6. Masalah proposal

541 61 44
                                    

Taburin bintang dan komentar dulu yuk!

***

Sejak tiga puluh menit yang lalu Rily tidak bersuara. Gadis itu hanya diam memperhatikan layar monitor komputer dan sesekali menganggukkan kepalanya mengerti. Lewat tatapan matanya, ia tidak melewatkan kesempatan untuk
mencuri-curi pandang kepada David yang duduk disampingnya, sibuk menjelaskan tentang kegiatan Osis di layar monitor komputer yang harus dipelajari Rily.

Hari ini diadakan rapat Osis, sudah selesai empat puluh menit yang lalu. Kebetulan, Rily dan David sedang jam kosong. Sedangkan Erika, sekretaris Osis yang pertama, kelasnya mengadakan ulangan harian. Terpaksa, David harus meluangkan waktu membantu Rily mengurus proposal yang akan diajukan kepada Kepsek.

Rily yang masih amatir, tentu saja memerlukan bimbingan untuk tugas yang pertama kali ia kerjakan. Walaupun David adalah Ketua, ia sangat tahu pasti tentang proposal.

"Nah, selesai." David tersenyum lebar. "Lo tinggal baca ulang dari awal, siapa tahu ada yang typo, atau kalimat yang kurang pas bisa lo perbaiki. Di laptop ini ada kok contoh proposal tahun kemarin, jangan lupa dibaca, tambah wawasan, biar lebih gampang revisi proposalnya."

Rily mengangguk antusias. "Waktunya tinggal 2 hari lagi kan kak?"

"Sehari, besok udah harus siap. Karena besoknya proposal udah harus diajuin." David menyimpan file dokumen di laptop. "Kan tinggal revisi doang, gak susah banget kok." ujarnya menyemangati.

Rily menggigit bibir bawahnya, ia menatap David ragu dengan kerlipan polos matanya.

David yang memandangi itu menaikkan alis. "Kenapa? Gak sanggup?" tanya nya memastikan.

Rily mengerjap-ngerjapkan matanya. "Emm ... Bisa kok," sahutnya tidak bersemangat. Ia takut, bahwa hasil proposalnya tidak akan memuaskan. Selain dari itu, yang Rily paling takutkan adalah posisinya akan digantikan jika tidak becus dalam mengerjakan tugasnya. Rily terpaksa begadang untuk malam ini, merelakan drakor kesayangannya. "Gue usahain yang terbaik sebisa mungkin," gumamnya dengan senyum lebar menatap David.

David mengacak puncak kepala Rily gemas. "Gitu dong, pantang menyerah sebelum berjuang." David terkekeh pelan, ia merapikan helaian-helaian rambut Rily yang berantakan akibat ulahnya. Saat jemari besar itu hendak menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik itu kebelakang telinga, mata mereka saling bertemu pandang, terkunci satu sama lain. Jemari David yang berhenti bergerak, pipi Rily yang bersemu merah dan hanya ada suara dentingan jarum jam yang bergerak yang mengisi kekosongan di ruangan itu.

"Vid, gimana, udah siap?"

Suara itu mengintrupsi David dan Rily yang langsung bergerak salah tingkah. David yang terbatuk kecil dan menurunkan tangannya, Rily dengan puppy eyes nya langsung berpaling kaget dan menelan susah payah salivanya.

Mereka seperti sedang melakukan kesalahan besar. Padahal, yang mereka lakukan hanyalah beradu tatap, namun, mengapa jantung Rily seperti sedang habis marathon dan berdebar-debar seperti ingin meledak. Otaknya blank, tidak bisa memikirkan apapun. Bahkan, saat David pergi dari sampingnya, Rily masih tidak menyadari.

"Eh, eh, lanjut aja. Maap, maap ye, gue ganggu. Tadi gue pikir lo udah selesai rapat, mau ngajakin ngumpul sama yang lain. Gak tau kalau adegan pdkt lo belum siap, hehe ... Maap bro," Bima, sahabat dekat David yang satu kelas dengannya. Ia mengedipkan sebelah mata, menggoda David yang mengumpat tanpa suara kepadanya.

You Hurt Me!Where stories live. Discover now