18. Tiga lelaki

402 24 10
                                    


"HACCIHM!" Rily menggaruk hidungnya yang gatal. "Ah ... lemah banget sih," keluh gadis itu sembari membaringkan tubuh.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Naza yang berjalan masuk kedalam kamar. "Rily, ini teh jeruk angetnya ...." Naza menaruh gelas ditangannya ke atas nakas. "Heh, malah tidur lagi. Buruan diminum," ucap gadis itu sembari mengguncang tubuh Rily.

"Pening Zaaa... " rengek Rily.

"Siapa suruh nekat nerobos hujan hm? Udah tau punya badan lemah," omel Naza, sisi emak-emaknya keluar kali ini. "Lo kalo tidur lagi gue siram nih, bangun gih! Sakit tuh jangan dibawain tidur, yang ada makin parah!"

Rily diam, Naza sangat persis dengan Amor, Mamanya. Semenjak kejadian hari itu, Rily tidak lagi pernah bertemu dengan Mamanya atau hanya sekadar kebetulan bertemu. Mereka saling menghindar satu sama lain, rasanya belum siap bertemu dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.

"HEH!"

Rily berdecak, dan segera bangkit lalu meraih gelas berisi teh jeruk hangat yang dibuatkan Naza, di atas nakas. "Za, keluar yuk, kan weekend."

"Lo sekarat gini, malah ngajakin keluar."

Rily mengerucut. "Cuma pilek Za, gak sekarat." sahutnya kesal.

Naza mengedikkan bahu, kembali memainkan ponselnya. "Lo mau sarapan gak?" tanya Naza, menatap Rily yang sedang menyeduh teh jeruknya.

"Gak selera, hambar lidah gue. Lo sih, nyuruh gue keluar tadi malam. Kan jadi gini ...."

"Lah kok gue? Kan lo yang kalah, kemarin-kemarin gue yang kalah, terima hukuman aja. Nggak ada protes tuh, emang lo nya aja yang nekat nerobos hujan. Di culik Om-Om, baru tahu lo."

Kalo Om nya kak Vian sih gakpapa. Rily terkekeh pelan.

"Napa lo ketawa-ketiwi? Pilek bikin lo sinting?"

"Astaga Naza .... lo tuh ya!"

Naza menyimpan ponsel. "Buruan abisin, terus ikut gue ke depan."

Rily mengangguk saja, ia meneguk tehnya hingga tandas. "Mau kemana Za?" tanya nya saat Naza memakai jaket.

"Sarapan, tempat Mba Yuyu." ucapnya dan memasukkan dompet kecil ke saku piyama yang ia kenakan.

Rily berdiri dengan lesu, berjalan lunglai menuju lemari. Ia mengambil cardigan rajutnya di dalam lemari, kembali menutup pintu lemari. "Lo aja yang makan, gue nemenin doang." ucapnya sembari mengenakan cardigan.

"Serah lu aja."

Rily mengikuti Naza keluar kamar, dari belakang. Ia baru saja menutup pintu, sedangkan Naza sudah menuruni tangga. Saat hendak berbalik pergi, Rily tidak sengaja bertemu Raylan yang juga baru keluar dari kamar sebelah.

Mereka saling tatap, sama-sama berhenti bergerak. Suasana berubah menjadi akhward, tidak seperti biasanya. Bahkan Raylan yang tengilnya minta ampun, tiba-tiba berubah kalem.

Ini bukan mereka yang biasanya, yang saling jahilin satu sama lain. Kok sekarang jadi diem-dieman?

"RILY! BURUAN!"

"Eh?" Rilly tanpa kata berlari kecil meninggalkan Raylan dengan bahu yang langsung merosot. Matanya menyayu, menatap kepergian sang adik dengan rasa bersalah yang menggrogoti dadanya.

Sedangkan Rily, ia hanya berusaha menepis rasa rindu pada Raylan. Ia rindu, pada suasana dulu, ketika semuanya belum terjadi. Saat semuanya masih baik-baik saja, Rily rindu saat-saat itu.

Naza menghela napas. "Ril, tumben gak ngebacot." ujarnya sembari membuka pagar rumah. "Mang! Naza pergi dulu, assalamualaikum!"

"Iya neng! Walaikumsalam..." sahut Mang Ali di dalam pos, ia kembali menyeduh tehnya.

You Hurt Me!Where stories live. Discover now