17|

56 21 2
                                    

Hari-hari berlalu begitu cepat. Tidak ada peristiwa berarti selama beberapa bulan ini. Kalau dihitung-hitung, Irvetta sudah menjadi malaikat maut hampir 6 bulan, setengah tahun. 3 bulan sebelum masuk akademi dan 3 bulan saat di akademi. Benar, kejadian pembunuhan itu sudah berlalu selama 2 bulan.

Irvetta juga tidak mendapat panggilan tugas untuk menjemput jiwa. Untuk saat ini Irvetta hanya fokus pada tugas sampingannya, mengawasi putri dari keluarga Lathyrus. Sebenarnya Lady Lathyrus tidak bisa dibilang mencurigakan karena ia jarang pergi selain dengan kembarannya yang berbeda gender itu.

Tapi mungkin Irvetta harus melihat ini.

"Sudah aku katakan, sebaiknya kita percepat!"

"Apa yang kau khawatirkan? Sebentar lagi kita akan lulus, kita berada di tahun kedua."

"Aku bahkan tidak yakin kau akan lulus dengan kelakuanmu yang suka membolos itu!"

Laki-laki itu menatapnya perempuan di hadapannya dengan senyum, "kau khawatir padaku?"

"Untuk apa aku khawatir padamu?!" Laki-laki itu mengangkat bahunya sambil tersenyum miring.

"Tenang saja, rencana kita akan berhasil. Kau akan bisa menaklukkan putra mahkota kerajaanmu itu." Matanya berkilat licik.

"Menaklukkan." Perempuan itu, yang tidak lain adalah Erin Lathyrus. "Gunakan kata lain, aku akan mengalahkannya bukan menaklukkannya."

"Ck, ck, ck. Putra Mahkota Kerajaan Oseania mempunyai banyak musuh, bahkan dari kerjaannya sendiri. Betapa malang." Katanya sambil terkekeh pelan.

"Jangan membuat keributan." Erin Lathyrus mendelik, tawa laki-laki di hadapannya benar-benar sangat keras. "Hans!"

"Kau bahkan berani menyebut nama Putra Mahkota Kerajaan Zoldian tanpa embel-embel, luar biasa." Erin terdiam, sebenarnya ia tidak memiliki keberanian sebesar itu—tapi karena sudah terbiasa dengan Hans, Putra Mahkota Kerajaan Zoldian, Erin terkadang malah lupa dengan gelarnya itu.

"Aku bahkan lupa kau adalah putra mahkota." Katanya jujur.

"Baiklah, aku maafkan. Karena kau adalah sumber informasiku." Padahal Erin tidak meminta maaf, sudahlah. "Kembaranmu, apa dia tahu?"

"Rine? Dia akan memarahiku kalau sampai tahu." Erin terlihat acuh.

"Kejadian itu, apakah ada orang lain yang melihatnya?"  Mereka berbicara dengan suara yang semakin kecil walaupun tempat itu termasuk jarang dikunjungi.

"Kejadian...? Oh maksudmu saat Lady Amarylidis membunuh Lady Malvales?" Hans, Putra Mahkota Zoldian itu mengangguk. "Sepertinya tidak."

"Bagaimana dengan Alexia Areshia?" Erin terdiam sebentar.

"Kalau dia, aku tidak tahu kenapa bisa sampai terbunuh. Lalu, Lady dari kediaman Iridis dan kedua laki-laki dari keluarga Nivalis... Mereka sedikit mencurigakan. Kenapa mereka bisa bersama?" Mereka berdua terhanyut dalam pemikiran masing-masing.

"Apa mereka bekerja sama? Bukankah kerajaanmu mengirim seseorang untuk menyelidiki kasus itu? —mungkin Lady Iridis membantu mereka." Bingo! Analisis seorang putra mahkota memang sangat tajam.

"Aku harus mendekati atau menjauhinya?"

"Dekati. Cari informasi tentangnya, mungkin itu bisa membantu." Erin mengangguk mengerti.

Tidak lama, mereka memutuskan untuk berpisah ke ruangan masing-masing. Di lain sisi, seorang perempuan yang mendengar itu tertawa pelan. Namanya disebut.

Itu Irvetta. "Untung kau memanggilku, Kal." Kal memanggil Irvetta di tengah-tengah jam istirahat.

Sekarang kau tahu. Irvetta mengangguk pelan. "Mereka ingin menggali informasi melalui aku?" Irvetta tertawa. "Hmm, apa yang harus aku katakan ya?"

Sea of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang