BAB 7

162 34 0
                                    

•••
Lima tahun telah berlalu.
Dalam kurun waktu itu banyak hal telah terjadi.  Setelah lima tahun akhirnya Keira memutuskan untuk kembali dan tak pergi lagi. Selama beberapa tahun di Jepang Keira mencoba menata hati untuk menghadapi hidup barunya yang sama sekali tak sama dengan kehidupannya yang dulu. Harusnya dua tahun lalu dia sudah bisa pulang karena studinya sudah selesai, namun dia belum siap kembali. Sekarang pun sebenarnya dia belum siap. Tapi dia tak bisa menyianyiakan waktu lagi. Banyak hal yang harus dia selesaikan.

Di pintu masuk bandara, Keira celingukan mencari si penjemput.
Katanya orang itu akan datang sendiri menjemput Keira. Tapi sejak tadi tak terlihat batang hidungnya.

Hampir satu jam Keira menunggu. Ponsel dilirik berkalikali, tak ada tandatanda pesannya akan terbalas, dibaca pun belum.

"Sorry macet!"

Keira langsung berbalik menoleh pada sumber suara.
"Lama!" gerutu Keira kesal.

Keira pun berjalan menuju mobilnya. Dia duduk di kursi belakang.

Sepanjang jalan tak ada satu pun di antara mereka yang bicara. Keira memejamkan mata purapura tidur. Dalam empat tahun, bisa dihitung dengan jari banyaknya interaksi antara mereka.

Begitu sampai di rumah Keira masih sedikit asing. Setahun sekali dia selalu pulang, tapi bukan ke rumah ini.

"Bubuuuuund!" Tibatiba seorang kanakkanak datang berlari pada Keira.

Demi menyamakan kedudukan mereka, Keira berjongkok dan mengulurkan tangan menerima pelukan bocah lucu itu.
"Miss me?" tanya Keira menciumi putri kesayangannya.

"Miss Bubund so much! Kata Papa, Bubund tak akan pergipergi lagi, benar?"

Anggukkan Keira membuat mata anak itu berbinar senang.

"Bubund mau ganti baju dulu. Khai main dengan Papa dulu okay?"

Anak bernama Khaira itu menggelengkan kepala, tak mau berpisah dari sang Bunda.

Dengan sedikit bujukan akhirnya Khai mau melepas Keira.
Keira merasa lucu melihat bibir muncung Khai. Anak itu sudah besar sekarang. Dia tumbuh menjadi anak yang pintar dan cantik. Keira merasa bersalah tak hadir di masamasa pertumbuhan Khai. Selama ini mereka hanya berkomunikasi lewat video, dan tentu saja itu tak cukup untuk Khai. Anak itu membutuhkan ibunya secara nyata berada di sampingnya.

'Maafkan aku, Cha!' batin Keira.

Waktu itu, satu tahun setelah kepergiannya ke Jepang Keira pulang untuk merayakan lebaran. Di hari membahagiakan tersebut tak sengaja sang Abang menelan staples yang masuk ke dalam kuah ketupat. Keira dan ayahnya pergi ke rumah sakit mengantar abang Keira.

Abang Keira ditangani dokter, dan ayahnya menyuruh Keira pulang saja agar keluarga di rumah tak khawatir.

Begitu tiba di gerbang rumah sakit, Keira diam sebentar memandangi langit malam. Gelap dan sepi. Tak ada bintang terlihat.

Lalu, sesuatu  yang tak diduga pun terjadi. Keira ditarik paksa saat itu. Malam itu hidupnya pun berubah.
Dia mendapatkan Khai sebagai putrinya. Sekilas mungkin Khai diberikan padanya secara paksa, tapi Keira menerima kehadiran Khai dengan kerelaan hati.

***

Dengan tak sabar Khai menggedor pintu kamar Keira, "Bubund, cepatlah ish!"
Anak itu benarbenar merindukan kasih sayang seorang ibu. Setiap Keira pulang dia selalu ingin menempel dua puluh empat jam.

Tak lama Keira keluar kamar dan kakinya langsung dipeluk oleh Khai.
"Bund, Khai lapar."

"Okay, ayo kita ke dapur. Bubund akan masak makanan kesukaan Khai."

Khai menggeleng, "Papa sudah masak untuk kita. Dia menunggu di meja makan. Ayo!" Khai menarik tangan ibunya pergi ke ruang makan.

Banyak sekali makanan di meja, dan hampir semua makanan kesukaan Keira. Tanpa sadar Keira melihat pria yang sedang duduk di seberangnya.

"Kau yang masak?" tanya Keira.

"Hmm!"

"Aku tahu sebenarnya kau tak suka aku sebagaimana aku tak menyukaimu, jadi tak usah memaksakan diri menyenangkanku dengan memasak semua hal ini."

"Key, Khaira masih ada di sini. Jangan mengajak bertengkar sekarang!"

Keira menoleh pada Khai lalu tersenyum. Dia mengelus pipi mont Khai dan mulai mengambil makanan untuk gadisnya. 
"Baby, mau Bubund suapi?"

Khai mengangguk laju.

"Bubund, besok bisa antar Khai ke TK kan?" tanya Khai dengan mulut penuh.

"Telan dulu makananmu!" Keira membersihkan bibir Khai yang comot dengan makanan.

"Khai, Bubund kamu masih capek. Papa akan antar kamu besok."

Khai menjeling Papanya tak suka. Dia memuncungkan mulut lalu menatap Keira dengan penuh harap.

"Okay ... Besok Bubund antar Khai ke sekolah," ucap Keira.

"Sayang Bubund banyakbanyak!"

"Love you too, Babynya Bubund!"

***

Keesokan harinya Keira memenuhi janji mengantar Khai ke sekolah. Senang sekali anak itu diantar oleh ibunya. Dia meminta Keira mengantarnya sampai ke depan kelas, lalu memperkenalkan Keira pada temantemannya.

Keira mengobrol sebentar dengan guru Khai untuk menanyakan keadaan Khai di sekolah. Karena dia sudah memutuskan akan tinggal, dia harus mulai mengurus Khai dengan benar. Selama di Jepang sebenarnya Keira juga sering menghubungi guru Khai membahas perkembangan anak itu selama di sekolah.

Dari TK, Keira tak langsung pulang. Dia masih ada janji dengan sahabatsahabatnya. Mengenai kehidupan Keira selama lima tahun ini, mereka tak tahu apaapa. Keira tak pernah memberitahu dan dengan rapat menutupi apa yang telah terjadi.
Selama bertukar kabar, tak pernah Keira menyinggung soal Khai dan Papanya. Jika sahabatnya tahu, Keira mungkin akan dibenci dan kehilangan mereka. Dia takut mereka menjauh dan pergi dari hidupnya karena kecewa.
Dalam hati kecil, Keira merasa berdosa menyembunyikan keadaan dirinya dari sahabatsahabat. Terlebih pada Ryan, pria itu terlihat jelas sangat menyukai Keira. Berulang kali Keira menyuruh Ryan mencari wanita lain dan memulai hidup baru. Tapi pria itu masih keukeuh ingin menunggu Keira.
Rasanya dia ingin jujur saja, dia tak pernah layak untuk ditunggu oleh Ryan. Dia bukan Keira yang dulu lagi.

Sampai di kafe yang dijanjikan, Keira melihat Ana dan Eca sudah menunggunya.
Mereka mulai melepas rindu.

"Kupikir kau akan pulang ke rumah orangtuamu dulu!" ucap Eca.

Orangtua Keira masih tinggal di kota lama mereka, butuh waktu empat sampai lima jam dengan mobil untuk ke sana. Keira baru saja tiba dan belum ada waktu untuk mengunjungi orangtua, terlebih Khai sangat melekat. Dari awal anak itu tahu Keira akan pulang, jadi Keira tak bisa pulang ke rumah orangtuanya terlebih dahulu karena tak ingin Khai sedih.

"Aku akan ke sana nanti. Lagipula aku memutuskan akan bekerja di kota ini, jadi aku ingin mengurus halhal di sini dulu sebelum mengunjungi mereka," jawab Keira.

"Wah aku senang kau akan stay di kota ini. Tahun lalu Eca pindah ke sini, dan sekarang kau. Kita akan semakin punya waktu bersama nanti," ucap Ana bersemangat.

"Hanya Ryan saja yang masih tinggal berbeda kota dengan kita. Andai dia di sini juga lengkap lah squad kita!" ucap Eca.

"Eleh, ada dia pun kalian pasti akan bertengkar terus," ledek Ana. Sudah tua tapi Eca dan Ryan masih tak sebulu, suka sekali berdebat, bahkan tentang halhal kecil selalu mereka permasalahkan.

Selesai mengobrol Keira pamit pulang. Dia harus menjemput Khai.

"Mau kuantar gak, Key? Aku bawa mobil sendiri," tawar Eca.

"Tak usah. Aku sudah memesan taksi online barusan. Kasihan kalau dicancel!"

"Oh yaudah kalau gitu!"

'Maaf Ca, Ana. Aku tak bisa jujur pada kalian sekarang.'

•••

NoktahWhere stories live. Discover now