BAB 18

127 31 2
                                    

•••

Libur tiga hari akhirnya diperpanjang menjadi seminggu. Keira sebenarnya hanya izin tiga hari ke kantor, tapi meski begitu dia memilih tinggal. Selain masih rindu dengan orangtua, dia juga baru berbaikan dengan Ryan. Selama waktu ini Keira ingin perlahan membuat kepercayaan Ryan padanya tumbuh lagi. Bukan berarti pekerjaan tak penting. Semua orang punya skala prioritas. Dan untuk saat ini, jujur saja pekerjaan bukanlah prioritas utama Keira. Malah setelah sakit kemarin dia sempat berdiskusi dengan Rey untuk resign. Khai butuh perhatian ekstra mereka. Jika kedua orangtuanya bekerja tak akan terlalu baik untuk Khai, terlebih Keira bukan orang yang pandai mengelola waktu. Dia sadar setelah mulai bekerja, kesempatan untuk bergaul dengan Khai sangat sedikit.

"Mau kuantar atau tidak?" tanya Rey saat Keira sedang bersiapsiap.

"Tak perlu, Ryan akan menjemputku!" jawab Key.

"Oh!" Rey menanggapi singkat.

"Bubund!" panggil Khai sambil mengetuk pintu.

Rey membuka pintu kamar dan Khai langsung menyelinap masuk.

"Bubund mau pergi?" tanya Khai.

"Iya. Ada janji dengan teman Bubund."

"Khai ikut!" rengek Khai sambil memeluk kaki Keira.

Keira menunduk memandang putrinya, "Khai beneran mau ikut? Bubund tak keberatan. Nanti Bubund kenalkan Khai pada teman Bubund. Dia sangat baik, Khai pasti akan sangat menyukainya!" kata Keira bersemangat.

"Tak boleh!" Rey mencelah.

"Kenapa?" tanya Keira.

"Euh aku sudah janji pada Khai akan membawanya membeli eskrim hari ini," ucap Rey.

"Sokay Papa. Beli eskrimnya besok lagi saja. Khai mau ikut Mama hari ini!" ucap Khai lalu tersenyum pada Keira.

Wajah Rey langsung mendung mendengar ucapan anaknya. Dia belum rela Khai diperkenalkan pada pria yang kemungkinan besar bisa jadi bapak tirinya. Mungkin sedikit kekanakkan, tapi dia tak mau Khai punya Papa lain selain dirinya.

"Janji harus ditepati, Khai. Papa kan pria. Pantang ingkar janji! Pokoknya hari ini Papa akan membawa Khai beli eskrim," ucap Rey.

"Yasudah. Maaf Bubund, Khai akan pergi dengan Papa saja."
Khai melepaskan kaki Keira sebelum akhirnya berjalan ke arah Rey dan naik duduk di pangkuannya. "Khai mau eskrim yang besar!"

"Okay baby!" Rey mencium kepala Khai penuh sayang. 'Maaf baby, Papa egois. Papa bisa membiarkan Bubund dengan pria lain karena Papa pernah menyakitinya dulu, ini kompensasi yang harus Papa beri pada Bubund kamu. Tapi untuk berbagi kamu dengan pria lain Papa belum siap. Sorry!'

***

Dari balik jendela terlihat jelas saat Keira menaiki mobil Ryan. Rey hanya bisa menyaksikan diamdiam. Dia suami, tapi kesalahannya di masa lalu membuatnya tak merasa berhak melarang Keira ini dan itu.
Sejak Keira mau memaafkannya, Rey memiliki sedikit harapan untuk pernikahannya. Namun sepertinya dia terlalu ngelunjak. Bisa dimaafkan saja sudah syukur, tak seharusnya dia berharap lebih.
Mereka bertahan dalam pernikahan ini hanya karena Khai, bukan karena perasaan cinta lama yang bersemi kembali. Yang sudah layu dan mati mana mungkin bisa hidup kembali.

"Rey, kenapa tak pergi dengan Key?" tanya Papa Keira melihat Rey hanya berdiri di depan jendela.

"Dia butuh waktu dengan temannya. Tak mungkin dua puluh empat jam harus bersamaku terus, Pa!" jawab Rey.

"Tapi sekarang dia istrimu. Tak baik membiarkannya pergi berdua dengan pria bukan mahram. Khawatir timbul fitnah nanti. Papa tahu kalian menikah terpaksa. Mungkin belum tumbuh perasaan di antara kalian. Tapi pernikahan bukan hal mainmain. Dia istrimu, sejak kita mengucap ijab kabul, Papa sudah menyerahkan tanggung jawab membimbing Key padamu. Jika ada prilakunya yang tak benar, kau wajib mengingatkan. Jangan hanya membiarkan."

"Maaf, Pa! Aku yang lalai!" ucap Rey sambil menunduk. Dia rela dimarahi, dia siap menanggung dosa istrinya pergi dengan lelaki lain. Jika ini bisa menebus kesalahannya, Rey ridho.

***

Kedatangan Keira disambut baik oleh Mama Ryan dan adik perempuannya.
Sejak Ryan memberi tahu bahwa Keira akan datang, sang Mama sudah menyiapkan banyak makanan. Dia selalu menganggap Keira sebagai calon menantu.

"Ini oleholeh dari Jepang. Maaf baru bisa memberikannya sekarang!" kata Keira memberi dua tas untuk mama dan adik Ryan.

"Yaampun Key. Setiap tahun kau tak pernah lupa membawakan oleholeh untuk kami. Terima kasih!" ucap Mama Ryan.

Keira tersenyum senang dengan penerimaan mereka.

Cukup lama mereka mengobrol. Karena sudah seperti keluarga sendiri, membuat mereka tak canggung dan sungkan.
Keira sampai lupa waktu malah. Sudah sore ternyata.

"Lain kali main lagi!" teriak Mama Ryan sambil melambaikan tangan pada Keira yang sudah berada dalam mobil.

"Tentu!" balas Keira.

Mobil Ryan mulai melaju.

Di dalam mobil, Ryan tersenyum melihat wajah bahagia Keira. Dia juga sangat bahagia karena bisa menghabiskan banyak waktu dengan Keira.

"Kapan kau akan balik ke kota itu?" tanya Ryan.

"Mungkin lusa atau tulat atau tubin!" kata Keira sambil mengetungetuk jari ke dagu. Dia masih belum tahu kapan akan kembali.

"Tulat tubin bahasa mana pula? Please Key jangan gunakan bahasa asing yang tak kupahami. Mentangmentang penulis, pamer terus kau punya pembendaharaan kata yang banyak."

"Aiiissshhh kau saja yang kuper. Itu ada di KBBI pun. Gak tau tulat tubin. Aneh!"

"Kau yang aneh!"

"Dih sudah aneh ngeyel pula ngatain orang aneh."

"Terserah kau saja lah!" Ryan mengalah. Tak bisa menang dia kalau debat lawan perempuan.

"Lamalama kau nyebelin macam Rey!"

Ryan menoleh pada Keira, "Kau menyamakan aku dengan dia?"

"Ya, kalian berdua menyebalkan!"

Diamdiam Ryan mengencangkan pegangannya pada setir. Ada perasaan krisis di hatinya. Dulu, pantang sekali Keira bercanda soal Rey. Sekarang Keira sudah berani mengejek dirinya dengan membawa nama Rey.

"Kalau kau akan pulang nanti jangan lupa kabari!" ucap Ryan mengubah topik.

"Kenapa? Kau mau mengantarku?" goda Keira.

"Ya. Aku ingin mengantarmu, apa kau keberatan?"

"Tentu saja tidak!"

"Suamimu tak akan marah?"

"Dia marah? Tak mungkin. Lagipula pernikahan kami hanya dalam nama saja. Kami tak memiliki perasaan satu sama lain. Kau lihat saja hari ini, aku pergi denganmu pun dia tak marah kan."
Seratus persen Keira yakin Rey tak akan keberatan jika Ryan mengantarnya.
"Eh tapi ... Bukankah kau harus bekerja? Apa tak masalah bolos demi aku?" tanya Keira baru ingat bahwa Ryan masih memiliki tanggung jawab pada perusahaannya.

"Tak masalah!"

"Nonono! Kau harus bekerja. Jangan bolos karena aku. Kau itu sudah makin tua, dan belum menikah pula. Kau harus bekerja dengan benar untuk mengumpulkan modal nikah nanti. Dan kau juga tak bisa terus bersamaku, kau harus mulai mencarj istri!"

"Aku tak suka ribet. Daripada caricari lagi mending aku menunggu kau jadi janda saja lah!"

Keira menampar lengan Ryan, "Kau berdoa aku jadi janda hah? Kurang ajar aish!"

•••


NoktahWhere stories live. Discover now