Bab 13 - Hari Saat Dia Terlihat Rapuh

784 152 5
                                    

"Dan tak pernah terpikirkan olehku, Untuk tinggalkan engkau seperti ini." – Rapuh.

Aku menatap rekening yang sudah bertambah sesuai dengan harga emas yang kujual. Sambil tersenyum aku menatap Kai dan mengangguk. Dia mengembuskan napas lega. Hari ini semua dana sudah 100% siap. Kami akan memulai renovasi.

Beberapa hari yang lalu kami juga sudah mengunjungi penginapan bersama dengan tim arsitek dan desaing interior. Saat itu Kia nyaris memelukku berputar-putar, saking lamanya kami tidak bertemu.

Berdasarkan kesepakatan, bagian bawah akan direnovasi terlebih dulu kemudian baru bagian atas. Aku meminta tolong supaya kamar eyang di bagian bawah dikerjakan terlebih dulu. Supaya lebih dekat dengan proses renovasi, aku ingin agar kami bisa tinggal di sana. Awalnya Kai keberatan tetapi lalu setuju karena tahu aku mau terlibat dalam setiap proses yang ada.

Satu hal yang tidak kukira adalah bahwa renovasi adalah hal yang menyenangkan. Keanu mengirimkan padaku merek bahan-bahan dengan harga sesuai budget. Katanya salah satu hal yang membuat anggaran renovasi membengkak adalah membeli bahan-bahan yang tidak sesuai dengan anggaran.

Aku dan Kai berencana untuk berbelanja bahan-bahan bangunan hari ini. Kami sudah berdiskusi dan memutuskan untuk menggunakan cat daripada wallpaper. Meskipun godaan untuk memakai wallpaper sangat besar, tetapi Kai yang berkepala dingin mampu mematahkan keinginan itu. Dia bahkan membuat daftar kelebihan dan kekurangan antara wallpaper atau cat.

Di luar perkiraan, ternyata warna untuk cat dinding sangat banyak. Aku dan Kai sibuk berdebat untuk warna yang kami pilih sampai kami menelepon Kiana untuk menanyakan pendapatnya. Sahabatku itu sampai kesal mendengar kami berdebat.

"Guys, please be smart! Semua yang kalian inginkan bisa tercapai. Ila, coba lo buka file yang gue kirimin buat konsep masing-masing kamar. Kalian bisa beli warna cat berbeda untuk kamar-kamar itu. Ngapain juga, sih, kalian debat-debat nggak jelas gitu?"

Kutepuk dahi dengan kesal. Kenapa juga aku bisa lupa? Kumatikan sambungan telepon dengan Kiana yang terus menggeleng dengan kesal, lalu membuka file yang dikirimkan sahabatku itu.

Ada delapan warna yang bisa kami pilih sesuai dengan konsep. Cukup adil! Jadi masing-masing dari aku dan Kai bisa memilih empat warna. Melihat kembali konsep yang dikirmkan Kia, membuatku tersadar kalau dia sungguh berbakat. Kesan anggun, unik dan elegan jelas terlihat dari semua konsep yang dia tawarkan.

Masalah berikutnya adalah perdebatan untuk pilihan pintu bahkan gagang pintu. Aku baru sadar kalau seleraku dengan Kai ternyata berbeda. Kalau kupikir-pikir, kami juga menghabiskan waktu satu bulan penuh untuk berdebat saat menyusun rumah kami. Aku tertawa mengingat saat itu. Kai yang sedang memegang contoh gagang pintu menoleh dengan heran.

"Aku baru sadar kalau kita ini sungguh berbeda, Kai."

"Iya, dong. Kamu perempuan, aku laki-laki," sahut Kai sekenanya, kembali mengamati dan menimbang-nimbang gagang pintu mana yang akan dia pilih. Kucubit pinggang Kai yang langsung mengaduh.

"Untung aku sayang. Kalau nggak, udah kutambah itu cubitannya. Aku, kan, ngomong serius!" rajukku sambil cemberut. Kai tertawa mendengar rajukanku.

"Aku bercanda, Ila sayang. Iya aku tahu kita beda. Makanya itu yang seru. Kalau sama semua di antara kita, nanti cepat bosan. Jadi kamu mau yang ini atau yang ini?" tanya Kai.

"Gini, deh, Kai. Kamu pilih 4 kamar buat kamu dekorasi, aku pilih 4 kamar buat aku dekorasi. Terserah kamu mau gimana asal sesuai dengan konsep Kia." Kepalaku pusing memikirkan perdebatan kami karena masih ada banyak hal yang harus dipilih. Lantai kamar, kamar mandi, belum lagi perabotan. Kalau kami berdebat, pasti akan semakin lama memilih. Belum lagi harus memesan semen, pasir dan segala hal.

I'm Inn Love (Tamat) Where stories live. Discover now