3|

196 41 0
                                    

Irvetta tersentak, tubuhnya melonjak pelan, ia terbangun dari tidurnya. Di mana ini? Irvetta terdiam sejenak tangan bergetar, ketakutan. Apa yang terjadi... Kenapa, kepalanya terasa kosong? Ingatlah! Ingatlah sesuatu!

Irvetta memukul kepalanya dengan tangan, semakin lama semakin kencang. Tangannya menarik rambutnya yang tergerai halus. Ia tidak bisa mengingat apa pun.

"AAAAAKKKHHHH!!!" Irvetta berteriak kencang.

PRANG!

Gelas di meja ia hempaskan. Air dan kaca sudah berceceran. Siapapun yang masuk mungkin terluka.

Saat ini, Irvetta tidak ingat apa pun. Baik itu sebagai Aruna Irvetta maupun sebagai Irvetta Iridis. Ingatannya lenyap.

"IRVETTA?!" Suara dari ruangan peristirahatan Irvetta jelas tidak bisa dihiraukan.

Seluruh anggota keluarga Iridis ada di sana. Membuka pintu dengan brutal. Beberapa pelan juga di sana dengan baju tak kalah berantakan dari tuannya.

"Akh!" Itu suara Duke Iridis, ayah Irvetta. "Jangan masuk, ada pecahan kaca."

Sedangkan yang lain hanya bisa mematung. Tidak bisa mendekat, hanya bisa mematuhi perintah seorang yang menjadi kepala keluarga Iridis. Tanpa bisa membantah.

"Irvetta, ada apa?" Katanya khawatir.

"Jangan mendekat!" Irvetta hampir berteriak. Badannya memberingsut mundur, badannya tertekuk defensif, bahkan selimutnya sudah tidak berbentuk. "Jangan mendekat! Kalian...kalian siapa?!" Ujar Irvetta hampir membentak.

Semua orang di sana membatu. Mereka tahu, seminggu lalu Irvetta dinyatakan hilang ingatan. Tapi... bukankah sampai tadi sore semuanya baik-baik saja? Walaupun belum bisa membuka diri, bukankah Irvetta masih tenang terkendali?

Mereka tidak tahu, kalau selama satu minggu ini Irvetta masih mengingat kehidupan lamanya. Tapi, tidak dengan malam ini. Kali ini ia melupakan semuanya. Irvetta kali ini benar-benar kehilangan jati diri.

"...adik? Irvetta?" Sora mendekat perlahan, berusaha mendekat.

Hanya ia satu-satunya yang berbicara pada Irvetta hari ini. Pikirnya, ia mungkin dapat membantu. Tapi...

"JANGAN MENDEKAT AKU BILANG! HIKS—" Irvetta mulai menangis.

Kepalanya terasa mau pecah. Ia benar-benar tidak ingat apa pun. Seperti tong kosong. Ia berusaha mengingat, tapi tidak apa pun di sana. Hanya emosi yang bisa ia keluarkan dengan lancar.

"Aku, aku, tidak tahu—" Irvetta tersendat, ia kesulitan mengatur dirinya sendiri, hampir sulit bernapas.

"Tenanglah, tarik napasmu terlebih dahulu. Kami tidak akan menyakitimu." Sora kembali bersuara.

"A-apa? Apa yang, uh, terjadi denganku? Siapa aku? Kalian siapa? Apa kalian me-" Irvetta kembali kesulitan bernapas, "kalian mengenalku?"

Ibu Irvetta sudah menangis di sana. Tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada anaknya. Baru tadi mereka merencanakan liburan agar anaknya lebih tenang dan mengenal mereka lagi. Tapi ini bahkan lebih buruk. Anaknya seakan tidak mengenali dirinya sendiri.

"Namamu Irvetta Iridis..." Duke Iridis berbicara pelan, "aku ayahmu, ini kakakmu Sora, wanita cantik yang mirip denganmu di sana, itu ibumu." Irvetta perlahan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Aku bahkan tidak tahu wajahku." Sora mengambil cermin yang kebetulan berada di dekatnya.

"Ini. Coba bandingkan dengan kami agar kay percaya kami keluargamu." Irvetta mengambil cermin itu dengan tangan bergetar.

Sea of HopeDove le storie prendono vita. Scoprilo ora