Part 70 "Menyerah"

33.6K 4.2K 531
                                    

Mana suara yang udah nunggi ini up?? Absen dulu wkwk
Kalian lagi apa btw siang² gini???

Jangan lupa vote dan komen ya, karena satu berarti sejuta bagi penulis 💗💗

Selamat membaca...

Seorang remaja laki-laki dengan balutan seragam sekolah memandang gusar jalanan. Meski jam menunjukkan pukul 19.00, ia tak kunjung beranjak dari teras rumah. Sekalipun matahari membenamkan diri, mata dan hatinya tak henti merasa gelisah.

Kakinya melangkah dari pojok lantai ke pojok lainnya, begitu lelah memilih mendudukkan diri dan kembali lagi bangun setelahnya.

Bahkan suara ajakan untuk masuk ke dalam rumah diabaikan olehnya.

"Nak Arlan, masuk dulu istirahat di kamar." Pinta Bi Indah yang menatap anak majikannya dengan resah. Ia khawatir Arlan akan kelelahan menghabiskan berjam-jam disana tanpa kepastian.

Arlan menggigit jari jempolnya dengan kepala digelengkan. "Enggak bi, Arlan mau nunggu Syila pulang dulu."

Mengambil handphone di dalam saku celana, jemari Arlan membuka aplikasi whatsapp. Status gadis itu masih sama, off dan semua panggilan serta pesan yang Arlan ketik tidak satupun memperoleh balasan.

"Kapan lo pulang Syil?"

"Kapan gue punya kesempatan minta maaf?"

Bersamaan dengan semua untaian-utaian pemikiran frustasi terputar di otak Arlan, sebuah lampu sinar mobil mendekat terparangkap dalam pandangan. Satu mobil berhenti di seberang rumah, mobil dengan kaca gelap menyembunyikan insan di dalamnya.

Arlan berjalan menuju gerbang dengan mata menelisik.

Di lain posisi, Syila tengah mengenakan tas di punggung yang tadianya diletakkan di atas pangkuan. Tangannya terulur membuka pintu, mengantarnya pada rumah yang sempat ia hindari. Jika terlalu lama berlagak kabur seperti ini, Syila akan menghadirkan kesan sebagai orang yang tidak tahu terimakasih bukan.

Memikirkan laki-laki itu, membuat mata Syila yang sudah bengkak dan sembab kembali perih ditambah angin yang menerpa. Tadi untuk pertama kalinya ia kembali direngkuh hangat ke dalam dekapan sang ayah, dekapan yang bertahun-tahun lalu kembali membawa nostalgia. Kini ayahnya mengetahui semua yang terjadi di sekolah, tapi tidak dengan sang ibu. Syila tak punya cukup keberanian untuk membicarakannya.

"Makasi udah mau ketemu ayah, seenggaknya sekarang lo nggak ragu soal status lo lagi. Lo anak yang spesial Syil, selalu ada di hati ayah." Ucap Erga menghampiri Syila setelah memutar mobil. Laki-laki itu melempar senyum hangat.

Syila mengangguk. "Iya, lo juga Ga, makasi udah jadi saudara yang baik disaat gue justru berusaha mengacuhkan lo setelah kejadian itu." Ucap Syila mengandung permintaan maaf tersirat di dalamnya.

Mengingat hari-hari terdahulu ketika Erga menyatakan perasaan, semua terasa masih baru dan mencengangkan. Tidak ada yang salah dengan mencintai seseorang, hanya saja hati Syila tak tergerak olehnya. Perasannya telah diisi oleh insan lain.
Syila memalingkan wajah ke samping, menghapus air mata yang hampir saja jatuh.

"Lo serius nggak mau ayah ngurusin masalah ini di sekolah?" Tanya Erga menatap Syila khawatir. Karena nyatanya rumor yang disebabkan Gladys berhasil mempengaruhi nama gadis itu di sekolah. Tak jarang pandangan dan bisikan-bisikan aneh diterimanya.

Tangan Syila tergerak searah dengan gelengan kepala. "Nggak usah, nggak perlu."

Erga menundukkan badan. "Beneran? Gimana kalo orang-orang tetep bicara buruk soal lo?"

Fakta bahwa mengontrol mulut manusia adalah hal yang sulit dilakukan membuat perasaan Syila teriris. Tersisa hanya bagaimana Syila mengontrol telinga dan perasaannya untuk tak mentah-mentah menelan perkataan orang-orang.

Romansa Remaja Satu Atap (END)Where stories live. Discover now