BAB 14

147 33 6
                                    

•••

Tak terduga bahwa kekuatan wanita hamil lebih kuat dari dirinya. Mungkin karena kemarahan dan tekad yang dimiliki sehingga wanita itu sanggup menarik Keira dengan paksa.

"Lepas!" kata Keira marah.

Memasuki sebuah ruang rawat barulah tangan Keira dilepas dan ruangan itu dikunci dari dalam.

"Apa yang kau inginkan dariku? Kenapa membawaku kesini?" tanya Keira setengah berteriak.

Bukannya menjawab wanita itu malah mendekat dan memeluk Keira dengan erat. Tak lama suara tangisan terdengar, baju Keira pun terasa basah.

"Tolong bantu aku! Selamatkan bayiku!" ucapnya lirih.

"Apa maksudmu?" Keira tak mengerti.

"Mereka tak menginginkan anakku. Mereka akan membunuhnya. Selamatkan dia, aku mohon!"

"Siapa yang ingin membunuh anakmu? Lapor saja polisi kenapa harus menarikku?"

"Hanya kau yang kupercayai sekarang."

"Aku tak mengenalmu dan kau pun tak mengenalmu. Bagaimana kau bisa percaya begitu saja padaku?" Keira semakin bingung dan berusaha melepaskan pelukan pada dirinya.

"Tidak!" Wanita itu menggeleng cepat, "Aku tahu kau. Sejak kau dekat Rey bahkan setelah kalian putus aku selalu stalk tentangmu. Aku follow semua akun sosial mediamu, akun temanmu dan keluargamu. Aku selalu mencari tahu hal tentangmu. Aku mengenalmu, Key!"

"Apa kau gila?" Tanpa sadar Keira mundur menjauh. Wanita macam apa sebenarnya orang di depannya ini? Kenapa dia menguntitnya sampai seperti itu?

"Chacha!" Gedoran dan teriakan di pintu mengagetkan mereka.

"Key, bantu aku!" Chacha menarik tangan Key. "Dia akan membunuh anakku!"

"Rey? Bukankah dia bapak dari anakmu? Bagaimana mungkin dia akan membunuh anak kalian? Sebrengsekbrengseknya Rey aku yakin dia tak akan menyakiti anak ini," Keira melirik perut Chacha.

"Kau tidak tahu. Dia dan semua orang di keluarga tak menginginkan anak ini. Mereka membawaku ke rumah sakit untuk membunuh anak ini!" Chacha terlihat sangat putus asa.

Keira tertegun. Ada apa sebenarnya? Apa Rey sejahat itu?

Tanpa menunggu lama, Keira membuka kunci ruangan. Meski tahu Rey berada di luar, Keira tetap terkejut melihatnya. Begitu pun dengan Rey. Dia sepertinya sama terkejutnya dengan Keira.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rey.

Plak!
Keira menampar Rey dengan impulsif. Entah itu karena kemarahan atas apa yang dia lakukan pada Chacha, atau kemarahan yang Keira pendam bertahun.

"Pria macam apa kau? Kalau tak mau punya anak jangan buat anak, brengsek!" marah Keira lalu menendang selangkangan Rey.

"Key, apa kau salah paham tentang sesuatu?" tanya Rey sambil meringis.

Keira menoleh pada Chacha yang bersembunyi di belakangnya. Tubuhnya gemetar ketakutan.

"Kau ingin membunuh anakmu sendiri, apa kau tak punya nurani? Lihat perut istrimu. Baby itu sudah tumbuh besar di perutnya."

"Kamu tidak mengerti!" Suara seorang wanita terdengar.

Dia sangat mirip dengan Rey, apa mungkin ibunya? Pikir Keira.

"Chacha tak boleh melahirkan anak itu. Kesehatan Chacha tak baik, jika dia mempertahankan bayi itu nyawa Chacha akan terancam. Kami juga tak mau membunuh bayi tak berdosa itu. Tapi kami tak bisa membiarkan Chacha mati!"

Keira lemas mendengar penjelasan itu. dia memandang Chacha mencari kebenaran.

Dengan air mata mengalir Chacha menggelengkan kepala. Berharap Keira tak akan percaya pada mertuanya. "Aku tak akan mati karena anak ini, Key. Sebaliknya, jika anak ini mati, maka aku juga akan mati. Percaya padaku, kumohon! Selamatkan babyku!" Pegangan Chacha pada Keira semakin erat.

Pilu sekali mendengar tangisan Chacha, Keira tak tahan. Tapi sepertinya Rey dan keluarganya tak berbohong.

"Chacha, jangan keras kepala, Nak! Mama dan Papa tak mau kehilangan kamu," kali ini wanita lain lagi yang berbicara.

Keira sepertinya baru sadar kalau di sana ada banyak orang.

"Kamu anak tersayang Mama, Mama tak bisa hidup tanpa kamu!" Dia mendekat dan memeluk Chacha yang masih menempel pada Keira.

"Mama tak bisa kehilangan aku kan? Sama, Ma. Aku juga tak bisa kehilangan babyku. Selama enam bulan dia hidup dalam rahimku. Dia sudah menjadi hidupku. Dia mati, aku mati!" Chacha terisak dan memeluk Keira lagi.

"Aku tak tahu masalah keluarga kalian," ucap Keira tibatiba. Entah kenapa dia merasa tak ada urusannya dengan keluarga ini. Seperti sedang berdiri di tempat yang salah. "Selesaikan sendiri, aku harus pulang!" ucap Keira lalu melepaskan Chacha dengan paksa.

"Key, jangan pergi!" ucap Chacha.

Chacha mengambil pisau yang disembunyikan dibalik baju.
"Kau masih berani pergi?" teriak Chacha.

Keira sangat ketakutan melihat pisau yang berada di atas pergelangan tangan kiri Chacha. Apa wanita itu sudah gila? Keira benarbenar tak paham.

"Kenapa kalian diam saja? Hentikan dia?" marah Keira pada orang di sekitarnya.

"Jangan mendekat!" ancam Chacha. "Key, kau harus menjagaku dan bayi ini. Please! Jika tidak aku akan bunuh diri di depanmu!"

"Aku tak mengenalmu. Kau dan bayimu mati tak ada hubungannya denganku," ucap Keira.

Sebenarnya Chacha juga tak ingin melibatkan Keira. Tapi dia sudah berkalikali mengancam bunuh diri di depan keluarganya, tapi mereka masih memutuskan membunuh bayi itu. Dia butuh perempuan yang berhati lembut seperti Keira untuk membantunya. Chacha yakin Keira juga tak akan tega membiarkan anaknya mati.

"Kau pergi, maka aku dan bayi ini mati!"

"Terserah!" Keira berbalik, mencoba tak peduli dan mengeraskan hati.

"Chacha!" Teriakan orangorang membuat Keira berbalik dan dia langsung lemas seketika ketika melihat darah di tangan Chacha.

Semua orang panik dan langsung membantu Chacha. Tak ada yang memperhatikan tubuh gemetar dan wajah pucat Keira.

Saat kecil, seorang wanita yang menggilai ayahnya sengaja bunuh diri di depan Keira. Ah tidak ... Bukan di depannya, tapi dia mati di tangan Keira.
Pulang sekolah, Keira yang masih bocah dimintai tolong oleh seorang wanita. Dia membawa Keira ke tempat sepi. Wanita itu mengeluarkan pisau dan menyuruh Keira memegangnya. Keira yang polos akhirnya menurut saja. Wanita itu meminta Keira mengiris pergelangan tangannya. Dia bilang, dia ingin membeli permen untuk anaknya tapi uangnya dia sembunyikan di dalam pergelangan tangannya itu. Dia meminta Keira mengambil uang di dalamnya. Dengan bodohnya Keira menuruti keinginan wanita itu dan betapa terkejutnya dia ketika darah keluar.
Wanita itu tersenyum pada Keira dan jatuh terhuyung.

Hal itu telah lama menghantui Keira. Sampai saat dia SMP, orangtuanya menjelaskan kalau wanita itu mati karena dia memakan racun sebelumnya, bukan karena Keira. Namun meski rasa bersalah sedikit berkurang, hal itu tetap menghantui Keira sampai sekarang.

Melihat apa yang terjadi pada Chacha membuatnya teringat hal mengerikan itu lagi.

"Nak, kau okay?" Mama Chacha yang keluar dari ruangan terkejut melihat Keira tak bermaya.

"Bagaimana Chacha?" tanya Keira setelah sadar dari bayangan masa lalu.

"Dia sudah ditangani dan baru saja diberi obat penenang. Kau sangat pucat, ayo sekalian diperiksa juga okay?"

Keira menggeleng, "Aku akan pulang saja!" ucap Keira lalu pergi.

Dia tak benarbenar pulang, tapi berbelok ke ruang rawat Abangnya. Dia berdalih takut pulang sendiri dan meminta izin menginap di rumah sakit.

•••

(Ini ceritanya lagi flashback jangan pusyiang yaaa wkwk mau kucetak miring semua tapi pusyiang bacanya)

NoktahWhere stories live. Discover now