24. Stroberi, Aroma, Dekapan

1.5K 201 44
                                    

Kilometer 4

Ada satu arena balap yang baru dibuka dan menjadi buah bibir bagi setiap anak muda di ibu kota. Tempat itu terkenal setelah banyak selebriti dari berbagai platform sosial media kerap menghampiri ke sana. Tapi ada peraturan sana yang tak memperbolehkan bahwa semua orang bisa memasukinya. Hanya beberapa kalangan saja, terutama mereka yang mau dirogoh ongkos lebih banyak untuk bermain di tempat itu.

Azka menyebutkan bahwa Kilometer 4 adalah tempat yang paling payah yang pernah ia kunjungi di Jakarta. Tempat yang sudah hilang keelitannya karena terlalu banyak bocah labil yang kebelet eksis tanpa tahu cara menikmati dan bermain dengan sesungguhnya di sini.

Kilometer 4 tak lebih dari sebuah kelab yang memiliki arena balap mobil maupun motor. Azka sebenarnya ogah ke tempat ini, tapi terkadang ia membutuhkan sesuatu untuk mengeluarkan adrenalinnya dan balapan menjadi pilihannya akhir-akhir ini.

Maka ia pergi memasuki tempat ini, dengan setelan khas berupa jaket kulit hitam dan boots dengan warna senada, ia merasa kembali menjadi anak labil umur dua puluh tahunan dulu.

Azka menghampiri salah satu temannya yang sedang duduk di pojok ruangan itu. Seorang laki-laki dengan rambut pirang tengah menghisap vapenya di sana.

Namanya Victor—Vic, kerap ia sapa dengan panggilan itu. Teman yang sempat menemaninya selama berkuliah S2 di Amerika beberapa tahun yang lalu. Dan yang menjadi 'pengendali' di tempat ini.

Azka datang lalu terduduk di kursi seberangnya tanpa perlu menyapa sedikitpun.

"Mau main lagi?"

"Ya."

"Tuh."

Tanpa menoleh padanya sekalipun, Victor menyerahkan rokok elektrik itu kepadanya. Azka menaikkan satu alisnya melihat kemasan berwarna silver itu.

"Rasa?"

"Apa sih—gue lupa, tapi enak loh. Kayak yang dipake sama Awkarin."

"Awkarin make rasa apa?"

"Gak tahu anjir, TokyonarillaAmerican breakfast. Gak tahu, nama vape pada aneh-aneh semua."

Azka mendengus, ia segera mengambilnya dan mulai menghisapnya dengan pelan. Sensasi pahit dan harum dari cairan itu memasuki tenggorokannya seketika, tapi ia tak bisa menikmati sepenuhnya.

Azka terbatuk segera begitu mengetahui rasa vape itu, "Stroberi!??" Ia memekik dan menatap temannya dengan tak percaya.

Victor terdiam dan dibuat kebingungan dengan reaksinya, tapi tak berapa lama ia juga ikut terkejut.

"Lo alergi?? Gue nggak tahu, gue asal nyomot aja waktu itu. Tapi gak papa sih, enak 'kan?"

"Gak. Kayak vapenya bocil."

"Bocil mana ada ngevave, Az."

"Vape yang rasa buah-buahan itu adalah vape paling cupu sedunia. Vape payah."

Terserah, Victor tak peduli, tapi ia tahu kalau Azka kerap memilih rasa tertentu yang menurutnya enak dan kuat. Segera Azka menghentikan sejenak menghisap benda itu, hingga beberapa detik kemudian ia menghisapnya lagi.

"Tadi bilangnya gak suka," celetuk Victor.

"Gue lagi mau, jangan diganggu," balas Azka.

Satu kali Azka menghirup, asapnya segera membuyar cepat dan pekat. Menghasilkan gumpalannya yang menutupi sejenak pandangannya dan setelah semua itu hilang, ia dikejutkan diam-diam dengan kedatangan sesosok gadis yang duduk di samping Victor.

butterfly disaster On viuen les histories. Descobreix ara