27. Badai Prahara

664 114 4
                                    

The Nutracker Show

"Bapak yakin mau ke sini?"

Tak ada suara dari yang ditanya, tapi dari spion dalam tersebut terlihat sang tuan hanya mengangguk untuk membalasnya. Damian membawa sang tuannya menuju salah satu gedung teater yang hari ini menyajikan pertunjukan balet di sana. Perjalanan mereka tak memakan waktu lama, begitu tiba di depan gedung, para penonton sudah tampak ramai memenuhi bagian tersebut. Kebanyakan didominasi oleh masyarakat biasa, terlihat dari beberapa anak kecil yang memakai rok khas balerina dengan bermacam-macam warna.

Azka sudah berdiri di sana dengan setelan jas santai berwarna biru dongker, warna favoritnya seperti biasa. Di tangannya ia menggenggam buket mawar merah muda yang tampaknya akan diberikan untuk seseorang di sini. Ia pun segera masuk dengan Damian yang mengikuti di belakangnya.

Pertunjukan ini memang pertunjukan yang biasa saja. Maksudnya, lebih banyak diisi oleh masyarakat biasa yang ingin mencari hiburan dari pertunjukan balet, tiketnya pun cenderung murah dibandingkan satu pertunjukan lainnya. Swan Lake sempat disarankan oleh Damian kepada Azka karena pertunjukan tersebut lebih berkelas dan hanya orang-orang tertentu yang bisa menontonnya. Kalangan para pejabat, pengusaha, dan aktor ternama kerap menontonnya.

Pertunjukan dimulai lima belas menit kemudian dengan menghabiskan durasi satu setengah jam para pemain benar-benar menampilkan keahlian mereka di atas panggung. Azka kerap mencuri pandangan ke salah satu pemain di sana, yang bukan seorang pemeran utama hanya penari tambahan, tapi kehadirannya di sana benar-benar sangat cantik.

Ketika acara berakhir, ia segera meminta penjaganya tersebut untuk membiarkan ia pergi menuju belakang panggung sendirian.

"Permisi, ada yang namanya—"

"Ya, Pak?"

"Gak jadi, udah ketemu orangnya."

Seorang perempuan terlihat tengah melepaskan sepatu tarinya di lantai bawah dekat meja rias, Azka menangkap keberadaannya dengan cepat.

"Selamat buat kamu."

Buket tersebut segera disodorkannya dan sang penerima yang tak tahu kehadirannya itu terkejut saat melihatnya.

"Pak—Pak Azka!? Bapak ke sini??"

Azka tersenyum dan perempuan itu masih terkejut melihatnya. Helena lah, sang penari yang menerima buket itu.

"Kok bapak gak bilang?? Eh—maksud saya,  bapak—saya bisa kabarin bapak kalo mau ketemuan dulu."

"Nggak papa. Saya gak lama kok di sini."

Helena tersenyum sipu, "Makasih banyak ya, Pak. Kayaknya... saya belum bisa seperti yang bapak pengen dulu."

"Emangnya saya pengen apa?" Azka bahkan sudah lupa dengan ucapannya dulu, tapi Helena mengingatnya bahkan sempat menjadikannya sebagai motivasi.

"Saya belum bisa jadi pemeran utama."

"Oh itu... saya 'kan minta kamu jadi pemeran utama di Swan Lake nanti..."

"Haduuh, Pak... saya jadi banyak beban ini."

Keduanya tertawa, menganggap ucapan tersebut hanyalah guyonan biasa. Tapi sedari dulu Helena sempat memimpikan hal tersebut. Menjadi Odette di pertunjukan Swan Lake, sebuah mimpi untuk para penari di sini. Tapi itu terdengar sulit, ada banyak penari yang lebih cantik, tinggi, dan memenuhi kriteria untuk menjadi pemeran tersebut.

Helena apalah daya, ia lebih banyak mengalami cedera entah karena terjatuh atau terlalu banyak latihan. Bahkan titiknya sampai ia cedera hamstring dimana ototnya mengalami robekan karena aktivitas melompat dan berlarinya sangat tinggi.

butterfly disaster Where stories live. Discover now