Part 45 "Sahabat"

51K 5.8K 121
                                    

Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤

"Lo kemana sih bro, buru-buru amat." Rakil menepuk pundak Arlan seraya berjalan cepat mengejar langkah Arlan. Sedangkan Argan berjalan santai di belakang mereka. Entah apa yang terjadi, pagi-pagi Arlan sudah berjalan kesetanan seperti ini.

"Gan buruan, jalan lo keong amat." Tukas Rakil meminta Argan melangkah lebih cepat dengan gerakan tangan. Meski tidak tahu kemana tujuan Arlan, sebagai sahabat Rakil adalah orang yang setia. Bagaimana dengan perempuan, itu beda lagi.

Argan memutar bola matanya malas. "Ribet lo."

"Anjritt." Badan Rakil tiba-tiba membentur tubuh Arlan yang menghentikan langkahnya tanpa aba-aba. Ia menengadahkan kepalanya ke atas dan melihat tulisan kelas XI IPA 3. Kalo sudah begini Rakil tahu bau-baunya ini mengarah kemana, sudah jelas mantan kekasih palsu yang tak terkejar alias Syila.

Seisi kelas XI IPA 3 perhatiannya berhasil disita oleh kehadiran Arlan, Rakil, dan Argan di ambang pintu. Tak berhenti sampai disitu, Arlan berjalan masuk dan menghampiri Rara, Ilma, dan Seva. Ya tidak ada Syila disana, kursi sebelah Seva tak diduduki oleh pemiliknya.

"Kalian tahu Syila dimana?" Tanya Arlan lasung ke intinya tanpa basa-basi.

Ilma, Seva, dan Rara memandangi satu sama lain bingung.

"Bukannya Syila izin nggak sekolah gara-gara ada acara keluarga ya, tuh udah ngirim surat. Jelas Seva sembari dagunya menunjung meja guru di pojok depan kelas.

Arlan terdiam sebentar, sedangkan dua laki-laki di belakang hanya menatap satu sama lain tanpa mengerti apa yang tengah terjadi. Pasangan ini baru tinggal seatap dalam sehari saja bisa terjadi sesuatu yang tak terduga. Itulah isi pikiran Argan dan Rakil saat ini.

"Syila nggak ada hubungin kalian?" Tanya Arlan lebih jauh. Bagaimanapun ia harus berhasil menemukan Syila, apapun caranya.

Ilma menggeleng. "Nggak ada, dari kemarin dia nggak on di grup chat." Mulut Ilma rasanya ingin menanyai Arlan apa Syila tidak ada di rumah, tapi tak mungkin ia membongkar hal itu di sekolah.

"Bentar lagi bel, mending lo masuk kelas." Ucap Rara. Ia berusaha semaksimal mungkin agar mulutnya terkontrol untuk tidak membocorkan keberadaan Syila. Ilma dan Seva bahkan baru akan ia beri tahu tentang keadaan Syila yang tinggal sementara di rumahnya.

"Anj*ng." Desis Arlan kecil bersamaan dengan bunyi bel masuk kelas. Mau tak mau ketiga laki-laki itu melangkah keluar, meski Arlan belum mendapat apa yang ia inginkan.

Tunggu.... jika Syila membuat surat izin maka itu harus disertai tanda tangan orang tua dan satu-satunya yang bisa menandatangi adalah mamanya. Bagus, sekarang Arlan mengerti kenapa mamanya kemarin bersikap seolah tak peduli tentang Syila. Apa Arlan akan diam saja? Tentu tidak, ia akan melakukan sesuatu tentang itu.

...

"Syilaa.." Ucap Seva tepat setelah pintu kamar Rara terbuka. Ia bahkan langsung menghampiri Syila yang sebelumnya tengah membaca buku dan memeluk hangat sahabatnya tersebut.

"Lo nggak papa kan?" Tanya Ilma berjalan mendekat diikuti Rara setelah menutup pintu kamar. Tadi begitu ia memberi tahu tentang Syila, Ilma dan Seva seketika menuntut untuk datang ke rumahnya. Tidak ada alasan untuk tak mengizinkan dan disinilah mereka berempat sekarang.

"Nggak papa." Jawab Syila mengembangkan senyumnya, seolah memberi tahu bahwa ia sudah merasa lebih baik. "Gue bakal cerita sama kalian sekarang." Tukas Syila.

Ilma menatap Syila lekat-lekat, wajahnya menunjukkan dengan jelas dirinya sedang memiliki beban dalam pikiran. "Lo bener udah siap buat cerita?" Tanya Ilma meyakinkan.

Syila menganggukkan kepalanya. Akan lebih baik juga ia berterus terang lagipula emosinya sudah reda sekarang.

"Malah sebenarnya kalian yang harus siap-siap, jangan kaget ya." Ucap Syila memperingati. Ia yakin seratus persen kalimat yang selanjutnya ia keluarkan akan menjadi bom bagi sahabat-sahabatnya.

Syila menghela nafas. "Erga ternyata saudara gue."

"WHATT?!?!" Dagu Rara merosot ke bawah dengan kedua mata yang sepenuhnya membulat. Sedangkan dua lainnya seolah kehilangan nalar mereka.

Pantas saja Syila menyuruh mereka bersiap-siap, ini begitu mengejutkan sehingga terasa sulit dicerna otak. Orang yang selama ini mereka pikir menjadi salah satu kandidat kekasih Syila tak lain adalah saudara tirinya. Jika benar, kenapa baru tahu sekarang, apa yang terjadi di antara mereka berdua. Dari siapa hubungan darah itu terjalin.

Kening Seva berkerut. "Maksud lo saudara gimana?"

Syila berdehem singkat. "Kita satu ayah."

Ilma mengangguk-ngangukkan kepalanya, mengerti kemana arah permasalan ini. Sedangkan Rara masih dengan ketidakpercayaannya. Pantas perlu waktu bagi Syila untuk bercerita, ini bukanlah suatu kebetulan yang menyenangkan.

"Jadi kemarin Erga nganterin lo ketemu ayah lo dan ternyata orang itu papanya terus ada kalian bertiga di tempat dan waktu yang sama." Kata Ilma menyampaikan kesimpulan yang tersusun di otaknya.

Kepala Syila bergerak ke atas dan ke bawah. Benar begitulah yang terjadi jika secara ringkas. Tidak seperti kemarin, masalah ini sudah tak lagi membuat Syila ingin marah ataupun memangis. Syila yakin dengan kepala dingin masalahnya dapat terselesaikan dengan lebih mudah. Dan ia berencana untuk memberi tahu semua kepada ibunya malam ini, siap tidak siap.

Rara berjalan ke kanan dan kiri dengan tangan yang menutupi mulut. Kakinya berhenti di hadapan Syila duduk. "Terus kenapa lo kabur dari rumah? Terus kayaknya lo ngehindar gitu dari Arlan." Tanya Rara, pasal tadi pagi wajah Arlan dengan jelas menggambarkan kekhawatiran.

Syila menggigit bibir bawahnya. "Kemarin sebenarnya dia yang nolongin bawa gue pergi dari ayah dan Erga. Kita ngomongin soal itu dan di satu titik tiba-tiba kita beda pendapat dan ya gue marah terus milih untuk nggak pulang ke rumah dulu. Tapi tenang gue udah jelasin ke mamanya Arlan." Jelas Syila tentang apa yang terjadi kemarin sore di taman. Jikasaja Arlan mengucapkannya hari ini di saat ia lebih tenang, mungkin sekarang ia tak berada di rumah Rara.

"Pantes dia nyarrin lo kayak kesetanan tadi pagi." Kata Rara memberi tahu.

Sekarang gantian Seva yang kembali melempar pertanyaan kepada Syila. "Terus lo kapan balik ke rumah?"

Syila sudah memikirnya dan telah diputuskan juga. "Gue balik besok sepulang sekolah." Balasnya. Hal itu berarti malam ini Syila kembali menginap. Dan hal ini juga berarti Arlan akan lanjut frustasi kecuali ia berhasil menemukan keberadaan Syila.

Ilma menggeser posisinya lebih mendekat ke arah Syila. "Lo kuat Syil." Setelahnya tangan Ilma pindah melingkari pundak Syila menyalurkan semangat. Ia yakin Syila pasti bisa melalui masalah ini.

Sedetik kemudian Rara dan Seva ikut bergabung mendekap Syila erat. Disitulah terlihat betapa pentingnya kehadiran atau sosok sahabat. Di kala titik terendah dalam hidup mereka ada untuk menawarkan uluran tangan. Syila tersenyum lebar dalam lingkupan hangat sahabatnya. Pelukan ini terasa berbeda, sangat berbeda hingga ia tak mampu mendeskripsikan betapa bersyukurnya ia memiliki mereka dalam kehidupan ini.

Updatee 🎉🎉🎉
Gimana part ini???
Buat penunggu adegan Arlan Syila mohon bersabar wkwk
Jangan lupa tingglkan bintang untuk part ini ⭐⭐
Untuk semakin dekat mengenal kalian aku pingin di akhir part kita saling berbagi cerita..
Pernah nggak sih kalian ngalamin kondisi susah kayak Syila dan ada sahabat yang datang menghibur???
Kalo aku sendiri pernah waktu SMP peringkat turun dan mereka nemenin aku nangis di toilet
Kalo dinget² lucu sih wkwk 😂😂
Cerita di komen ya ❤❤
See u di up selanjutnya....

Romansa Remaja Satu Atap (END)Where stories live. Discover now