Bab 11 - Hari Saat Ego Menguasai

873 160 4
                                    

"And show me secrets you didn't know was inside. No need for me to lie." – Beyonce.

Sesuai dengan rencana, Ayah dan Keanu pergi bersama kami ke penginapan. Mang Asep dan Bi Neneng, isterinya, menyambut kami dengan sukacita. Mereka bahkan membuatkan makan siang yang super lezat. Aku sampai minta resep ke Bi Yati yang dengan senang hati diberikannya.

Ayah melihat dan mengecek struktur bangunan, mencoba mendapatkan perkiraan kekuatan bangunan. Semua detail tidak terlewati olehnya, bahkan walau itu hanya berupa garis retak tipis seperti rambut. Di sampingnya, Keanu mencatat dengan tekun. Aku tahu setelahnya mereka akan memasukkan data tersebut ke dalam sistem untuk dianalisa.

Kami makan siang di gazebo. Berbeda dengan cuaca cerah saat tempo hari aku dan Kai ke sini, cuaca hari ini mendung dan berangin. Aku tidak bisa terlalu lama di gazebo dan memutuskan untuk masuk ke dalam penginapan sementara yang lain masih duduk di sana.

Kuputuskan untuk melihat-lihat lagi foto di kamar eyang puteri. Pintu di kamar eyang membuka dengan mudah. Mang Asep atau Bi Yati pasti meminyaki engselnya secara berkala. Seperti saat pertama kali datang, aku duduk di kursi meja rias dan melihat foto-foto yang ditempelkan di kaca rias. Aku tersenyum ketika kembali melihat ada foto Kai bersama keluarganya.

Kemudian aku melihat kalau ada laci-laci di meja rias itu. Dua laci teratas berisi dengan sisir, bros-bros dan hiasan sanggul. Aku mencoba membuka laci terakhir tersebut namun terkunci. Menimbang-nimbang sebentar, aku mengambil ponsel lalu mengirimkan pesan pada Kai. Tidak berapa lama, terdengar ketukan ringan di pintu dan wajah Kai muncul.

"Kenapa, La?" tanya Kai saat masuk.

"Sini deh, Kai. Aku nemuin laci ini terkunci. Menurut kamu ada apa di sini?" tanyaku sambil menunjuk laci yang terkunci.

"Entahlah," gumam Kai. Dia mencoba menarik laci seperti yang kulakukan sebelumnya. Terdengar suara berderak yang membuatku segera menghentikan aksinya. Takut kalau laci tersebut rusak.

"Aku boleh membukanya?" tanyaku meminta izin. Bagaimana pun secara hukum ini adalah milik Kai seperti juga penginapan ini menjadi miliknya.

Melihat Kai mengangguk aku langsung berdiri. Biasanya orang-orang zaman dulu menyimpan kunci tidak jauh dari tempat barang yang dikunci. Meskipun Mang Asep membersihkan ruangan secara berkala, laki-laki paruh baya itu pasti tidak akan berani mengusik benda milik majikannya.

Tanganku mencoba meraba bagian atas lemari pakaian tetapi tidak sampai. Kai menertawakanku yang sibuk berjinjit. Dia paham apa maksudku dan mencoba memeriksa bagian atas lemari. Sambil mengernyitkan dahi karena hanya menyentuh debu, Kai menggeleng tanda tidak ada kunci di sini.

Aku kembali berpikir. Apa yang biasanya dilakukan Ibu untuk menyembunyikan kunci. Perlahan aku berjalan menuju meja rias dan mencoba mengintip di baliknya lalu menyuruh Kai untuk menarik meja rias supaya ada ruang untuk menyelipkan tangan.

"Sumpah! Kamu kaya detektif-detektif di film deh, La," ujar Kai melihatku sibuk meraba bagian belakang kaca rias. Kuabaikan ucapannya karena ada yang menarik di sini.

"Dapat!" Aku mengacungkan kunci kecil yang diselipkan di antara kayu penyangga dan kaca yang sedikit berongga. Kai tertawa lalu mengikutiku berjongkok di depan laci. Kunci itu membuka laci dengan mudah.

Aku terpana saat melihat isinya. Sepertinya ada banyak sekali surat beserta amplop yang dijejalkan ke dalamnya. Selain itu ada juga buku harian yang terlihat sangat tua. Aku mengeluarkan salah satunya.

"Ini surat dari eyang Aurio untuk eyang puteri," kataku pelan saat melihat tulisan di amplop dengan perangko yang menunjukkan negara tempat surat itu dikirimkan.

I'm Inn Love (Tamat) Where stories live. Discover now