56. "Sahabat, are you seriously?"

157 14 4
                                    

Terkadang... Memang ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan. Ekspektasi yang tidak semanis realita, rencana yang keluar dari jalurnya, bahkan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada.

Benar, manusia hanya bisa berencana dan berusaha. Perihal hasil, biarkan takdir yang menjalankan tugasnya.

Rily menghembuskan napas pelan, ia duduk di koridor uks. Tim Amanda menang, dan Rily disuruh oleh Amanda untuk pergi mengobati bahunya yang terkena hantaman bola dengan keras. Namun sedari tadi, Rily hanya duduk termenung sembari menunggu Raka keluar dari dalam UKS.

"Minum dulu,"

Rily mendongak, melihat sosok lelaki jangkung yang mengulurkan sebotol minuman mineral di hadapannya. "Ambil gih," ujar David dan meraih telapak tangan Rily membuat gadis itu terkejut dan langsung menerima mineral pemberiannya.

David duduk di sebelah Rily, setiap koridor memang ada sebuah tempat duduk panjang yang terbuat dari beton.

Rily kembali menghela napas dan membuka pelan botol minuman di genggaman tangan nya. "Makasih Kak," ujar nya tidak bertenaga.

"Udah di obatin?"

Selesai meneguk mineral pemberian David, Rily menoleh sekilas ke arah David dengan alis yang bertaut samar. "Apa nya?"

"Hati nya," David menunjuk dada Rily. "Kan patah," ia terkekeh ringan.

Rily tersenyum tipis. "Kak David bisa aja," ujar Rily terkekeh pelan, ia kembali menutup botol mineral itu.

"Ada satu hal yang nggak aku bisa,"

"Apa?" tanya Rily polos.

"Milikin kamu."

Rily membisu, ia menunduk dan menatap ujung sepatunya yang menyentuh ubin lantai koridor. "Ada satu lagi yang enggak bisa kamu lakuin Kak,"

"Apa?"

"Menerima Naza di hidup Kak David,"

Kini mereka berdua sama-sama diam, keduanya merasakan suasana canggung yang sedikit membuat tidak nyaman.

"Gak mau masuk? Kayak nya pundak kamu memar,"

Rily menggigit bibir bawah nya karena David mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Takut," jawab nya pelan.

"Takut kenapa? Kan ada Raka di dalam."

"Justru itu aku jadi takut," Rily menahan napas. "Takut kalau dia lebih milih buat berada di sisi Aleta dibanding aku... "

Tanpa sadar ekspreksi David berubah drastis. "Aku bisa memperlakukan kamu lebih baik Ril,"

"Tapi bukan Kak David yang aku mau."

"Kenapa harus dia?" tanya David sekali lagi, ia berusaha menahan intonasi suaranya untuk tidak terbawa emosi.

"Kenapa bukan dia?" tanya Rily balik, ia mengusap sudut matanya yang berair.

David menelan ludah dan membuang muka, ia tidak bisa berkata-kata lagi. "Ayo masuk, luka lo perlu di obatin."

"Luka yang mana ....?" tanya Rily bergumam pelan, ucapan nya tidak di dengar David yang sedang menarik pergelangan tangan nya.

Rily berdiri dan mengikuti David yang membiarkannya masuk ke dalam UKS terlebih dahulu. "Obatin luka lo Ril, gue mau pergi ngurus sesuatu dulu."

Rily melebarkan mata saat David meninggalkannya begitu saja.

"Eh Rily, datang lagii."

Suara sambutan hangat itu membuat Rily yang semula masih menatap kepergian David langsung menatap ke depan. "Hai Mbak Riri," sapa Rily tersenyum tipis.

You Hurt Me!Where stories live. Discover now