48. Juara penghargaan

331 29 19
                                    


Sebelum ujian semester tiba, Raka berjanji akan memberikan Rily sebuah kejutan jika Rily berhasil meraih juara 3 besar di kelasnya. Rily jauh lebih bersemangat untuk belajar dan bekerja keras selama ujian semester karena ingin mendapatkan kejutan dari Raka.

Hingga akhirnya, Rily sampai pada fase pembagian rapor. Gadis berambut sebahu itu duduk sendirian di depan ruang kelasnya sembari mengayunkan kaki. Telapak tangan Rily sudah berkeringat dingin, sebentar lagi akan ada pengumuman juara kelas. Rily sedang menunggu kedatangan Amor sebagai perwakilan Rily untuk mengambil rapor.

Sudah banyak orang tua yang hadir dan sedang menunggu orang tua siswa lain di dalam kelas, agar pembagian rapor segera dimulai.

"Rily."

Rily mengangkat kepala, berhenti mengayunkan kakinya. "Iya, Bu?"

Bu Siti mengulas senyum. "Orang tua kamu kenapa belum hadir, Nak? Orang tua yang lain sedang menunggu di dalam kelas."

Rily meneguk ludah getir. "Mungkin lagi macet Bu, saya coba telepon lagi. Tunggu sebentar ya Bu."

Bu Siti menganggukkan kepala. "Iya, Ibu tunggu di dalam ya."

"Iya, Bu."

Bu Siti kembali masuk ke dalam kelas, memberikan informasi kepada orang tua yang lain agar menunggu sebentar lagi karea orang tua dari salah satu murid belum hadir.

Rily mencoba menghubungi nomor telepon Amor beberapa kali, namun tak kunjung diangkat. Selain cemas karena takut tidak juara, Rily juga lebih cemas jika Amor tidak kunjung datang. Amor belum pernah sama sekali mengambil rapot Rily, Mang Ali selalu sebagai perwakilan Rily ke sekolah untuk mengambil rapor Rily.

"Neng Rily."

Rily mengalihkan pandang dari ponselnya, menatap sosok lelaki berkepala empat itu sedang menatapnya. "Mang Ali?" Rily berdiri dan segera menghampiri Mang Ali. "Mang Ali yang ngambil rapot Rily?"

Tatapan bersalah dan tak enak hati tampak jelas dari sorot mata Mang Ali. "I-iya Neng,"

"Yaudah Mang Ali langsung masuk ke dalam aja, udah ditungguin sama orang tua yang lain, Mang."

"Baju Mang tidak apa-apa seperti ini?"

Rily menatap Mang Ali dari atas kepala sampai bawah kaki. Mang Ali mengenakan jas yang Mang Ali beli sejak Rily SD, dan jas itu hanya dikenakan oleh Mang Ali untuk mengambil rapor Rily ke sekolah agar Rily tidak malu. "Nggak papa kok Mang, Mang mau ambilin rapor Rily, udah buat Rily senang banget."

"Alhamdulillah, kalau begitu Mang masuk ke dalam kelas Neng dulu ya."

Rily menganggukkan kepala dan tersenyum lebar. Namun senyum itu pudar saat Mang Ali sudah masuk ke dalam kelas.

Bahu Rily yang tegak sempurna kini merosot lesu, pupus sudah harapannya atas kedatangan Amor.

Amor tidak akan pernah datang untuk mengambil rapor Rily sebagai perwakilan.

Rily mengusap sudut matanya yang berair, ia kembali duduk di depan kelas. Menunggu Mang Ali keluar dan memberikan kabar bahagia.

Setelah sepuluh menit, Rily bisa melihat bahwa satu persatu orang tua dari dalam kelasnya sudah keluar dengan anakngat masing-masing.

"Rily, gue duluan ya!" pamit Ica bersama Papa nya yang tersenyum kepada Rily.

Rily balas tersenyum. "Iya Ca, hati-hati ya Ca, Om." sahutnya ramah.

"Oke, dadah Rily!"

Rily tersenyum sembari menatap kepergian Ica yang sedang merangkul lengan Papanya.

You Hurt Me!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora