21. Burai

862 206 30
                                    

Pukul sembilan pagi, keributan di rumah besar itu sudah tak dapat dibendung kembali. Baik kedua insan itu telah mencoba untuk menahannya selama ini, tapi karena satu permasalahan, maka semuanya harus hancur lagi.

Perebutan hak asuh anak menjadi topik sensitif untuk kedua orang tua itu. Baik Raka dan Iris, mereka ingin mengambil alih hak asuh Violet di tangan masing-masing. Iris tahu, itu tak akan mungkin untuk Raka mendapatkannya. Tapi Raka juga punya bukti mengapa ia bisa mendapatkan hak asuh ini nantinya.

"Perceraian kita udah di depan mata. Bisa kamu lebih fokus ke bagian ini? Kamu jangan anggap main-main apa yang aku lakuin." Suara Raka menggelegar duluan dari depan meja makan tersebut. Kopi yang berada di tangannya tadi, sudah tak menjadi seleranya sekarang.

"Siapa yang main-main?? Aku juga udah serius." Dan Iris juga tak mau kalah untuk menenjukkan egonya di hadapan Raka.

"Oke, Sabtu depan kita sidang—"

"Aku nggak bisa."

"Apa!?"

"Aku ke Bali. Peluncuran toko baru aku di sana."

"Kamu bilang nggak main-main, tapi kamu main-main kayak gitu!"

"Karir aku juga nggak main-main! Ya udah sih, tinggal cerai aja."

Raka mendengus. Iris benar-benar sudah keras kepala dan tak ada keinginan menurut kepadanya sama sekali. Apa yang ia lakukan juga untuk kepentingan mereka.

"Kamu anggap ini enteng? Nggak mudah, Ris, ngelakuin perceraian kayak gini! Banyak korban yang harus tersiksa karena kita, termasuk Violet," sahut Raka yang menatap Iris tengah membuang pandang darinya.

"Terus.. kenapa kita cerai?" Suara Iris memelan di akhir pertanyaannya.

"Untuk apa kalo kita sama-sama nggak bisa satu lagi? Kamu kira aku bakal diem aja ngelihat pasangan aku udah sering deket sama orang lain!?"

Topik perceraian selalu berat untuk keduanya. Tak mudah untuk Raka mengajukan perceraian di rumah tangganya, bahkan menandatangani surat cerai pun akan memakan waktu selama ini.

Tapi ini harus ia lakukan juga. Ia tak bisa bertahan di satu hubungan yang terus menerus renggang. Jika keduanya sering sakit, maka ada harus cara untuk bisa kembali sembuh. Sakit sudah terlalu parah, maka pisah adalah jalan yang tepat untuk diambil.

"Aku bisa ambil hak asuh Violet," ucap Raka.

"Hak asuh!? Violet berhak di tangan aku!" seru Iris.

"Iya, Violet memang berhak untuk kembali ke mamanya. Tapi itu percuma kalo kamu nggak cakap buat ngasuhin anak. Kamu sibuk dengan semua karir kamu yang terlalu bikin buta itu!"

"Jangan harap! Violet tetap ada di aku!"

"Aku bisa bilang ke pengacara aku dan kami bisa ngajukin ke hakim kalo aku juga berhak untuk ngedapetinnya."

Matanya terpejam menelan satu persatu pil pahit yang diberikan oleh Raka tersebut. Iris sudah tak menahan segalanya, termasuk hak asuh anak yang rupanya Raka mati-matian berusaha merebutnya.

"Benar..," lirih Iris, "menikah dengan kamu ibarat masuk ke mimpi buruk. Aku kehilangan segalanya dari karir aku yang bebas, bahkan anak juga...," sambungnya.

"Apa dipikir cuman kamu doang!? Aku juga nikahin kamu karena terpaksa! Nggak inget dulu kamu mati-matian ngemis dengan aku!? Semuanya buat bisnis kamu itu! Bahkan kamu juga ngegoda mama aku buat bisa ngedapetin aku!"

Langkah Raka berjalan mendekati Iris yang sejak tadi terdiam di dekat sofa depan televisi. Matanya menatap tajam ketika mengingat bagaimana semua yang terjadi di dahulu bisa menghancurkan keduanya saat ini.

butterfly disaster Where stories live. Discover now