5. Sepayung

1.1K 256 30
                                    

"Non Vio lagi di kamarnya, Pak. Saya udah coba bujuk dia, tapi..."

Sejak tadi Bu Taris tak henti mengekori Raka dari arah belakangnya. Kedatangan pria itu di rumah ini terlalu mengejutkannya. Biasanya Raka akan tiba pada pukul tujuh malam setelah ia pulang kerja, tapi sore ini dia sudah pulang lebih dulu di rumah.

Gerakan pelayan wanita tua itu ikut terhenti di ambang pintu, ketika Raka telah membuka langsung pintu kamar Violet.

CKLEK

"Papa!"

Di sana Violet turun dengan cepat dari atas kasurnya, lalu menghampiri papanya dari depan pintu kamarnya. Raka pun langsung mendekapnya dengan erat. Jelas sekali, gadis kecil ini telah menangis sejak sebelum kedatangannya di rumah.

"Vio udahan ya nangisnya, sayang. Papa udah pulang nih." Tangan Raka terus mengelus puncak kepala anaknya itu, ia ingin memberikan aliran ketenangan kepada Violet.

Dalam satu kali tarikan, Violet kini sudah berada di gendongannya. Raka membiarkan tangisan sang putrinya itu membasahi kemejanya yang sudah tak bersih lagi.

Sebelum berbalik, Raka hendak menanyakan sesuatu dengan Bu Taris yang masih berada di belakangnya.

"Mamanya Vio kemana, Bu?"

"Tadi siang dia pergi karena ada urusan di kantor."

"Dan mobilnya masih ada?"

"Itu.."

Untuk yang satu ini Bu Taris sedikit ragu untuk menjelaskannya. Ia takut jika Raka nanti tak suka mendengarkan penjelasannya yang berkaitan dengan mama Violet.

"Erlo yang jemput dia tadi?" tebak Raka mengenai keraguan Bu Taris.

Pelayan Wanita itu mengangguk. Raka sudah sering mendengarkan alasan itu, jadi bukan masalah lagi untuknya. Tapi baginya, sesibuk apapun Iris dengan orang lain, ia sangat tak suka jika Violet harus wanita itu ditinggalkan seperti ini.

Bu Taris langsung pamit dari hadapan keduanya. Ia berbalik ke dapur untuk menyiapkan makan malam Raka dan Violet.

Sedangkan kedua ayah dan anak itu, Raka masih berusaha untuk menghentikan tangisan Violet. Ia lantas mendudukkan gadis kecil itu di pinggiran ranjangnya. Raka berjongkok selagi mengusap air mata Violet yang terus keluar.

"Kalo Vio sering nangis, nanti air matanya bisa habis. Entar Vio nggak bisa lagi nangis untuk seterusnya." Pria itu kemudian tersenyum tipis.

Kini Violet hanya mengeluarkan sedikit isakannya dan mulai merasakan ketenangan.

"Cantik," puji Raka setelah Violet sudah berhenti dari tangisannya.

"Papa..." Violet mengadu dan nada suaranya seolah meminta Raka untuk tidak lagi meninggalkannya.

"Malem nanti papa bakalan bacain cerita buat Vio. Papa bakalan di kamar, Vio."

"Papa jangan pergi."

"Papa nggak akan pergi, sayang."

"Tapi mama pergi."

Senyum Raka meluntur. Mendengar ucapan sang putrinya ia merasakan kembali sebuah sesak yang sangat ingin ia enyahkan. Ingin sekali ia meminta pada Violet untuk tak bergantung lagi pada wanita itu, sekalipun ia adalah ibunya.

Alhasil Raka hanya bisa menghembuskan napasnya, "Vio udah mandi?" tanyanya.

"Sekarang Vio mandi dulu ya, papa panggilin Bu Taris-"

"Nggak!" Tapi Violet memotongnya dengan cepat.

"Vio mandi dulu. Badan Vio udah bau, 'kan nggak enak. Badan papa juga bau nih. Ya?"

butterfly disaster Where stories live. Discover now