19. Euphoria

442 21 14
                                    


Sembari memejamkan mata ketakutan, Rily menjulurkan tangannya kebelakang. Meraba-raba sesuatu di atas meja, dan ia berhasil mendapatkannya.

Sebelum menggunakan benda itu, Rily memberanikan diri untuk mengintip. Namun, karena terlalu terkejut melihat bibir Raka sudah bergerak maju. Dan mungkin hanya tinggal satu centi meter lagi, maka bibir mereka akan saling bersentuhan.

Tanpa pikir panjang, Rily mengangkat benda itu. Hingga----








PRANGG!!




"Ups .... sorry," ringis Rily sembari menatap Raka yang sudah pingsan.

Rily menarik kepala Raka, kembali ke atas sofa. Setelah itu, Rily bangkit dan berjalan menuju dapur mengembalikan teflon itu ketempat asalnya.

Rily meneguk satu gelas penuh, air putih hingga tandas. Napasnya terengah, jantung berdetak tidak normal, memburu seperti Rily baru saja selesai marathon.

Kelakuan Raka memberi efek berlebihan pada tubuh Rily.

Rily berjalan menuju lantai dua, kamarnya. Namun langkahnya berhenti saat melewati ruang tamu, matanya begerak menatap Raka dengan gelisah.

Jantung Rily masih berdegup kencang. "Ah .... Raka sialan!" umpatnya dan berjalan cepat meninggalkan ruang tamu menuju lantai dua.

***

Rily mengerjap-ngerjapkan mata, perlahan matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga kini terbuka sepenuhnya.

Kepala Rily terasa pusing, mungkin akibat insomnia, ia tidak bisa tidur. Gadis itu terjaga sepanjang malam, hingga adzan subuh berkumandang, barulah ia tertidur.

"Ini semua gara-gara kak Vian..." ringis Rily sembari memijit pelipisnya. Sepanjang malam, Rily terus mengingat bagaimana wajah tampan Raka mendekati wajahnya. "Ih, kenapa di pikirin lagi sih?!" kesal Rily dan menyibak selimut yang membalut tubuhnya.

Ia berjalan keluar kamar, perutnya terasa lapar. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, waktu Indonesia barat.

Sesampainya di dapur, Rily berjalan mendekati kulkas. Ia membuka pintu kulkas, dan meraih yogurt drink disana.

Lalu seseorang keluar dari kamar mandi yang berada di dapur. Rily melirik kecil, langsung tergagap dan pura-pura menikmati yogurtnya.

Raka mendekat, menghampiri Rily dan lelaki itu bersandar pada wastafel, dengan tangan bersedekap.

Rily terbatuk kecil, jantungnya kembali memompa lebih cepat. Perasaannya tidak enak ketika sadar bahwa Raka terus memperhatikan gerak-geriknya. Rily berusaha bersikap biasa saja, ia mengembalikan yogurt drinknya yang tinggal setengah ke dalam kulkas.

Bersenandung pelan, Rily berjalan meninggalkan Raka.

Raka menghela napas. "Ril," panggilnya tetap dengan ekspresi datar.

Mati gue, mati gue. Batin Rily ketakutan. Rily berbalik, menghadap Raka dengan senyum palsunya. "Iya kak?" tanya nya menahan agar tidak terbata.

Raka tersenyum miring. "Semalam ..."

"Oh iya, semalam kenapa? Kak Vian kenapa? Ada yang sakit ya? Atau gimana?" Rily menepuk pelan mulutnya yang keceplosan.

You Hurt Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang