38. Dalam Mimpi Kita

472 77 17
                                    

Ruang latihan mereka cukup besar untuk menampung banyak orang. Ada waktunya dimana satu hari penuh lampu-lampu di sana akan terus hidup karena semua penari berlatih keras untuk sebuah pertunjukan besar.

Helena berada di sana, di barisan paling belakang di keramaian orang-orang tersebut. Semuanya tampak berbisik membicarakan pertunjukan apa yang akan mereka bawa nanti. Ia tak sempat bertanya dan lebih memilih pasrah jika sewaktu-waktu ia akan menjadi penari sampingan lagi.

Mimpi-mimpi peran utama yang selalu tenggelam di angan-angan. Saking terlalu banyak harapan, ia sampai lelah dan tak ingin lagi mengucapkannya dalam satu kali ini.

Dan tibalah sang kepala pelatih, Ira, seorang wanita paruh baya bersama seorang pria yang umurnya tampak sama dengannya. Dilihat dari penampilannya yang rapi dengan balutan jas hitam itu sepertinya ia adalah sponsor mereka kali ini.

"Selamat pagi semuanya. Semoga kalian semua tidak terkejut kalo saya minta kumpul di pagi hari." Beliau- perempuan paruh baya tadi membuka pagi mereka. Di sana ia memperkenalkan pria di sampingnya itu dan benar saja jika sosoknya adalah sponsor di sini.

"Kita ada pertunjukan lagi habis ini dan saya yakin ini adalah mimpi kalian semua dari dulu. Kita akan main Swan Lake bulan depan nanti dan beberapa pelatih balet dari Perancis akan merekrut kalian di sini. Persiapkan diri kalian terutama untuk para gadis muda di sini." Ira tersenyum begitu mendengar kehebohan kecil para penari wanita di sini.

Sedangkan itu, mata Helena tertuju pada salah satu penari di sana. Elina. Kemarin dia menjadi pemain utama di pertunjukan The Nutracker. Pemain yang digadang-gadang paling sempurna dan selalu dipilih di setiap saat. Jika benar tebakannya, maka kali ini dia yang pasti akan menjadi Angsa Putihnya.

Namun seseorang juga mencuri perhatiannya. Bagaimana dengan perempuan yang sempat berbicara dengan Azka tadi? Dia ada di sini juga, berdiri di barisan depan bahkan menghadap langsung pelatih mereka.

"Sebelumnya, saya akan memperkenalkan kepada kalian, satu anggota baru. Dia murid saya dulu sampai akhirnya dia pindah ke New York." .

Sesuai perkiraannya, perempuan itu berjalan setelah sang pelatih mengajaknya untuk maju. Semua orang fokus padanya, dilihat dari gestur tubuh ia benar-benar mirip seorang balerina yang sudah berpengalaman.

"Namanya Catherine. Dia pindahan dari New York dan dia akan jadi Angsa Putih di pertunjukan kita," sambungnya.

Semua orang di sana lantas terkejut. Pelatih mereka langsung memilihnya saat itu juga. Helena tak merespon apa-apa saat mendengarnya, tapi semua orang lantas melirik pada Elina. Semua dugaan mereka salah, padahal gadis itu sering menjadi murid andalan pelatih mereka untuk menjadi pemain utama di setiap pertunjukan.

Segala bisikan itu perlahan membesar, membicarakan siapa posisi masing-masing nantinya. Ira segera menghentikan semua itu dan berlanjut mengambil mangkok besar yang berisi banyak gulungan kertas di dalam sana.

"Saya bakal ngasih kesempatan buat semuanya memainkan peran utama lainnya. Saya akan mengundi untuk siapa selanjutnya yang akan menjadi Odile si Angsa Hitam, pangeran, dan lainnya."

Kejutan ini tak pernah berakhir. Semua kembali terdiam begitu nama mereka dipertaruhkan di dalam undian tersebut. Yang mengambilnya kali ini adalah pria sponsor mereka. Tak perlu lama sampai satu gulungan itu keluar dan semuanya mengantisipasi untuk yang satu ini.

"Untuk yang pertama, silahkan Pak."

"Black Swan.... Helena."

DEG!

Seluruh mata itu dengan cepat langsung beralih padanya. Helena merasakan debaran jantung yang tak keruan begitu namanya tersebut di sana. Ia menatap satu persatu pasang mata itu dengan penuh kebingungan, entah harus bereaksi apa yang pasti tidak hanya mereka saja yang terkejut, namun dirinya juga tak kalah terkejut.

butterfly disaster Where stories live. Discover now