45. Berakhir

901 58 5
                                    

Beberapa bulan yang lalu. Rumah sakit dan ayah.

Perjalanan menuju rumah sakit tak membutuhkan waktu yang lama, hanya belasan menit saja dari rumah dan kebetulan pagi itu tak terlalu macet. Raka dan ibu pun akhirnya sudah sampai di tempat.

"Kamu hapal, 'kan jalan pulangnya?" tanya ibu.

"Eh- ibu, Raka boleh ikut jenguk ayah juga?" tanya Raka balik.

Sesaat ibu terdiam, namun beliau mengizinkannya juga. Raka menjelaskan bahwa ia dulu pernah melihat ayah saat menjemput Anora di sekolah. Ia satu SMA dengan anak perempuannya itu.

Ibu pun mengizinkannya dan mereka pun berjalan di koridornya. Raka terus mengekori ibu saat memasuki paviliun pasien. Selama melangkah, detak jantungnya menaik sedikit cepat dari biasanya. Ini adalah pertemuan perdana Raka dengan ayah Anora setelah sepuluh tahun berlalu. Di sela-sela langkahnya itu ada beberapa memori yang menyelinap memasuki pikirannya.

Terutama memori perihal ia yang meninggalkan Anora dan ayah seorang diri, saat beliau meminta pertolongan karena sakitnya yang mendadak kambuh di depan gerbang sekolah. Raka seorang diri menyaksikan semua kesedihan dan kepanikan itu terjadi.

Dan ia menyesalinya sampai hari ini. Berharap tangannya bisa menyergap cepat tubuh beliau yang ambruk di sana dulu dan membantu gadis itu untuk menghilangkan tangisannya di sana.

Kamar ayah berada di ruangan nomor sebelas. Saat memasukinya, kamar ini mempunyai dua kasur yang berbeda, saat itu kasur yang satu sedang kosong. Ayah berada di dekat pintu dan beliau sudah terbangun lebih dulu di sana.

Pandangan ayah sudah tertuju duluan padanya. Ibu memperkenalkan sejenak dirinya pada ayah.

"Ini temennya Anora, dia mau jenguk ayah," jelas ibu lebih dulu perihal kehadiran sosok asing ini.

Raka tersenyum dan meminta salam padanya. Ayah ikut tersenyum selagi terbaring di sana.

"Kamu... darimana Anora dapet temennya secakep ini." Itulah kalimat pertama beliau waktu memujinya.

Lagi, Raka terkekeh mendengarnya, "Saya temen SMA-nya dulu. Saya pernah lihat ayah waktu jemput Anora," jelasnya.

"Temen sekelasnya?" Giliran ibu yang bertanya.

"Kakak kelasnya," sahut Raka.

Kedua orang tua itu menoleh kebingungan, setahu mereka anak perempuannya itu terlihat jarang berdekatan dengan seseorang, apalagi memiliki teman laki-laki. Ayah dan ibu hanya mengenal Sella sebagai teman dekatnya.

"Gak mungkin! Terus gimana kalian ketemu lagi sekarang? Perasaan Nora gak pernah deket sama cowok." Ayah membantah.

"Anora kerja di tempat kursus anak saya. Di situ ada temen Anora yang lain dan kita saling kenal semua," cerita Raka.

Mata ayah sedikit melotot, "Kamu udah punya anak?"

"Iya ayah."

"Oalaahh... lagi liburan ya sekeluarga di sini? Ajak juga anak sama istri kamu ke rumah gak papa," sela ibu.

Ada ragu sedikit untuk menjelaskan dirinya yang sebenarnya. Namun saat ini ia ingin terlihat jujur dan apa adanya di hadapan kedua orang tua Anora ini.

"Saya duda. Anak saya lagi liburan di rumah neneknya." Kepalanya tak terasa gatal, namun Raka sesekali menggaruknya. Ini suasanya yang cukup canggung.

Ibu dan ayah hanya terkekeh saja mendengarnya.

"Tadinya ibu kira kamu temen kerjanya Anora."

butterfly disaster Where stories live. Discover now