3. Tak terduga

2.8K 211 17
                                    

Vio mengusap peluh yang membasahi keningnya. Setelah insiden tadi, dirinya terpaksa membolos karena seragam yang ia pakai juga kotor.

Altas? Jangan di tanya laki-laki itu di mana. Karena setelah mengucapkan kalimat sarkas, laki-laki itu langsung pergi meninggalkannya.

"Vio, kamu anter pesanan ini, ya. Alamatnya ada di situ. Sekalian kamu pulang," ucap Revi—teman kerja Violeta.

"Tapi mbak, Vio 'kan belum selesai kerjanya. Masih sampe nanti malem."

"Kamu udah dari tadi kerjanya. Sekarang kamu pulang, cuci baju, tidur, terus besok sekolah."

Vio tersenyum kemudian menganggukan kepalanya patuh. Dengan semangat empat lima, Vio langsung mengayuh pedalnya dan membelah jalanan kota Jakarta.

"Ini rumah apa gedung sekolah? Gede banget," decak Vio kagum.

"Dek. Nyari siapa?"

Vio terkesiap ketika sebuah suara berhasil mengagetkan dirinya. "Hm ... ini bener rumahnya ibu Aretha, Pak?"

"Oh, iya. Ada perlu apa ya, dek?"

"Mau anter kue, Pak."

"Kalo gitu silahkan masuk," jawab satpam itu.

Ketika Vio berada di depan pintu, Vio terpaku ketika melihat interaksi antar keluarga yang sangat-sangat hangat. Berbanding terbalik dengan keluarganya yang tak ada rasa.

"Permisi!" ucap Vio menyela percakapan keluarga besar itu.

"Ada apa?!" sahut sosok laki-laki yang kiranya di bawah umur Vio.

"Mau anter kue," jawab Vio.

"Masuk aja!"

Mata Vio melebar ketika ternyata dirinya berada di rumah sang pemilik sekolah. Berarti ... rumah ini rumah milik Altas.

"Vio? Di sini?"

Gadis itu membalikkan tubuhnya ketika seseorang tiba-tiba berdiri di belakangnya. "Kak Nando?"

Nando tersenyum tipis. Dari arah yang berlawanan seorang gadis kecil langsung berlari sembari merentangkan kedua tangannya ke arah Nando.

"Abang! Katanya mau pulang cepet! Kok sore banget! Karisa nungguin dari tadi tau!" ucap Karisa dengan nada merajuk.

"Berapa, Nak?" tanya Aretha—ibu Altas.

"Seratus lima puluh ribu, Tante."

"Siswi Nevada, ya? Violeta, bukan?" tanya Aretha tepat sasaran.

Violeta tersenyum kikuk. Jika ibu Altas mengetahui namanya, tidak menutup kemungkinan jika wanita di depannya ini tahu jika dirinya menyukai anak laki-lakinya.

"Saingannya Altas, Ma."

"Wah, hebat! Bisa bantu-bantu ibu lagi, ya." Aretha mengusap kepala Vio membuat wajah gadis itu langsung memerah. "Pinter bagi waktu. Nggak kaya Altas, pulang sekolah langsung ngeluyur."

"Altas tidur, Ma!" jawab Altas dengan muka bantalnya.

"Tuh! Baru bangun," jawab Aretha heran. "Kamu kayak Vio gitu. Pinter, rajin, mau bantu-bantu ibunya, bisa bagi waktu lagi."

"Ibu kamu bu Darma, ya?" tanya Aretha.

"Bukan, Tante. Saya kerja cuman, bukan anak pemilik usahanya," jawab Vio kaku. "Kalau begitu, Vio pamit undur diri, Tante. Soalnya keburu malem."

"Nggak mau ikut makan malem di sini? Nanti biar Altas yang anter," ucap Aretha.

"Ma, kok Al—"

AKARA (Terbit)Where stories live. Discover now