18

310 50 0
                                    

LEGISLATIF

"Jadi, Tian kakak lo? Kakak kandung?" Tanya Joy seolah masih tidak percaya dengan fakta tersebut.

"Iyaaaa, Kak Joy. Udahan kali nanyanya, segitu gak percayanya ya sama gue?" Nama menerima mangkuk-mangkuk berisikan pesanan mereka, lalu menyerahkan satu per satu ke Indri dan Joy.

Joy masih mengerjapkan matanya beberapa kali. Mulutnya agak terbuka karena sejak tadi terus berkata wah sambil melihat Nama kemudian menggelengkan kepalanya beberapa kali, seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Gue juga masih spechless, Kak." Ucap Indri. Matanya menatap Nama takjub.

Setelah ini mungkin Indri harus memberikan klarifikasi ke anggota yang tadi ikutan bikin forum mengenai kabar hoax yang sudah ia sebarkan. Masalahnya, ini bersangkutan sama Presma, mau ditaruh di mana wajahnya kalau kabar yang tadi ia sebarkan sampai ke telinga Tian, habis sudah.

Saat ini, mereka bertiga -berempat sih, tapi satu orang lagi lebih milih makan di gerobak nasi goreng di ujung sana dibandingkam ngemper makan mie ayam. Joy dan Indri sengaja mengajak Nama untuk makan malam bareng, tentu saja untuk mendapatkan konfirmasi langsung mengenai hubungannya dengan Tian.

"Terus, kenapa malah masuk ke Legislatif bukan ke BEM, Nam?"

Setelah beberapa saat, akhirnya Joy kembali ke mode biasa. Tangannya sibuk menggulung mie ayam lalu memakannya.

Nama meringis, "Awalnya emang gak mau ikut-ikut ormawa gitu lah, Kak. Terus tiba-tiba gue ditawarin Kak Iren, pake sogokan catatan dan dibantuin bikin tugas-tugas gitu lah, akhirnya gue mau, lumayan kak gak perlu nulis-nulis lagi di kelas."

"Murah banget sogokan lo ya.." Joy manggut-manggut. "Jadi, lo lebih milih Iren dibanding kakak lo, gitu? Celetuknya.

Nama tertawa sekilas. "Bukan gitu, lagian kakak gue gak ada nawarin atau nyuruh-nyuruh gue masuk BEM sih, jadi, ya gitu ... kalah cepat sama Kak Iren."

Joy berdeham, lalu matanya melirik Nama. "Terus kenapa pake sembunyi-sembunyi gini, Nam? Kan enak bisa pamer-pamer, kakak lo ganteng gitu, mana Presma lagi."

Nama menyelesaikan makannya. Mengambil minumnya lalu menegaknya sampai habis. Sedangkan Indri bukan tipe orang yang bisa makan sambil ngobrol. Jadi, sepanjang obrolan ini, ia hanya mendengarkan sambil merespon seadanya.

Raut wajah Nama berubah. "Gimana ya, Kak.. hmm, gue ada pengalaman buruk lah tentang itu. Yah, pokoknya gak bakal ada asap kalo gak ada api, kan?" Nama mengangkat kedua bahunya.

Seakan mengerti bahwa alasan tersebut sudah masuk ranah privasi, Joy dan Indri hanya mengangguk lalu melanjutkan makan. Kemudian, hening menghampiri. Hanya terdengar deruman knalpot motor dan mobil yang melewati gerobak mie ayam ini. Sesekali juga terdengar suara pembeli lain yang ingin membeli mie ayam.

"Kalau sengaja disembunyiin, gimana caranya gue meluruskan gosip ini, Kak?" Indri selesai dengan makannya. "Mana tadi yakin banget lagi gue ngomongnya, eh, taunya salah. Maaf ya, Kak."

Nama tertawa kecil. Sambil mikir juga. Bingung. Mau ditutup-tutupi selama apapun juga pasti akan terbongkar, tinggal tunggu waktu yang tepat saja. Masalahnya, apakah ini waktu yang tepat? Nama sendiri pun tidak tau.

"Gak usah bilang apa-apa lagi deh, In. Biarin aja, nanti juga mereka tau sendiri. Gue masih belum siap, kalau memang ketahuan ya gak apa-apa, cuma kayaknya jangan deket-deket ini deh, bisa chaos, kakak gue nanti pusing."

LegislatifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang