33. Titik terang

2.6K 133 9
                                    

Update terus sampe capek ya ... Udah apdet jg jdi siders dong. Muncul gih, nggak ak selesaiin nanti ini cerita😂


يَارَبِّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدْ     وَبَلّغِ الْكُلَّ كُلَّ مُطْلَبْ


Happy Reading Refidelsa


"Kenapa Altas nggak pernah bilang kalo ada seseorang yang udah ada di hati Altas?" Kiara menatap lurus ke mata Altas yang sama-sama menatap dirinya. "Kenapa nggak dari dulu Altas bilang supaya Kiara bisa cegah perasaan ini?!"

"Gue udah bilang sama lo supaya lo nggak ngejar-ngejar gue. Tapi apa? Lo tetep kekeuh sama pendirian lo, Ki. Dan lo masih nyalahin gue?"

Kiara tersenyum masam. "Kiara salah, ya? Kiara salah, Al? Kalo Kiara bisa milih, Kiara nggak pengen ngerasain semua ini Altas. Kiara pengen hapus semua perasaan buat Altas. Tapi Kiara nggak bisa, Al. Kiara nggak bisa ...."

Kiara terisak sembari menutup wajahnya. Karena tak tega, akhirnya Altas memeluk Kiara sembari mengatakan bahwa semua ini bukan salahnya.

"Kiara, kalo gue bisa bales perasaan lo gue bakal bales. Lo enggak salah, Ki. Gue juga sayang sama lo, Ki. Tapi—"

"Altas?!"

Altas buru-buru menguraikan pelukannya pada Kiara ketika suara Violeta menyapa indera pendengarannya.

"Kenapa Altas nggak bilang dari kemarin? Kenapa Altas enggak jujur aja sama Leta kalo ada seorang perempuan yang udah Altas sayangin, Al?"

"Vi—"

"Leta enggak pernah halangin Altas buat cinta sama siapapun, tapi bukan dengan cara ngasih harapan ke Leta kalo ujung-ujungnya bukan Leta yang hati Altas mau."

"Vi ... nggak kaya gitu!" Altas bersimpuh di depan kursi roda Violeta, kemudian memegang tangan gadis itu. "Lo salah paham, Vi."

"Alesan apa lagi, Al?"

"Vi—"

"Kalo Altas memang nggak ada perasaan apapun sama gadis itu, bilang di hadapan Leta sekarang juga, Al."

Altas bimbang. Laki-laki itu menoleh ke arah Kiara yang menatapnya dengan cemas.

"G-gue—"

Leta langsung menghempaskan tangan Altas, hingga tanpa sengaja membuat posisi Altas yang semula berjongkok dapat terhempas ke tanah.

"Al!"

Kiara turun dari kursi rodanya sampai terjatuh, membuat Leta mendengus.

"Altas jangan kayak gini," ucap Kiara. "Jangan rendahin harga diri Altas."

"Kiara! Kenapa lo turun dari kursi roda? Kaki lo masih sakit!"

Altas hendak membopong tubuh Kiara tetapi langsung ditahan oleh gadis itu. "Kiara nggak papa."

Altas menahan pergerakan Leta yang hendak pergi dari taman. Untuk kedua kalinya, Altas kembali berlutut di depan kursi roda Leta.

"Vi ... lo pengen denger kejujuran gue, 'kan? Gue bakal bilang sekarang. Gue—"

"Nggak perlu Altas! Leta udah tau semuanya."

"Dengerin gue dulu!" bentak Altas.

Altas membawa tangan Violeta ke depan bibirnya, kemudian di kecupnya punggung tangan gadis itu. "Gue cinta sama lo, Vi. G-gue nggak tau sejak kapan perasaan itu dateng, tetapi—"

Altas menghembuskan nafasnya, kemudian merogoh saku celana belakangnya dan mengeluarkan sesuatu. "Di hadapan temen lo, di hadapan seseorang yang lo curigai, gue minta lo untuk jadi temen gue, Vi. Temen hidup selamanya. Pegang tangan gue, kita lewatin badai yang bakal nerjang kita sama-sama, Vi. Gue memang nggak bisa selalu buat lo terus bahagia, tapi gue janji bakal berusaha buat lo tersenyum, Vi."

"Jadi ... will you be my life partner?"

"Al—"

"Kalo lo tanya gue serius atau enggak? Gue bakal jawab satu juta rius, ini dari dalam hati yang paling dalam, Vi. Gue harap bukan penolakan yang keluar dari mulut lo."

"Leta ... Leta mau, Al."

Mata Altas langsung berbinar. Laki-laki itu langsung menyematkan cincin ke tangan Leta, kemudian memeluk wanita itu dengan sangat erat. "Makasih, Vi. Makasih."

"Leta!"

Wajah Altas berubah panik ketika baju yang ia pakai basah dengan darah yang keluar dari hidung Leta.

"Revi, gue minta tolong lo anterin Kiara ke ruangannya, ya."

Tanpa memperdulikan jawaban dari Revi, Altas langsung membopong tubuh Violeta dan membawa secepatnya masuk ke dalam rumah sakit.

Kenapa sulit banget buat ikhlas, Tuhan?






—oOo—






Altas termenung di depan ruangan Violeta dengan wajah yang sangat putus asa. Laki-laki itu benar-benar kacau ketika di depan matanya yang disaksikan dengan indera pendengarannya, dokter mengatakan jika umur Violeta tak lagi panjang.

Kankernya sudah berada di stadium akhir. Bahkan, sampai saat ini tak ada satupun pendonor yang cocok dengan wanita itu.

"Bangun, Al!"

Agam menepuk bahu Altas dengan cukup keras. Ketika Altas mendongakkan kepalanya, matanya langsung disuguhi dengan kehadiran keluarganya dengan formasi lengkap.

"Mama, Papa? Sejak kapan kalian di sini?"

Ibu Altas langsung memeluk putranya dengan sangat erat. Tumpah sudah air mata yang berusaha mati-matian Altas tahan selama ini.

"Altas takut, Ma ... Altas takut Leta nggak selamat, Altas nggak mau kehilangan Violeta sama anak Altas, Ma."

"Sssshhht! Violeta kuat, Nak. Violeta pasti bisa lewatin semua ini. Agam udah nemuin pendonor yang tepat buat Violeta, Nak."

Altas langsung menguraikan pelukannya dan menatap ibunya dengan wajah yang berseri-seri.

"Mama ... serius?" tanya Altas.

Sebuah amplop disodorkan ke wajah Altas membuat laki-laki itu langsung tak sabar membukanya. "Positif? Ini—lo kenapa nggak bilang sama gue, Gam?"

"Atas usul Cassie. Kita berusaha nyari donor yang cocok, dan bingo! Sebuah fakta terbongkar," jawab Agam.

"Mereka udah tau kalo anaknya bakal jadi pendonor buat Leta?"

Agam menggelengkan kepalanya pelan. "Dia minta buat enggak kasih tau siapa pun. Termasuk keluarganya."








"Jadi ... kapan operasinya akan di langsungkan?"






Bersambung


Anj! Bentar lagi ending, seneng nggak nih. Sabar-sabar, saya masih berusaha untuk memberikan ending yang super duper waw. Komwel dong cantikkk

Love you banyak-banyak

AKARA (Terbit)Where stories live. Discover now