prolog

5.1K 151 4
                                    

PROLOG

Wajah Karleigh bersemu merah. Dia menundukan wajahnya malu-malu saat ia dibantu oleh beberapa rekannya untuk mengenakan sebuah gaun putih polos. Setelah gaun tersebut melekat pada tubuhnya, Karleigh menyampirkan rambut cokelatnya ke samping leher. Mom Meredith di belakang langsung membantunya meresleting gaun tersebut. "Kau sangat cantik, lihatlah, aku tidak percaya semua ini."

Karleigh mulai terisak pelan sebelum mendekap tubuh wanita yang telah menjaganya selama di sini. Sudah berlalu sepuluh tahun sejak ia pertama kali menginjakkan kaki mungilnya di Dawne's House, dia tidak pernah merasa tidak bahagia di sini. Sampai hari ini datang, Karle merasa semua ini bagaikan mimpi kosong.

"Aku tidak mau pergi," ia mengulum bibirnya, dan Mom Meredith menarik wajahnya untuk menghapus tangis di kedua pipi Karle. "Mom... kumohon ... "

"Aku sudah mengatakan padamu, sayang, kau tidak bisa selamanya di sini," ia berujar lembut. "Kau memang putriku tapi aku tidak berhak atas dirimu. Kau perlu tahu, aku menginginkan yang terbaik untukmu."

Karle menggeleng lemah. "Tapi aku tidak mau pergi, sungguh." Bella, salah satu rekan di Dawne's meraih tangan Karle untuk terduduk di depan sebuah cermin perak. Sementara Iris, sibuk menata rambut Karle, dan Bella menyapukan make up, gadis itu mencuri pandang lewat cermin di hadapannya. "Apakah kau akan mengunjungi setelah ini? Atau kau akan mencampakanku?"

"Aku akan mengunjungimu kalau kau mau," jawab Mom Meredith. Wanita itu memasang senyum di balik air matanya. Dia memandang Karle lewat cermin. "Aku akan di sini."

Karle tidak pernah percaya akhirnya hari datang juga. Ia pikir dia akan tetap bersama dengan Bella, dan yang lain, dia pikir dia akan semakin besar di sini, mengingat hanya dirinya yang tidak pernah mendapatkan orang tua asuh—Iris dan Bella hanyalah pegawai baru. Namun semuanya berubah sejak dua hari kemarin, di mana Mom Meredith mendapatkan panggilan lalu bertemu dengan seorang pria dewasa. Mereka terlibat percakapan cukup serius.

Karle pikir akan ada anak lain yang hendak diadopsi—dia hafal prosedurnya—namun dia tidak menyangka, bahwa dirinyalah yang akan pergi, angkat kaki dari tempat yang ia anggap seperti rumah.

Bella mengecup pipi Karle cepat. "Aku akan merindukanmu," ia mulai memoles lipstick merah pekat di atas permukaan bibir Karle. Ketika Karle hendak mendekapnya, Bella justru menarik wajahnya dan memerintahkan Karle untuk diam sampai ia selesai. "Kau harusnya tersenyum, bukan?"

Iris menarik senyum "Kau akan jadi punya orang tua, bukankah itu yang kau inginkan?"

Mom Meredith menarik kursi dan terduduk di sebelahnya, mulai mengenggam tangan Karle. "Kau akan bahagia dengan mereka, percaya padaku."

"Tapi tidak akan sebanding dengan di sini."

"Kau masih bisa mengunjungi kami," hibur Bella. Dia mulai menyapukan blush on tipis padahal pipi Karle sudah merona sejak dulu. "Kau tidak perlu khawatir."

Karle menoleh. "Aku akan merindunkanmu, Mom. Ini kejahatan, harusnya kau yang mengadopsiku dan jangan biarkan siapapun—"

"Sst."

Karle tertegun, sedangkan Mom Meredith memasang senyuman tipis. "Ini yang sudah kau tunggu. Apakah kau tidak bersyukur? Masih banyak yang ingin mendapatkan orang tua yang baik di luar sana, dan jangan membohongi dirimu, di sini bukan tempat terbaikmu, sayang." Mereka saling mendekap, sampai Karle menarik tubuhnya dan Iris sibuk merapikan surai rambut cokelat tebalnya, menjadi sanggul tinggi.

Dia tidak pernah menyangka hari ini akan datang. "Apakah mereka orang yang baik?"

"Tentu saja," celetuk Iris. "Kau pikir Mom akan keliru saat melepaskan anak kesayangannya ini?" Senyum bermain-main di bibirnya, dan Karle ikut tersenyum.

Semoga ini yang terbaik.

Sebelum ia selesai, pintu menyeruak lebar. Beberapa gerombolan anak-anak mendatangi Karle yang masih terdiam di kursi. Mereka semua berebutan memeluk tubuh Karle, sedangkan Bella hendak memprotes, namun Karle justru berusaha memeluk tubuh-tubuh mungil itu. "Aku akan merindukan kalian."

"Aunty Karle akan pergi?" tanya Carlo seraya mendongak.

"Kami akan merindukanmu," timpal yang lain, begitu ribut. Karle mengusap rambut mereka, dan mengecup puncak kepala mereka satu persatu.

"Aku akan merindukan kalian. Jaga Mommy untukku, ya?"

Wanita itu menatapnya hangat. Karle tahu, ini perpisahan yang terberat.

*

"Jadi, di mana orang tuaku?" tanya Karleigh. Sepasang bola matanya berbinar sedangkan Mom Meredith masih terduduk di sebelahnya. Biasanya, orang tua itu muncul dengan cepat. Atau setidaknya, dia merasa kalau dia terlalu bersemangat, setidaknya mereka tidak seperti orang bodoh yang menunggu entah apa.

Seorang muncul dari arah pintu. Karleigh sedikit terlonjak seraya menoleh. Mom Meredith telah bangkit dan menjabat tangan pria tersebut."Senang kau di sini. Jadi, di mana orang tua untuk Karleighku? Kau sudah mengatakan bahwa dia adalah bagian dari keluargamu."

Marcus melipat bibirnya. Dia mendongak kepada Karleigh, namun gadis itu tersenyum kecil. Marcus tidak membalas hanya menunduk pada lantai, seraya mengambil tempat di hadapan Karleigh. "Orang tua yang kumaksud sebenarnya bukan orang tua yang..."

"Apa maksudmu?" Karleigh memandanginya. "Orang tua asuhku, apa yang terjadi dengan mereka?"

"Orang tuamu tidak akan ada di sini," jawab satu orang yang baru bergabung. Suaranya membumbung dengan lantang. Dia melangkah di atas sepatu hitamnya. Derap langkahnya pelan namun teratur. Tuk, tuk, tuk, di atas lantai kayu yang berpelitur.

"Tuan." Marcus segera bangkit, begtiu pun Mom Meredith dan juga Karleigh yang mengeryitkan dahi dalam.

Sosok berambut abu gelap itu menyingsingkan lengan jas hitamnya, seraya menatap mereka semua. "Aku di sini untuk mengambil yang seharusnya menjadi milikku."

Mom Meredith tercekat, sedangkan Karleigh hanya bisa menatap dalam diam. "Ternyata kau ... kau ..." Mom berkata pendek. "Apa yang ..."

"Aku berharap kau tidak melupakanku semudah itu, Ma'am." Dia mendekati mereka. Marcus agak mundur perlahan, sedangkan pria asing ini berjalan ke dekat Mom Meredith dan berhenti tepat di hadapan Karleigh yang masih membeku.

"Tapi ..."

Pria berahang tegas itu membungkuk, seraya meraih sebelah tangan Karleigh. Mendaratkan sebuah ciuman lembut. "Senang bertemu denganmu." Ia tersenyum sinis. Namun Karleigh sadar jenis senyuman tersebut. Setiap senyuman punya arti tersendiri untuknya. Yang satu ini? Tidak menghangatkan, justru mengetarkan sesuatu dalam dirinya—membuatnya cukup terperajat di tempat.

Pria bermata cokelat madu tersebut beralih pada Mom Meredith. "Jadi, aku boleh membawanya sekarang kan, Ma'am?"

[]

hidden desire (2017) ✔Where stories live. Discover now