52. Hampir putus

190 19 3
                                    

Sepanjang pelajaran berlangsung, Rily tidak bisa fokus di kursi duduknya. Matanya menatap kosong ke arah papan tulis dan guru yang sedang menjelaskan sebuah materi pelajaran. Pikiran Rily berkelana, semua hal yang terjadi hari ini membuat otaknya tidak sanggup mencerna.

Rily masih tidak menyangka bahwa sampai saat ini, Raka meninggalkannya begitu saja dan ia sudah tidak memiliki hubungan apa pun dengan Risa. Hal itu terjadi begitu cepat, di hari pertama kali Rily sekolah untuk semester dua kelas sepuluh yang membuatnya berekspektasi tinggi bahwa kisah cintanya tidak akan semenyakitkan ini.

Siapa wanita itu?

Tanpa sadar sebulir air mata menetes dari pelupuk mata Rily, ia dengan cepat menyeka air mata itu dan berusaha fokus untuk memahami pelajaran yang sedang dijelaskan oleh sang guru di depan kelas.

Berpikir cukup lama, Rily mengangkat tangan kanannya. "Bu," panggil Rily membuat guru mata pelajaran biologi itu berhenti berbicara.

"Ya, ada apa, Rily?"

Rily berdiri dari duduknya dan menghela napas. "Permisi ke toilet Bu,"

"Silahkan," sahut sang guru dan kembali menjelaskan materi.

Rily mulai melangkah kan kakinya menuju keluar kelas. Meninggalkan Amanda yang menatap penasaran kepergian Rily.

Rily berjalan pelan menyusuri koridor sekolah yang sepi. Pelajaran pertama sedang berlangsung, Rily sedikit merasa tenang karena ia tidak perlu mendengarkan cibiran dari orang-orang yang terus merendahkannya.

Rily masuk ke dalam toilet, ia berdiri di depan wastafel dan menyalakan keran wastafel. Rily membasuh wajahnya berkali-kali, lalu menatap pantulan dirinya di cermin.  "Gue ... Kurang apa sih?" lirihnya sembari mematikan air keran.

Rily meraih tissue di dalam saku bajunya, ia mengusap wajahnya yang basah dengan tissue itu. "Mama, Naza, Risa, Kak Vian, semua orang yang benci sama gue. Gue salah apa sih, sampai kalian tega nyakitin gue mulu?" bahu Rily bergetar menahan tangis.

"Kenapa nggak ada yang mau dengarin gue, kenapa kalian semua senang banget nyakitin gue. Gue salah apa, gue kurang apa?!" Rily melempar tissue di tangannya ke cermin, ia menahan tubuhnya agar tidak jatuh dengan bertopang pada wastafel.

"Bisa nggak sih, sehari aja gue bahagia tanpa terluka?" Rily menundukkan wajahnya, air matanya mengucur deras membasahi pipi gadis itu. "Gue capek .... "  lirih Rily dan meremas jarinya.

Rily mengangkat wajah dan mengusap kedua pipinya yang basah dengan kasar. "Benar kata kak Dava, gue berhak tahu siapa cewek yang digenggam sama kak Vian."

Rily meraih ponselnya dari dalam saku seragam bajunya. Ia mengetikkan sesuatu di layar ponselnya, namun beberapa saat jarinya bergerak, Rily menghentikan pergerakan jarinya itu dan menatap kosong layar ponselnya. "Kalau ternyata dia spesial buat kak Vian gimana?" gumam Rily pelan. "Nggak, gue berhak tahu."

Es Kutub

Kak, aku mau ngomong

Aku tunggu di taman belakang sekolah ya

Selesai mengirimkan pesan itu kepada Raka, Rily kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku seragam bajunya. Ia memutar keran wastafel, lalu membasuh wajahnya. Rily menarik napas dalam-dalam dan mematikan air keran wastafel, ia langsung melangkahkan kakinya keluar dari dalam toilet wanita.

Rily memutuskan untuk bolos mata pelajaran yang sedang berlangsung di kelasnya, ia berjalan ke arah taman belakang sekolah. Langkah kakinya sedikit tergesa karena tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari Raka tentang siapa wanita yang lelaki itu genggam di tengah-tengah lapangan bahkan mengabaikan Rily yang berstatus pacarnya.

You Hurt Me!Where stories live. Discover now