32. Hampir berpaling

419 33 13
                                    


Naza menunduk, hari ini ia tidak pulang bersama Rily. Ia akan pulang kerumahnya, dan Naza sudah menunggu jemputannya sejak satu jam yang lalu. Namun sopirnya belum datang juga, hari sudah mulai gelap,  dan senja akan segera tiba.


Drrt ... Drtt ... Drtt ...



Suara getaran ponsel yang berada dari saku Naza, membuat gadis itu mengangkat pandangan dan meraih ponselnya. "Halo?" sambut Naza sembari menempelkan ponsel itu ketelinga.

"Maaf neng Naza, bapak tidak bisa jemput karena ban mobil bocor. Mungkin sekitar jam tujuh malam baru siap, karena bapak harus ngantre panjang untuk menunggu giliran. Maaf ya neng, sekali lagi bapak mohon maaf atas kelalaiannya."

Naza menghela napas panjang, ia menunduk, menatap kedua sepatunya yang berpijak di atas tanah. "Iya Pak, nggak papa. Aku bisa naik gojek kok."

"Terimakasih banyak neng Naza, hati-hati di perjalanan ya. Saya tutup teleponnya, assalamualaikum..."

"Iya, bapak juga. Wa'alaikumsalam..."

Tut ... tut ... tut ...

Telepon di akhiri.

Naza menyimpan ponselnya, meremas kedua tangannya. "Kayaknya gue butuh waktu buat sendiri deh," ia berdiri,  menghembuskan napas keras-keras untuk menyemangati dirinya sendiri. "Fighting Za!" ia melangkahkan kaki keluar dari halte dan berjalan di pinggiran trotoar.

"Udah sore, belum pulang?"

Naza tergelonjak kaget, ia menoleh ke arah sumber suara. "Ka-kak, Da...vid?"

"Pulang naik apa?" tanya David tidak memperdulikan wajah kaget gadis itu.

"Emm ... nungguin taksi atau gojek. Kak David gak bawa motor? Kok baru pulang?"

"Motor gue lagi di bengkel, dan gue baru siap ngurusin osis, makanya pulang lama. Jam segini gak ada taksi lewat, gojek juga jarang mau kalau kesini."

Naza mengangguk-anggukan kepala, mereka berdua berdiri berdampingan di pinggir trotoar dan menghadap jalan. "Terus kak David pulang naik apa?"

David melirik arloji di pergelangan tangannya. "Busway, entar lagi lewat."

"Hm?"

"Ini busway terakhir, kalau lo nggak naik, lo gak bisa pulang."

David masuk ke dalam pintu busway yang berhenti di hadapan mereka. "Masih mau disitu? Ayo naik!" ucapnya di ambang pintu busway, menatap Naza yang tampak sedang berpikir.

Naza berlari kecil, ia ikut masuk ke dalam busway dan duduk di samping David yang sudah menduduki kursi tengah busway.

"Makasih kak," ucapnya setelah busway kembali berjalan.

"Buat?"

"Infonya?" Naza terkekeh pelan. "Coba aja kak David gak ngasih tahu kalau ini busway terakhir, mungkin gue harus nunggu sopir jemput gue sampai jam tujuh malam."

David yang sedang menatap ke arah luar jendela menoleh, "hal sekecil itu apa perlu ucapan terimakasih?"

Naza mengangguk, ia menyandarkan kepalanya pada kursi busway yang sedang ia duduki. "Iya, Papa bilang, sekecil apapun bantuan orang lain terhadap kita, tetap harus dihargai. Walaupun hanya sebatas balasan ucapan terimakasih, setidaknya orang itu tahu kalau masih ada orang yang menghargai dan membutuhkannnya."

"Papa lo penulis?"

Naza menggeleng sambil tertawa. "Ya enggak lah," sahutnya dengan mata menyipit. "Kak David kok mikir gitu?"

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang