11. Pertemuan dan kemenangan

466 29 5
                                    


"Lo ... Nyari mati?" tanya lelaki itu datar.

Mendengar ucapan lelaki itu, bukannya takut, Rily malah tertawa mengejek. "Sejak kapan malaikat pencabut nyawa nyamar jadi manusia?"

Lelaki jangkung itu diam, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tanpa sepatah katapun, ia berjalan pergi meninggalkan Rily yang langsung mengejar. Melesat kehadapan lelaki itu, menghentikan lelaki itu yang berjalan lebar meninggalkannya.

"Minggir." ucap lelaki itu dingin. Menatap datar Rily yang merentangkan tangan dihadapannya.

Rily menurunkan tangan, ia meringis. "Rily Syafira Almeera, panggil aja Rily." Rily mengulurkan tangan, tetapi lelaki itu tidak mengubrisnya. "Lo?" tanya Rily masih dengan tangan yang menggantung di udara, menunggu lelaki itu membalas uluran tangannya.

"Raka Savian Altezza? Panggilannya apa? Raka, Savi, Vian, Al, atau Tezza?" Rily menarik tangannya dari hadapan lelaki itu, ia tersenyum. "Gue panggil Vian aja gimana?" tanya nya masih berusaha untuk berkenalan.

"Tahu darimana?"

Rily mengerjap polos. "Apanya?"

"Nama gue."

"Oh ... Gue baca name tag lo. Hehe ..." Rily mengerjap sadar. "Maaf, kak Vian anak kelas sebelas ya? Sorry tadi udah nggak sopan, baru tahu pas baca ulang."

"Gue Raka, bukan Vian."

"Bukannya sama aja? Sama-sama nama lo, keduanya." Rily segera berlari mengejar Raka yang kembali meninggalkannya.

"Kak Vian mau kemana? Ikut dong," ujar Rily seperti anak kecil.

Raka tidak mengubris, langkah lebarnya membuat gadis itu harus berlari kecil untuk menyamakan langkah dengannya.

"Kak Vian bad boy ya? Tadikan masih jam pelajaran, kenapa kak Vian ditaman? Lo bolos kak? Ih, masa ganteng-ganteng bolos."

"Lo sendiri?" tanya Raka datar, tidak tahan untuk tidak menyahut ucapan gadis itu.

"Gue nggak bolos, gue lagi patah hati terus nyasar kesini."

"Nggak nanya."

Rily mendelik, "terus tadi apa? Ngasih tahu?" sahutnya kesal.

Raka diam, ia paling tidak suka dengan keributan. Rily, gadis itu terus mengikutinya, dan banyak bertanya. Raka mencoba menahan dirinya agar tidak tersulut emosi.

"Kak Vian kelas mana?"

"Kak Vian jurusan apa? IPA atau IPS?"

"Kak Vian punya pacar?"

"Kak Vian kenal kak David nggak? Orangnya ganteng, tinggi, cakep, tapi fakboy. Di ketua Osis loh, masa nggak kenal."

"Kak Vian jawab dong, capek tahu ngomong sendiri."

"Kak," panggil Rily. "Gu SKSD ya? Abisnya gue gabut, AW!" Rily meringis dan mengusap keningnya yang menubruk punggung Raka karena lelaki itu berhenti melangkah secara tiba-tiba. "Aduh, kalau ngerem bilang-bilang dong, kan kepentok nih kepala gue. Kak Vian gimana sih," adu Rily. Ia memajukan bibir bawah dengan pipi menggembung.

"Gue nggak suka cewek berisik." sarkas Raka. Lalu memanjat tembok pembatas belakang sekolah di hadapannya.

Rily mengerjap, ia menengadah, memandang Raka yang berhasil memanjat tembok. "Gue bakalan buat lo suka sama cewek berisik!" teriak Rily sebelum Raka menghilang dari pandangannya.

Rily mengepalkan tangan, ia baru sadar bahwa Raka membawanya ketempat ini. Tempat anak-anak HB, untuk bolos, dan kabur, dari area belakang sekolah yang hanya dibatasi tembok tinggi.

You Hurt Me!Where stories live. Discover now