17. Gerbang Malam

891 205 17
                                    

Langkah kaki sudah Azka berhenti tepat di depan pintu masuk kelas itu. Netranya menangkap keberadaan dua sosok di sana yang tengah beradu dalam kalutnya mereka. Yang satu sibuk meneriaki untuk segera pergi dan yang satunya lagi hanya bisa pasrah dan bahkan menyerah untuk terus meyakinkannya.

Entah sudah berapa kali ia harus menontoni pertunjukan ini. Sama-sama membuka trauma dan sama-sama lelah dengan apa yang mereka lakukan.

Azka tak langsung mendatangi keduanya, ia menikmati bagaimana suara itu bergema mengeluarkan rasa sakitnya.

"Anora.." Suara Raka kembali bersahut, tapi yang dipanggil seolah tuli kepadanya.

"Berapa kali lagi aku harus dibiarin kayak gini?"

"Dibiarin gimana, Raka? Aku nggak ngerti maksud kamu."

"Kamu ngelihat aku kayak seonggok luka. Kamu selalu takut, bahkan kita—"

"Raka, kita nggak sedeket itu. Nggak ada hubungan di antara kita yang bisa dianggap wah. Aku cuman guru dari anak kamu dan kamu orang tua dari murid aku—"

"Ra—"

"Tolong Raka, tolong. Aku udah nganggep kita-kita baik-baik aja sekarang—"

"Aku belum puas. Aku nggak bisa nganggep itu baik-baik aja, aku nyimpen rasa sakitnya juga, Ra!"

"Udah! Aku mohon udah! Raka, kamu bisa keluar. Tolong, tinggalin aku!"

Puncaknya sampai salah satu pemeran itu lelah berdebat dengan lainnya. Anora memejamkan matanya dan napasnya terdengar terputus-putus. Begitu syarat akan rasa sakit dan nyeri di hatinya, pertanda bahwa ia sudah lelah.

Dan Raka tak bisa melakukan banyak hal lagi selain ia diam dan menerima. Azka yang melihatnya tak tahan untuk mengeluarkan senyumnya. Pertunjukan yang menarik dan membuatnya kurang puas. Ia membutuhkan lebih lagi rasa sakit untuk pria itu.

Jadi beginilah caranya karma bekerja. 

Tujuan awal ia mendatangi ke sini membuat ia kehilangan niatnya segera. Azka berlalu duluan, tak ada niatan untuk menyelamatkan Anora lagi. Ia akan memberi waktu kepada gadis itu untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu.

___________

Sebelas tahun yang lalu. Di depan gerbang sekolah yang penuh dengan darah...

Pukul dua siang Anora baru bisa pulang dari sekolahnya setelah ia disibukkan dengan kegiatan ekskul pada sebelumnya. Sekolah akan mengadakan festival untuk acara ulang tahun nanti, maka setiap ekskul wajib mengikuti bazar yang akan diselenggarakan.

Anora baru bisa pulang setelah semua anggota ekskul telah pulang lebih dahulu. Pada diskusi mereka tadi, ia ditunjuk sebagai bendahara untuk penyelanggaraan bazar mereka nanti. Ada banyak arahan yang diberikan dari ketua kepadanya.

Saat itu ia tengah berjalan sendirian dan gerbang sekolah sudah terlihat sepi walaupun sekolah belum ditutup. Masih ada anak kelas dua belas yang menghuni di sini, mereka mendapatkan pelajaran tambahan setiap harinya sampai jam tiga sore.

Sedangkan anak kelas sepuluh dan sebelas selalu pulang setiap pukul dua belas siang. Begitulah siklusnya, ketika sudah memasuki kelas terakhir, maka semua murid akan mengikuti pelajaran tambahan yang befokus untuk ujian nasional dan masuk perguruan tinggi.

Anora melihat dari kejauhan motor tua sang ayah yang tiba-tiba terparkir di depan gerbang sekolah. Beliau mendatanginya dan hal ini cukup mengejutkan Anora.

butterfly disaster Where stories live. Discover now