Bab 15 - Hari Ketika Matahari Bersinar Cerah

787 138 0
                                    

"Rupa - rupa warna mambaur menjadi pelangi. Melingkari mendung berubah cerah." - Bandung Inikami Orcheska.

Aku berusaha melupakan cerita mama Mili tentang Kai kecil tetapi tidak bisa. Rasanya cerita itu seolah berputar dan berputar. Sekarang aku tidak bisa memandang Kai dengan cara yang sama. Hatiku ikut pedih melihat suamiku yang sempurna tidak lagi sempurna karena kejadian masa kecil yang tidak mampu diingatnya.

Mama Mili bilang Kai mengalami kecelakaan yang menyebabkan trauma. Ketika sembuh, Kai melupakan apa saja yang terjadi padanya dalam satu tahun ke belakang. Itu adalah masa-masa ketika dia banyak menghabiskan waktu di penginapan. Rentang waktu itu jugalah saat penyakit eyang puteri semakin parah.

Apa rasanya hidup dengan sepotong ingatan hilang? Meskipun hanya satu tahun yang hilang, tetap saja itu sangat berarti. Mama Mili juga bilang kalau dahulu, eyang puteri adalah kesayangan Kai. Bagi laki-laki bermata cokelat kesayanganku itu, eyang puteri adalah dunianya. Mungkin itu sebabnya Kai merasa sangat kesakitan malam itu. Pertanyaanku membangkitkan traumanya.

"Ila, kamu nggak apa-apa? Kamu keliatan pucat." Kai meletakkan gelas kopi paginya lalu menatapku lekat.

"Aku nggak apa-apa, kok." Semalam aku tidak bisa tidur. Pikiranku penuh tentang Kai dan segala hal yang terjadi di sekitarnya.

"Kamu yakin? Kamu ada tulisan yang harus diselesaikan?" tanya Kai lagi.

"Belum ada tulisan yang harus kuselesaikan, Kai."

"Aku baru saja berpikir-pikir. Bagaimana kalau kamu menulis novel. Mungkin bisa tentang renovasi penginapan kita ini?" usul Kai tiba-tiba.

Aku bukan tidak pernah memikirkan hal ini. Surat-surat dari eyang Aurio yang menimbulkan ide di kepalaku untuk membuat novel. Kugenggam jemari Kai sambil berkata kalau itu akan kulakukan.

"Baiklah. Kamu kembali ke tempat tidur setelah ini. Untuk makan siang, nanti kita pesan antar saja. Aku tahu kamu pasti nggak bisa tidur semalam, makanya pucat begini." Kai menggandengku masuk ke dalam kamar. Dia bahkan memastikan aku masuk ke dalam selimut dan menemani sampai aku tertidur.

"Kai, apa yang akan kamu lakukan kalau ada sepotong ingatan yang hilang?" tanyaku tiba-tiba.

"Apa ini untuk cerita tokoh dalam novelmu?" Kai balas bertanya.

Aku mengangguk. Terlalu takut untuk mengakui kalau aku ingin bertanya tentang dirinya. Masih terlalu dini untuk mengatakan banyak hal pada Kai terkait dengan ingatannya yang hilang.

"Kurasa akan sangat mengerikan kalau ada sebagian atau sepotong ingatan kita yang hilang. Bahkan kita nggak sadar." Kai tampak berpikir-pikir.

"Tapi, La, kurasa jika ingatan itu digantikan dengan hal yang lebih indah, mungkin hal itu tidak masalah."

Mungkin itu adalah jawaban yang mewakili diri Kai seutuhnya. Dia mengganti kenangan buruk dengan kenangan baru. Menciptakan ingatan baru yang lebih bisa diterima. Mungkin itu yang terjadi padanya dulu.

"Sekarang berhenti berpikir yang berat-berat. Riset buat novelnya nanti saja. Kamu harus tidur sekarang supaya imun kamu nggak turun." Kai menepuk tanganku. Dia bahkan menggumamkan lagu dengan harapan aku segera tidur. Perlahan aku tertidur dengan tangan masih dalam genggaman Kai.

Saat terbangun, kudapati matahari sudah tinggi. Aku berdiri hendak mengambil air minum di dapur. Ada Kai berdiri di sana, sedang menghadap kompor. Aroma yang tercium menandakan dia sedang memasak bubur gurih. Masakan yang aku suka saat sedang merasa tidak enak badan.

"Katanya kamu mau pesan makanan, Kai?" tanyaku pelan tetapi mampu membuat Kai berjengit kaget. Untung saja dia tidak memekik.

"Kamu ngagetin aku saja, La. Tadinya aku mau masak buat kamu tapi jadinya sekalian saja. Aku malas pesan-pesan. Kamu udah enakan?" Kai mematikan kompor lalu menghampiri untuk mengecek kondisiku.

I'm Inn Love (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang