5|

131 31 0
                                    

"Saudari Irvetta. Perkenalkan, aku pembimbingmu. Silakan panggil aku Kal." Irvetta melihat seseorang di depannya, hanya saja wajahnya tidak dapat ia lihat dengan jelas—mungkin karena ini mimpi.

"Baiklah, Kal. Apa yang harus aku pelajari?" Hari ini adalah hari pertama Irvetta mempelajari bagaimana menjadi malaikat maut.

Pagi hari belajar menjadi manusia. Malam hari belajar menjadi malaikat maut. Apa kehidupan ini memang selalu tentang belajar? Sepertinya begitu.

"Ada beberapa hal yang harus kau ketahui sebelum terjun ke lapangan. Jangan memberitahu identitasmu pada siapapun, jangan pernah melepaskan pandanganmu dari seseorang yang harus kau ambil jiwanya. Kau harus mengingat bahwa dirimu adalah malaikat maut, bukan manusia. Jangan mencampuri urusan duniawi. Kau hanya menyamar menjadi manusia bukan menjadi manusia." Irvetta mendengarkan dengan cermat.

"Aku mengerti."

"Kami melakukan pembersihan setiap bulan." Irvetta mengangkat alisnya, tidak mengerti. "Setiap bulan kami akan memeriksa setiap malaikat maut agar tidak keluar dari jalur. Berinteraksi dengan manusia bisa membuat kalian terpengaruh. Jadi, ada beberapa hal yang akan kami tarik dari kalian."

"... apakah itu termasuk memori?" Irvetta memikirkan kejadian yang pernah dialaminya.

"Tidak, keadaanmu saat itu adalah pengaruh perpindahan dimensi sekaligus hukuman bagimu." Irvetta diam. "Seseorang yang menjadi malaikat maut adalah mereka yang melakukan dosa besar."

Irvetta kini sedikit mengerti. "Kau kehilangan ingatan masa lalu milikmu, tapi tidak untuk ke depannya. Hanya saja, kalian para malaikat maut dilarang merasakan emosi berlebih seperti manusia. Kalian harus bisa mengendalikan diri. Hanya beberapa emosi dasar yang bisa kalian rasakan, itupun harus dikendalikan sebaik mungkin."

"Aku mengerti." Tidak, sebenarnya Irvetta tidak mengerti. Ia hanya tahu kalau itu adalah hukuman untuknya.

"Ikut aku, akan aku perlihatkan bagaimana malaikat maut menjalankan tugasnya." Kal kemudian memimpin jalan, Irvetta mengikuti dalam diam.

Mulai dari penggambaran muncul biodata seseorang yang akan diambil jiwanya, tempat kejadian, kronologi kematian, waktu kematian. Hal-hal itu muncul secara otomatis seakan ada layar transparan di depan para malaikat maut. Hanya malaikat maut yang dapat melihat layar transparan itu. Malaikat maut mencari nyawa manusia menggunakan mata dan tangan, oleh karenanya mereka tidak boleh melepaskan pandangan dari seseorang yang akan dicabut nyawanya.

Irvetta melihat, bagaimana seorang gelandangan yang terlihat sekarat menatap malaikat maut tanpa berkedip. Kemudian malaikat maut mulai membacakan nama, waktu, lokasi, kronologi kematiannya. Gelandangan itu tersenyum paksa, sambil bergumam.

"Oh, jadi begini aku akan mati?" Katanya dengan suara serak.

Kemudian malaikat maut memegang puncak kepala gelandangan itu. Seketika, ruhnya lepas dari tubuh, melebur. Katanya, ia akan ke tangga kehidupan. Apa yang akan manusia temui di akhir perjalanan? Bermacam-macam, tapi tidak ada yang benar-benar tahu, itu juga bukan lagi tugas malaikat maut.

"Apa satu contoh cukup? Ingin melihat yang lain?" Irvetta menggeleng.

"Mungkin lain kali." Kal mengangguk.

"Tentu, sampai jumpa besok." Setelah menyampaikan salam perpisahan, Irvetta terbangun dari tidurnya.

Matahari sepertinya akan segera terbit. Irvetta tidak kelelahan sama sekali. Tidur hanya kamuflase. Irvetta terdiam menatap langit yang mulai sedikit terang, jadi dia benar-benar bukan manusia ya? Dosa besar macam apa yang ia lakukan dulu? Apa Irvetta pernah menyesalinya? Irvetta tahu tidak akan ada seseorang pun yang bisa menjawabnya.

Sea of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang