15. Menerima?

3.1K 430 64
                                    

📜

Al Kitab mu tidak akan pernah bersatu dengan Al-Qur'an ku.

---

[ Let's read while listening to the song: ]

♪ Dandelions - Ruth B ♪

🎴

Pagi-pagi buta Jeno sudah mendapatkan sebuah panggilan telpon dari ayahnya. Ayahnya memberi kabar jika ibunya masuk IGD karena penyakit yang diderita ibunya kambuh. Dengan hanya membawa beberapa pakaian yang ia anggap penting, ia tergesa-gesa. Khawatir? Tentu saja. Jeno bahkan tidak sempat untuk membersihkan diri, ia juga belum tahu apa bakal ada kereta pagi-pagi begini. Ditambah ia belum memesan tiketnya juga, ah Ya Tuhan.

Jaemin terusik dari tidur nyenyaknya karena mendengar suara grusak-grusuk. Kelereng bolamatanya menuju ke Jeno yang sibuk wara-wari. Ia bangun dari tidurnya, mengusak matanya sebentar sebelum berbicara pada Jeno.
"Jeno-ya,"

"Kau mau kemana? Tumben sekali." Suara khas orang bangun tidur memasuki gendang telinga Jeno.

"Ibuku sakit masuk IGD. Jadi aku harus kembali kerumahku." Jeno menjawab, namun masih fokus membereskan keperluannya untuk dibawa.

Jaemin berjalan menghampiri Jeno, setelah bersebelahan dengan laki-laki itu ia hanya diam bagai patung. Jeno menangkap pergerakkan Jaemin dari ekor matanya, tidak merespon.
"Kenapa kau diam saja?" Tanya Jeno. Takut kalau Jaemin kerasukkan dipagi buta.

"Mau kuantar?" Jaemin tersadar, lalu menawarkan diri.

"Tidak, aku bisa sendiri. Terima-"

"Tapi pagi-pagi buta ini tidak ada taksi yang beroperasi, kau mau dalam bahaya?" Jaemin memotong ucapan Jeno dengan cepat.

"Tidak usah Jaemin. Aku bisa sen-"

"Aku tidak menerima penolakkanmu." Jaemin berjalan pelan mendekati Jeno. Pas tepat dihadapan Jeno, Lelaki ini sempat ingin mundur menjauh. Dengan cekatan cepat gerakkan tangan Jaemin menahan pinggang Jeno agar tetap berada tepat dihadapannya.

Jeno bisa merasakan tarikkan nafas dari hidung mancung Jaemin, Jeno bahkan tidak sadar kalau kedua tangannya sudah bertengger dibahu lebar laki-laki bermarga Na itu. "Atau aku akan menciummu, sampai pingsan." Setelah berkata begitu, bibir Jaemin mendarat pada pipi kiri Jeno.

Jeno tidak bergeming, agak belum terbiasa(?)

"Aku akan membantumu membereskannya, apa ada yang kurang?" Jaemin bertanya dengan nada santai nan tenang, seolah tidak ada yang terjadi. Benar-benar lelaki satu ini!
Jeno tersadar, "A-ah anu, apa ya?" Mendadak bingung, Jaemin menatapnya lalu tertawa.

"Tidak usah diingat-ingat Jeno. Cepat aku bantu bereskan, kalau sudah sekarang kita segera berangkat." Jaemin mengusap rambutnya dengan ritme pelan. Jeno mengecek ulang, dirasa-rasa sudah ia segera memakai sweater berwarna hitam.

Jaemin pun begitu, bedanya laki-laki itu memakai hoodie kesayangannya tidak lupa dengan celana adidas. Menenteng tas yang berukuran sedang itu, Jeno dan Jaemin segera berjalan menuju parkiran khusus mobil. Ya, Jaemin mempunyai mobil. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang sadar sama sekali. Karena Jaemin jika kemana-mana selalu menggunakan transportasi umum yang lebih irit ongkos.

Setiba didepan mobil Jaemin, Jaemin menaruh tas Jeno dikursi belakang. "Tidurlah kalau kau masih mengantuk, Jeno." Jeno menggeleng, menyandarkan tubuhnya. Jeno berusaha menenangkan hatinya rasa cemasnya yang tiada henti mengganggunya. Jaemin melihat itu, menarik tangan kanan Jeno. "Jangan khawatir, teruslah berdo'a semoga ibumu baik-baik saja." Jaemin berusaha menenangkan Jeno, meski itu tidak berpengaruh sedikitpun. Jeno mengangguk, barulah Jaemin menjalankan mobilnya menuju stasiun. Jeno memesan tiket kereta.

HOMOPHOBIC - JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang