Part 44 "Rumah Rara"

55.1K 6.1K 129
                                    

Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤

Sudah dua jam berlalu dan Arlan masih terduduk di atas sofa dengan gelisah. Semenjak tadi belum sama sekali ada tanda mengenai kehadiran Syila. Arlan khawatir bagaimana kondisi Syila dan dimana ia sekarang. Hujan sialan ini membuatnya tak berani beranjak keluar selangkahpun dari rumah.

"Bi, Syila bener belum ada pulang?" Tanya Arlan sekali lagi yang melihat Bi Indah berjalan melintasinya.

"Belum ada bibi liat." Jawab Bi Indah lalu pergi menghilang dari pandangan.

Tangan Arlan mengambil handphone yang ia letakkan di atas meja dan sama sekali tak ada notifikasi dari Syila. Nomornya bahkan tak bisa dihubungi, membuat Arlan semakin frustasi. Ia memukuli kepalanya, menyesali segala prekataan yang tadi keluar. Jika tahu begini ia akan memilih diam saja.

Seseorang membuka pintu dari luar membuat Arlan seketika loncat dari duduknya. Tanpa berfikir panjang ia langsung membalikkan badann. Faktanya yang muncul adalah mamanya.

"Ma, Syila ada hubungin mama nggak?" Tanya Arlan yang buru-buru mendekat. Mungkin saja Syila merasa kesal dengan dirinya sehingga memilih menghubungi mamanya, masuk akal bukan.

Tante Rita terlihat menggeleng. "Engga ada, emang Syila kenapa?" Tanyanya seraya berjalan menuju dapur.

Arlan mengikuti langkah mamanya, tidak peduli jika akan dimarah yang terpenting sekarang ia berterus terang. "Syila belum pulang dan tadi dia ketemu sama ayahnya." Jelas Arlan.

Mamanya tengah meneguk tandas air di dalam gelas. "Ohh, dia nggak ada hubungin mama sih."

Arlan mengernyitkan alisnya menyadari mamanya menjawab begitu acuh. "Mama kok jawabnya gitu? Emang nggak khawatir?"

Tante Rita meletakkan tangan di atas pundak Arlan. "Syila udah dewasa dan dia pasti bisa memilih keputusan yang baik untuk dirinya sendiri, dan kalo kamu khawatir maka cari dia tapi jangan memaksa." Balas Tante Rita, namun ia belum selesai sampai disitu. "Tapi inget tunggu sampai hujan selesai, mama nggak mau trauma kamu kambuh." Ucap Tante Rita memperingati sebelum berjalan menuju kamarnya.

...

"Ra, gue bener boleh nginep disini?" Tanya Syila sekali lagi.

Rara yang tengah duduk di depannya langsung memegang kedua pundak Syila. "Nggak papa, berhari-hari juga boleh. Lo bisa tinggal disini sampai ngerasa lebih tenang." Jelas Rara.

Syila sontak mengembangkan senyum di wajahnya.

Teringat ketika di dalam taxi tadi ia cukup bingung kemana harus pergi karena ia tidak berniat pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Teringat ketika di dalam taxi tadi ia cukup bingung kemana harus pergi karena ia tidak berniat pulang. Syila tidak ingin bertemu dengan Arlan untuk sekarang, meski tahu bahwa ini tidak sepenuhnya salah Arlan. Jadi satu-satunya yang dapat ia pikirkan adalah sahabatnya dan ia hanya pernah mengunjungi rumah Rara, dan disinilah ia sekarang.

Dari kamar terdengar bunyi bel rumah yang ditekan dari luar.

"Itu pasti barang dari rumah, gue ambil dulu ya." Tukas Syila lalu berjalan keluar dari kamar Rara.

Ia membuka pintu dan menemukan seorang kurir membawa sebuah tas. Segera Syila mengambil tas tersebut dan membayar ongkos kirimnya.

"Makasi mas." Ucapnya diakhir lalu masuk kembali ke dalam rumah.

Tangan Syila membuka resleting tas dan menemukan baju serta barang lainnya yang ia minta Bi Indah untuk antarkan. Syila juga memberi pesan untuk berpura-pura tidak tahu dimana ia sekarang jika ditanyai Arlan. Meski meninggalkan rumah untuk sesaat seperti ini, Syila sudah meminta izin dengan Tante Rita. Tak lupa ia menjelaskan apa yang terjadi secara singkat agar Tante Rita tidak khawatir, termasuk perdebatan kecilnya dengan Arlan.

"Udah?" Tanya Rara di depan pintu kamar.

Syila menganggukkan kepalanya. "Nih." Ia menunjukkan tas dalam dekapannya.

"Besok lo jadinya sekolah apa nggak?" Tanya Rara seraya masuk kembali ke dalam kamar diikuti Syila di sampingnya.

Lahkah kaki Syila berhenti di depan kursi dan bokongnya ia dudukkan disana. "Tante Rita nyaranin nggak dulu, katanya besok dia bawain surat izin gue ke sekolah." Jawab Syila. Sepertinya lebih baik besok ia gunakan untuk benar-benar berfikir dan menstabilkan perasaannya. Jika ia tidak siap bertemu Arlan maka Syila lebih tak siap lagi untuk bertemu dengan Erga.

"Yaudah." Mata Rara berganti melihat jam di handphonenya. "Lo mandi dulu gih, biar segeran."

"Oke." Syila berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil handuk dan pakaian baru yang akan ia kenakan.

Dalam hati ia hanya memohon setidaknya malam nanti akan ada mimpi indah yang menghampiri tidurnya. Itu akan membantunya melupakan masalah yang dialami untuk sejenak. Esok hari ia harus menjadi lebih kuat dari hari ini.

...

Syila tiba-tiba terbangun di malam hari karena suara petir yang begitu menggelegar. Hujan deras di luar begitu saja mengingatkannya dengan laki-laki itu. Apakah ia bisa tidur dengan tenang? Atau bagaimana dengan tarumanya? Tidak, lupakan itu, mengapa ia menjadi begitu khawatir pada Arlan.

Pelan-pelan Syila bangkit dari kasur agar tidak membangunkan Rara yang tertidur pulas di sampingnya. Ia berjalan menuju meja dan mendudukkan diri di kursi. Tangannya terulur mengambil handphone yang tergeletak di atas meja.

Sejak tadi setelah mengirim kurir untuk mengambil barang, Syila mematikan telepon genggamnya. Ia berusaha menghindari interaksi dengan siapaun. Karena dalam kondisi yang dikontrol emosi apapun yang dilakukan bisa beresiko.

Akhirnya Syila menghidupkan kembali handphonenya dan notifikasi yang muncul cukup membuat matanya sedikit membulat. Sebanyak tiga puluh panggilan tidak terjawab dan lima belas pesan dari orang yang sama, tidak lain adalah Arlan. Kenapa laki-laki ini menelpon dan mengirim pesan banyak sekali, bahkan ada pesan suara. Syila merogoh tasnya dan mengambil earphone. Mulai ia hubungkan dengan handphonenya dan mamasang earphone tersebut di dua lubang telinga.

Jari Syila memencet tombol untuk memulai pesan suara. Beginilah bunyinya.

"SYILAAA...."

Sial, Syila buru-buru mematikan pesan suara itu. Untuk pertama kalinya ia mendengar teriakan Arlan yang begitu menggelegar, kupingnya serasa ditinju.

"Lo dimana sekarang? Cepet kasi tahu gue, biar gue jemput ya. Gue minta maaf, janji deh nggak ngomong lagi. Sial, lo bikin gue khawatir gila. Lo aman kan? Nggak kenapa-kenapa kan? Plis maafin gue ya, jangan lama marahnya nggak bisa gue jauh-jauh. Bodo amat kalo gue malu habis ngirim ini yang penting lo denger, cepet kabarin atau gue CIUM lo!!" Berakhirlah pesan suara yang tak berjeda itu.

Laki-laki ini berhasil membuat Syila memejamkan mata karena tingkah lakunya. Tapi entah kenapa ada yang menghangat di dalam sana. Dan apa katanya tadi, cium? Jika bukan karena lampu mati semburat merah di pipinya pasti akan terlihat jelas. Bukankah voice note ini menunjukkan dengan jelas kekhawatiran Arlan. Tidak, memikirkannya membuat Syila baper sendiri.

Sekarang ia mengerti, jika bukan mimpi yang datang menghampirinya tapi suara Arlan yang menghiburnya. Andaikan laki-laki itu tak berbicara seperti tadi mungkin sekarang ia berada di rumah. Tapi tidak apa, Syila yakin semua akan terlewati dan berjalan kembali normal. Ia hanya perlu waktu, waktu yang akan menyembuhkan segalanya.

Updatee 🎉🎉
Gimana part ini???
Semoga kalian enjoy bacanya :)
Kalo suka jangan lupa tinggalkan bintang ⭐
Oh ya, masalah jiplak kemarin terselesaikan dengan cukup mudah.
Kalo kalian ada liat cerita aku di jiplak/copas/plagiat segera kasi tahu ya 😊
Bukan cerita aku aja, tapi cerita penulis lain juga.
Segitu dulu deh,,,
Good night y'all
❤❤

Romansa Remaja Satu Atap (END)Where stories live. Discover now