Bab 14 - Hari Saat Semua Dimulai

775 142 2
                                    

"Cinta karena cinta, Tak perlu kau tanyakan. Tanpa alasan cinta datang dan bertahta." – Judika.

Niatku untuk bertanya pada mama Mili harus kuurungkan karena selain tidak mau menambah beban pikirannya, aku juga sangat sibuk mengurus renovasi penginapan. Kondisi Kai juga kembali seperti semula keesokan paginya. Aku menduga kalau ada sesuatu yang menyebabkan dia merasa kesakitan. Mungkin pertanyaanku memicu otaknya untuk mengingat kembali dan itu menyakitkan.

Sepanjang perjalanan, aku terus mengawasi Kai tetapi sisa sakitnya malam itu sudah tidak terlihat. Gara-gara banyak kejadian pula, aku jadi lupa membaca surat antara eyang Aurio dan eyang puteri.

"Kamu udah baca surat eyang, Kai?" tanyaku pada laki-laki yang sedang serius menyetir.

"Belum sempat. Aku harus nyiapin materi baru untuk promosi online."

Kemarin Kai memang sibuk sekali. Meskipun serumah, kami bahkan hanya bertemu di jam makan siang. Itu pun dia hanya makan selama lima belas menit sebelum menghilang kembali ke ruang kerja.

Sepanjang sisa perjalanan, aku dan Kai hanya mengobrol ringan tentang gosip tanah air atau tentang desain interior yang kami cita-citakan. Aku sengaja tidak memilih topik yang berat.

Sesampainya di penginapan, aku turun dari mobil membawa berbagai macam bahan makanan untuk stok Mang Asep dan Bi Neneng. Mereka bersedia untuk menyiapkan makanan bagi para pekerja. Kai sudah meminta izin untuk pengerjaan renovasi juga ke kepala desa yang dengan senang hati menyetujui. Rupanya eyang Aurio dikenal oleh penduduk desa ini, sehingga berita mengenai berita renovasi cepat menyebar luas.

Ayah dan pekerja yang akan membantu kami beserta dengan arsitek sudah datang. Mereka sedang sibuk mengukur segala sesuatunya. Ayah mengenalkazn kami dengan Pak Dirza, sang arsitektur. Ketiga pekerjanya, Pak Udin, Pak Nanang dan Pak Narim juga dikenalkan kepada kami. Berdasarkan perkiraan, pekerjaan akan selesai dalam tiga bulan ke depan. Pak Dirza juga menerangkan bahwa pekerjaan akan dilakukan untuk bagian bawah terlebih dulu sesuai dengan kesepakatan.

Segala sesuatunya sudah didiskusikan dari jauh hari sehingga hari ini kami hanya mengecek untuk memastikan dan para pekerja langsung bekerja. Aku dan Kai duduk di gazebo untuk melihat-lihat sampel keramik. Kemarin kami memang belum membeli keramik, baru melihat-lihat saja.

"Kai, kalau aku mau rumah ini punya alat pemanas air, bisa nggak?" tanyaku tiba-tiba. Ini benar-benar ide baru. Tadi aku ke toilet dan langsung terkejut karena airnya sangat dingin. Kupikir, tamu penginapan mungkin akan lebih nyaman jika ada air panas.

"Seharusnya sejak dulu di sini ada solar water heater, La. Eyang puteri kan nggak suka air yang terlalu dingin."

Mendengar ucapan Kai, kutudungkan wajah saat mendongak untuk melihat atap apakah ada alat yang tadi disebutkan. Tidak terlihat apa-apa. Kebetulan sekali, saat itu Bi Neneng datang mengantarkan minuman hangat.

"Nuhun, Bi. Oh iya, Bi. Di sini ada pemanas air nggak ya?"

Bi Neneng tersenyum dan mengangguk saat aku mengucapkan terima kasih. Darinya aku mendapat cerita kalau sebelumnya, eyang memang memasang alat pemanas air. Namun setelah berhenti beroperasi, alatnya dilepas.

Kai tersenyum kecut saat mendengar kalau alatnya sudah dilepas. Ini berarti ada tambahan pengeluaran sekian belas juta lagi. Informasi ini segera kulaporkan pada ayah dan Pak Dirza. Mereka harus bersiap untuk memasang alat dan instalasi untuk pemanas air. Berhubung sebelumnya sudah pernah ada, sepertinya tidak akan sulit untuk memasang alat tersebut.

Hari itu aku dan Kai ikut membantu para pekerja untuk memindahkan barang-barang di ruang pertemuan atau ruang keluarga ke dalam salah satu kamar. Kami memang tidak bisa menambah jumlah pekerja, mengingat situasi saat ini tidak memungkinkan untuk membawa banyak orang ke desa ini. Selain itu struktur bangunan masih kuat sehingga renovasi tidak perlu mengganti rangka dan pondasi rumah.

I'm Inn Love (Tamat) Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon