chap 15 bagian 1

1.2K 71 0
                                    

CHAPTER LIMA BELAS BAGIAN 1

Bagian terburuk dari sakit ini ialah bagaimana Mr. Priceton terus membentak kedua pelayan mereka meski Karle telah menjelaskan segalanya. Dia baik, dan apakah itu tidak cukup? Dan berhadapan dengan Mr. Priceton dalam mode tegas dan mengerikan, sangatlah tidak mudah untuknya.

"Aku baik-baik saja," gumam Karle di atas ranjangnya. Dia tadi hanya membuat susu namun Charlotte dan Emily yang kena sasaran.

"Tapi kau .. harus istirahat, oke? Apakah kau tidak bisa menahan dirimu saja?"

Karle mendengus. "Aku baik-baik saja. Aku bukan didiagnosis berpenyakit parah, tenanglah, dan berhenti bersikap kasar kepada orang lain." Ia mendekap Charlotte dan Emily. Dia merasa seperti peristiwa sebelumnya berputar. "Apakah ini caramu memperlakukan semua orang? Karena kalau iya, ini sangatlah tidak benar."

"Kar.."

"Jangan menyakiti mereka hanya karena mereka pelayanmu. Mereka tetaplah manusia,dan mereka dalah bagian dalam rumah ini. Mereka adalah teman-temanku juga. Belajarlah untuk menghormati," ungkap Karle. Dia menyadari bagaiman Emily yang terisak atau Charlotte yang menunduk dalam. "Mereka tidak salah sama sekali. Mereka telah melakukan yang terbaik kepadaku."

Mr. Priceton membalikkan tubuh. Dia terlihat sangat kesal namun tidak berkata apapun lagi. Karle mengusap wajah kedua pelayan tersebut. "Kalian kembalilah," bisiknya lembut. Charlotte menatapnya sebelum pergi, begitu pun Emily."Apa yang salah denganmu, Tuan? Kalau kau bermasalah denganku, kau cukup marahi aku."

"Sudahlah."

Karle mengepalkan tangannya sebelum akhirnya terduduk di tepian ranjang. Matanya menyorot pada figur bertubuh tegap dan menjulang itu.

"Sudah?" Mr. Priceton berbalik, dan Karle langsung membuang wajahnya. "Dengar, aku tidak senang mengatakannya tapi kau ... kau tidak perlu membela mereka seolah pahlawan."

"Dan kau sebaiknya berhenti seolah bersikap paling benar," tukasnya. "Aku tidak perlu semua ini, dan aku perlu kau mengerti kalau aku baik-baik saja. Bahkan aku sudah bertahan sembilan belas tahun ini, tanpa kau."

Mr. Priceton terdiam.

"Aku baik-baik saja, sampai kau membawaku ke rumah ini."

"Begitu?"

"Ya." Karle mendongakkan wajahnya. "Aku ingin kau pergi sekarang juga."

"Mengapa?"

"Karena aku tidak menyukai keadaan ini," Karle mengembuskan napas pelan. "Sekarang aku butuh istirahat." Namun sebelum Karle sempat bergerak, Mr. Priceton telah meraih tangannya, menyentakan hingga Karle bangkit.

Mr. Priceton mengetatkan rahangnya. "Apa hidupmu baik-baik sebelum ini?"

"Lebih baik dari apapun," jawab gadis itu coba memalingkan pandangan, namun tangan besar Mr. Priceton mengarahkan rahangnya sampai mata mereka bertemu lagi. "Apa yangk au mau? Lepaskan aku!"

"Karleigh," panggil Mr. Priceton berupa erangan napas. "Mengapa kau jadi seperti ini? Mengapa kau tidak menyukaiku?"

Karle hanya menringis pelan. "LEPASKAN AKU, TUAN!"

"Jawab aku, tatap aku," ia mengarahkan wajah Karle lebih dekat. "Apa kau tidak merasa bahagia bersamaku? Kau ingin kembali ke tempat itu? Kau ingin semuanya seperti itu?" tanyanya bertubi-tubi.

Karle tidak menjawab, dia hanya menahan ringisan lainnya karena cengkeram Mr. Priceton seakan hendak melepas rahangnya dari tempat seharusnya.

"Jawab aku, Karleigh. Apa kau tidak bahagia bErsamaku? Sepuluh tahun! Kau bisa bayangkan itu? Aku menarik diriku darimu selama sepuluh tahun! Apa kau pikir ini menyenangkan? Ini neraka!"

Karle terhempas ke belakang sedangkan MR. Priceton mendekat padanya di atas ranajng tersebut. "Apa yang—"

"Sepuluh tahun kita berpisah dan aku membangun tembok tebal darimu karena aku menjagamu," ia bergumam lirih. "sepuluh tahun bukan waktu yang mudah dan aku berusaha melawan segalanya, dan sekarang setelah pergorbananku itu ... apa yang kau berikan? Kau tidak sudi menatapku!"

"Minggir dariku!" Karle memiringkan wajahnya, dan bergreka mundur namun Mr. Priceton justru merangkak naik ke dekatnya. "Tuan! Pergilah!"

"Aku menunggumu, Karleigh. Aku kesakitan tiap harinya, aku menderita tanpamu, dan bisa-bisanya kau campakkan aku! Aku melakukan semua ini demi kau!"

Karle menahan napasnya, apalagi Mr. Priceton telah merengkuh wajahnya.

"Aku mendambakanmu namun kau membuangku. Kalau kau wanita lain, kau mungkin akan menyesalinya," kata-katanya begitu tegas dan tajam di dekat Karle, mengirimkan ribuan sensasi aneh yang membuat Karle meremang.

"Kumohon."

"Jangan pernah memohon untuk hal yang tidak aku kehendaki," Mr. Priceton mendorong tubuh Karle hingga bebaring. Gadis itu merasakan napasnya memburu, dengan matanya yang membeliak. "Kau pikir aku akan membiarkamu lepas kali ini?"

"Tu—tuan." Seseorang muncul dari arah pintu.

Karle masih dalam posisinya, di bawah Mr. Priceton yang masih memandangnya angkuh.

"Tuan, maafkan menganggu—"

Mr. Priceton mengisyaratkan dengan tangan. "Pergilah." Matanya tidak lepas dari Karle yang mulai memucat. "Aku punya urusan dengan tunangan kecilku disini."

Setelah mereka ditinggal berduaan lagi—percayalah Karle ingin menjerit sekarang juga saking paniknya—Mr. Priceton justru sudah melipat lengan kemeja dengan tatapan miring. Dia tidak bergeser, masih menahan tubuh Karle yang terjepit di bawahnya. "Apa ada ucapan untukku, tunangan?"

"Apa kau akan enyah sekarang?

"Aku tidak membawamu ke tempat yang buruk tapi rupanya kau tumbuh menjadi gadis yang pembangkang, hmm?" Ia merenggut sisi rambut Karle. "Aku senang memberi pelajaran pada bibirmu yang seperti racun itu."

Karle menggeram samar. "Lepaskan aku!"

"Aku tidak main-main."

"Sebaiknya tidak, dan minggir dari hapaanku. Aku cukup denganmu." Karle coba mendorong tubuh Mr. Priceton, namun nampaknya sia-sia. "Pergilah! Pergi!"

"Sssh,"

"Kubilang pergi!" ia menjerit keras. Ia bahkan hendak meraih lampu di sisi nakas namun tangannya cepat diatahan oleh Mr. Priceton. Mata mereka saling bertautan. "Kau biadab!"

"Kasar sekali."

"Kau adalah monster!" teriaknya keras. "Aku tidak akan pernah berlutut untukmu, sekalipun kita bertunangan dan apapun itu!" Ia mengatakannya sampai uratnya bertonjolan dan wajah kemerahan. Tidak terpengaruh, Mr. Pricetpn tersenyum seraya memamerkan jejeran giginya.

"Aku suka kemesraan kita." Matanya mengerling jahil.

"Enyahlah!"

[]

hidden desire (2017) ✔Where stories live. Discover now