karl. "Maafkan aku, membayangkannya saja sudah kesalahan. Mana mungkin .. aku ini tunanganmu ..." Ia tersedak suaranya. "Aku terlalu banyak berkhayal akhir-akhir ini."

"Dengar ...."

"Sudah, lupakan saja," tukas Karle. Gadis tersebut hendak berlalu namun Mr. Priceton menggerakkan tubuhnya dan berdiri menghadang Karle yang mendongakkan wajah. Karle tidak pernah sadar tinggi seseorang bisa begitu mengintimidasinya.

"Kau hanya perlu tahu bahwa kau telah di sini dan aku yang menginginkan kau di sini."

"Tapi untuk apa? Menjadi pewarismu? Atau hanya jadi orang asing yang beruntung? Benarkah itu?"

"Tidak sesederhana itu."

Karle berdecak. "Aku memang bodoh karena aku tidak mengerti apa motifmu. Sejak awal pula aku sudah bilang, aku bingung dengan semua ini—"

"Kau memang tunanganku." Karle tercekat, bola matanya nyaris mencuat. Bibirnya terbuka sedikit. "Dan masih tunanganku," Mr. Priceton berucap penuh penekanan. "Aku sudah menahan Elliot untuk tidak ah—" Ia mengacak rambutnya. "dia memang pengacau."

"Ba—bagaimana mungkin?" selidiknya. "Bagaimana mungkin kita bisa bertunangan? Maksudku, aku saja baru—"

"Kita pernah bertemu, Karleigh. Kau memang tidak ingat, namun aku ingat, dan sebenarnya ..." Mr. Priceton perlahan menaruh kedua tangannya di kedua bahu Karle, membuat gadis itu menegang. "Aku telah menunggumu di sini."

Karle melebarkan matanya. "Ap—apa?" Dia mengingat percakapan Mr. Priceton sebelumnya dengan lelaki tua, tersebut dan dia sontak menarik tubuhnya. "Jangan bergurau denganku! Ini sama sekali tidak ... tidak baik!"

"Apa maksudmu?"

"Tuan, aku tahu kau memang berkuasa atas segalanya, tapi bagaimaa mungkin kau bertunangan denganku? Apakah kau punya rencana di balik semua ini? Apakah—" Ia mengedarkan pandangan. "Aku di sini karena aku telah menjadi budakmu?"

"Apa? Apa yang kau bilang?'

"Ini gila! Kau mengambilku dari panti asuhan, namaku Karleigh, dan aku sama sekali bukan tunanganmu. Kau salah orang," Karle bergegas pergi dari sana. Emosi mengacak-ngacak dadanya sedangkan pasangan Jetkins hendak menahannya namun Karle telah berlalu. Apa maksudnya semua ini? Mengapa? Mengapa kalau ini benar, Mr. Priceton baru muncul sekarang?

"Karleigh!" panggil Mr. Priceton sama-samar namun Karle telah memacu langkah hingga berada sampai di tangga. Dia menapaki langkah demi langkah lantas terduduk meringkuk. Dia ingin pulang. "Karleigh!" Mr. Priceton terengah-engah seraya membungkuk di hadapannya. "Dengarkan aku baik-baik, jangan terbawa emosi. Yah, kita telah bertunangan, dan semua ini adalah keinginan orang tuamu. Aku menaruhmu di panti asuhan demi kebaikanmu, dan sekarang syukurlah aku sudah bisa mengambilmu."

Karle menatap pria tersebut, matanya memerah. "Mengambilku? Apa kau pikir aku barang? Apakah ini perlakuanmu pada wanita? Kalau pun kita benar bertunangan, aku tidak akan pernah menganggapmu. Kau tahu itu, kita tahu itu, aku bahkan belum genap satu bulan—"

Mr. Priceton menahan lengan Karle, memaksa gadis itu agar menatap lekat padanya. "Itu bukan masalahnya, Karleigh. Kau telah di sini, dan semuanya akan tetap seperti ini. Sekarang kau tahu alasannya bukan? Aku menjagamu, aku menjaga yang aku punya."

"Di—di mana orang tuaku?" tanya Karlepedih.

"Mereka ... mereka telah tiada."

Karle menunduk dalam. "Aku memang terlalu berharap." Detik itu, Mr. Priceton telah membungkuk dekat, tepat di depan wajah Karle. Satu tangan kurus pria itu menghapus sisa tangis Karle.

"Tuan, kau seharusnya tidak perlu mengambilku, aku baik-baik saja disana."

Mr. Priceton tersenyum. "Maaf membuatmu terlalu lama menunggu."

"Aku lebih baik menunggu untuk selamanya."

"Tapi aku tidak ... bisa," gumam Mr. Priceton. "Nah, karena kau tahu sebenarnya, aku pikir kita bisa memulainya dari awal. Aku harap kau tidak perlu canggung atau ketakutan lagi."

Karle tersenyum masam. "Kau pikir semudah itu? Aku tidak pernah ... mau." Ia menyentak tangan Mr. Priceton lantas membuang wajahnya. Ia pernah terkejut karena Hazel Priceton yang ternyata mengadopsinya, ia pernah terkejut karena dia disuruhtinggal di rumah ini. Namun, tidak ada yang sebanding bagaimana semua fakta ini berkelabat dalam benaknya.

Tidak sekalipun ia bayangkan akan seperti ini.

"Aku akan menunjukkan sesuatu padamu, Karleigh." Mr. Priceton bergumam setelah bermenit-menit berlalu. Tanpa Karle menjawab, pria tersebut telah mengenggam tangan Karle untuk bangkit dan menaiki anak tangga.

Karle tahu hidupnya takkan lebih baik dari ini.

[]

hidden desire (2017) ✔Where stories live. Discover now