03

559 81 4
                                    

LEGISLATIF

Maret 2019

"Nam, gimana jadi ikut Legislatif kan?" Tanya Iren begitu menemui Nama di kantin fakultasnya.

Nama lagi duduk sendirian dengan ditemani sepiring batagor dan es teh.

"Hmm... gatau deh kak. Kayaknya sih engga dulu deh, gue kan tahun ini mau kkn kak." Nama memasukan satu kentang dengan saus kacang ke mulutnya.

"Ya emang kenapa? Gak bakal ganggu kok, asal lo bisa atur waktu aja." Ucap Iren agak sedikit maksa.

Masalahnya dari fakultasnya, baru ada satu calon yang akan mengajukan diri untuk menjadi anggota Legislatif melalui kuota DPM atau Dewan Perwakilan Mahasiswa. Padahal setiap fakultas diberikan maksimal 3 kuota, 2 kuota melalui DPM dan 1 kuota melalui DPF atau Dewan Perwakilan Fakultas untuk mencapai aklamasi tanpa Pemira. Iren hanya menyayangkan kuota yang ada. Maka berakhirlah Iren di kantin ini bersama dengan Nama untuk sedikit merayu, agar adik tingkatnya itu mau mendaftarkan diri menjadi calon anggota Legislatif. 

"Ada Yuta juga tau, Nam, kan lo deket sama doi."

"Apalagi ada bang Yuta, tambah males gue kak, bosen liatnya dia mulu."

Nama masih saja mengurusi urusan perutnya yang masih minta jatah makan siang. Mengabaikan Iren yang tampangnya sudah cemberut di hadapannya.

Iren menopang dagunya, memperhatikan Nama yang saat ini sedang menyuapi batagor ke dalam mulutnya, sambil mengetukan jarinya di atas meja. Memikirkan tawaran-tawaran menarik yang dapat membuat Nama akhirnya mau berubah pikiran.

"Nam, kalo lo daftar jadi anggota Legislatif, gue kasih lo semua buku-buku gue sekalian laporan kkn plus bantuin lo buat artikelnya Pak Bambang, gimana?" Tawaran pertama Iren.

Mendengar nama Pak Bambang— si dosen licik yang sering banget ngasih tugas dadakan dan gak masuk akal— di sebut, Nama mengangkat kepalanya cepat kearah kakak tingkatnya itu. Matanya mengerjap beberapa kali sambil menatap Iren yang sudah menampilkan wajah kemenangannya atas tawaran yang ia berikan. Memikirkan mata kuliah Pak Bambang akan berakhir dengan nilai A saja sudah cukup membuat Nama bahagia.

Tapi Nama masih tetap bungkam, tidak merespon ucapan Iren.

"Gimana? Mau, kan? Plus catetan kuliahnya Bu Yuna deh tuh, udah banyak gue tawarin, awas aja masih gak mau." Tawaran kedua Iren.

Nama menimbang tawaran-tawaran yang diberikan Iren. Sudah banyak keuntungan yang ia dapat hanya untuk mendaftar ke sebuah ormawa. Tapi, masalahnya Nama bukan orang yang cepat berbaur dengan orang baru. Apalagi, ia belum pernah mengikuti organisasi apapun itu sebelumnya. Nama gak punya skill.

"Nam? Lo denger gue, kan?"

"Siapa emangnya yang udah daftar, Kak?"

Iren berpikir sebentar mengingat nama adik tingkatnya yang sudah mendaftar menjadi anggota Legislatif.

"Dejun Perwira? Gue inget Dejunnya doang. Angkatan lo juga kok, masa lo nggak kenal?"

Nama menggeleng singkat. Jangankan nama teman seangkatan, nama teman sekelas aja Nama cuma kenal beberapa orang.

Iren berdecak. "Yaudah, gimana? Lo bakalan langsung keterima kok, tenang aja. Lo cuma perlu ngumpulin berkas administrasi."

Nama berpikir lagi. Konsekuensi  pertama kalau ia ikut ormawa adalah waktu untuk belajar dan santai-santai akan berkurang. Tapi gak masalah juga sih, siapa tau dengan ikut ormawa waktu kosong Nama akan lebih produktif ketimbang dipakai untuk menonton drama.

LegislatifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang