18. Pesta Ulang Tahun

913 211 36
                                    

Hari Jum'at pagi, tanpa ada sepengetahuan siapapun, sebuah Mercedez Benz hitam baru saja tiba di depan halaman rumah panti asuhan Mentari Kasih.

Sang pemilik bahkan tak tahu sama sekali dengan kedatangannya kali ini. Benar-benar mengejutkan, terlebih lagi saat ada satu mobil lainnya yang juga datang ke sini.

Azka keluar dari mobilnya segera, ia berdiri lebih dulu di depan pintunya. Lalu ia memberi perintah kepada sopirnya untuk segera mengeluarkan beberapa barang yang dibawa dari satu mobil lainnya.

Segera saja seluruh penghuni rumah ini berhamburan keluar untuk menyambut kedatangan tamu yang tak lagi asing untuk mereka. Anak-anak begitu antusias melihat beberapa orang yang sibuk hilir mudik di dekat mobil mewah tersebut.

Bu Yuni buru-buru muncul di tengah kerumunan anak asuhnya. Ia dengan penampilan dasternya yang tampak basah di bagian bawahnya, begitu terkejut melihat Azka yang rupanya berada di sini.

Beliau hendak berbalik untuk mengganti bajunya segera, tapi Azka menahannya.

"Selamat pagi, Bu Yuni." Azka berjalan lebih dulu untuk menghampiri pintu depan rumah ini.

"Selamat pagi, Pak Azka. Haduuh.. maaf ya, Pak, saya tadi habis bersihin gudang belakang. Baju saya jadi basah semua gini. Saya mau ganti baju dulu—"

"Gak usah, Bu. Gak papa. Gak perlu repot gitu."

Bu Yuni hanya bisa menyengir malu di hadapannya, tapi tetap saja wanita ini tak nyaman hadir dengan penampilan kotor seperti ini di hadapan tamu pentingnya.

"Pak Azka, ini tumben pagi-pagi dateng ke sini? Saya pikir bapak lagi kerja sekarang," buka Bu Yuni.

"Saya mampir bentar ya, Bu. Maaf nggak ngehubungin ibu," balas Azka.

Bagi beliau ini bukan masalah biasa. Azka memang sering mendatangi tempat mereka, tapi sangat mengejutkan jika ia menghampirinya cukup pagi seperti ini.

Mata pria ini lebih dulu menyisir satu persatu anak-anak yang berada di depannya ini. Semuanya tampak masih kecil dengan kisaran umur di bawah tujuh tahun. Sebagian anak yang sudah berumur di atas tersebut ada yang tengah sibuk bersekolah.

Azka tersenyum melihat ada sosok Davin yang berada di barisan belakang anak-anak itu. Lalu ia memanggilnya dan jadilah sang anak sebagai sorotan dari mata-mata penasaran milik temannya.

Davin menghadapnya dengan pakaian mainnya yang biasa. Di tangannya ia memegang kain lap kecil yang tampak kotor itu.

"Davin lagi ngapain?" tanya Azka yang berdua langsung di hadapan anak kecil ini.

"Bantu ibu. Ngebersihin piring," jelas Davin.

Azka mengangguk pelan. Anak ini memang rajin.

"Om denger, Davin kemarin ulang tahun ya?"

"Iya."

"Mau hadiah?"

Tak ada respon, Davin hanya diam. Ada ragu yang menyelimutinya untuk tawaran Azka tersebut.

"Davin mau nggak?" tanya Azka sekali lagi.

"Tapi buat temen Davin ada?" tanya Davin balik. Ia tak ingin memikirkan hadiah itu hanya untuk dirinya seorang.

Azka mengangguk. Ia merasa bangga akan rasa berbagi yang diberikan dari anak ini.

"Ada. Om bawa hadiah yang banyak buat kamu. Davin mau sepeda?"

Anggukannya terlihat begitu semangat. Langsung saja, beberapa orang suruhan Azka datang membawa sepeda kecil dan juga membawa banyak bingkisan di hadapannya.

butterfly disaster Место, где живут истории. Откройте их для себя