BAB 19

151 36 4
                                    

•••

Tubuh bersandar di pintu, tangan disilang depan dada. Memperhatikan istri yang baru saja pulang. Keluar dari mobil, seolah anak kecil pintu dibukakan oleh orang lain. Apa karena terlalu bodoh makanya lupa cara membuka pintu mobil sendiri? Bahkan Khai pun tak semanja itu.

Dari awal Ryan tak menatap Rey yang mematung di depan pintu rumah.

"Makasih, Yan. Kabari kalau sudah sampai rumah nanti!" ucap Keira.

"Iya bawel!" Ryan mengusap kepala Keira.

"Ish jangan sentuh kepalaku lah," marah Keira.

"Assalaamu'alaikum!" ucap Ryan lalu masuk kembali ke dalam mobil.

Mobil sudah pergi meninggalkan pekarangan rumah Keira. Saat berbalik, Keira tersenyum pada Rey.

"Sedang apa di luar?" tanya Keira.

"Menunggumu pulang!"

"Oh. Karena aku sudah pulang jadi kita masuk saja!" ajak Keira sambil berjalan melewati Rey.

Rey tetap tinggal tak masuk. Tangannya sudah mengepal erat. Ingin marah tapi tak bisa.

***

Makan malam baru saja selesai. Keira dan Rey mencuci piring kotor bersama. Sejak tadi mereka tak saling bicara sedikit pun.

"Key, besok aku ingin mengajakmu dan Khai pergi!" ucap Rey.

"Besok? Mau kemana memangnya?"

"Jalanjalan saja. Khai jarang berada di kota ini, aku ingin memperkenalkan kota kita padanya," jawab Rey.

"Apa tak bisa lusa saja? Aku tak bisa kemanamana besok. Ryan akan datang ke sini katanya. Tak enak kalau aku tak ada di rumah. Dia sudah membawaku ke rumahnya tadi, aku tak mungkin menyuruhnya tak jadi datang besok."

Rey terdiam lalu menaruh piring kotor yang sedang dibilas.
"Apa dia pengangguran!?" ucap Rey lalu pergi dari dapur setelah mencuci tangan.

Melihat Rey pergi membuat Keira bingung. Kenapa dengan Rey? Sikapnya aneh sekali. Kenapa dia terlihat marah? Ya memang dari dulu Rey dan Ryan tak pernah akur. Tapi itu sudah bertahuntahun.

"Key, Papa mau bicara!" Papa Keira datang menghampiri.

"Kenapa Pa?"

"Apa kau lupa dosa pahala? Lupa halal haram? Kesana kemari dengan pria bukan mahram. Bertingkah intim dengan pria lain di depan suami sendiri. Apa aku tak merasa malu?"

"Apa maksud Papa?" Keira terkejut mendengar ucapan Papanya.

"Jangan pergi dengan Ryan lagi. Hargai perasaan suamimu. Kau itu sudah jadi istri orang sekarang."

"Tapi Rey pun tak melarang. Dia tahu aku dan Ryan hanya teman. Papa liat saja sendiri, Rey pun tak berkomentar apaapa tentang aku dan Ryan. Papa terlalu banyak berpikir." 

"Dia diam bukan berarti tak marah. Dia diam bukan berarti dia suka melihatmu dengan pria lain. Minta maaf PADA suamimu."

"Tapi ...."

"Kau mau jadi istri durhaka?" tanya Papa Keira.

Keira menggeleng. Dengan patuh dia kembali ke kamar. Sisa piring kotor dibiarkan saja.

Niat hati ingin berbicara dengan Rey, tapi Keira sama sekali tak melihat Rey di kamar. Kemana bapak satu itu pergi? Apa benar marah sampai kabur dari rumah? Pikir Keira. Tapi tas dan barangnya masih ada di kamar.

Keira pergi ke kamar di mana Khai tidur. Benar saja, Rey ada di sana. Dia tidur memunggungi Keira sambil memeluk Khai.
Pelanpelan Keira menutup pintu lagi.

NoktahWhere stories live. Discover now