21|

42 14 4
                                    

"Irvetta, hiduplah."

"Irvetta bertahanlah."

"Maaf, lagi-lagi kau harus sendiri... maaf."

"Irvetta..."

Hentikan!

"Lihat! Itu semua karenamu! Kalau bukan karena dirimu, keluargamu, temanmu, akan hidup."

Hentikan!

"Kenapa kau tidak mati saja?!"

"Itu salahmu!"

"HENTIKAN!" Irvetta terbangun dari mimpinya.

Secara berurutan Irvetta melihat orang-orang di sekitarnya mati. Ibunya, ayahnya, kakaknya. Irvetta menyaksikan itu secara langsung, baik sebagai manusia maupun malaikat maut. Orang-orang yang selama ini ada untuknya, mati satu persatu dan ia tidak bisa melakukan apapun.

Irvetta menangis dalam diam. Kamar tidurnya hening, hanya ada suara isakan kecil dari Irvetta. Baru kali ini Irvetta bermimpi... setengah cukup lama ia menjadi malaikat maut.

Irvetta memutuskan untuk pergi ke atap, menenangkan diri. Ruangannya bahkan terasa menyesakkan.

Apakah ini alasan mengapa malaikat maut harus melakukan pembersihan emosi?

Pembersihan emosi sudah hampir dekat. Itu artinya, akan kecil kemungkinan Irvetta merasakan sakit seperti ini. Tapi di lain sisi... Irvetta merasa tidak bisa melepaskan emosi positifnya. Egois.

Irvetta, malaikat maut tidak boleh melakukan itu.

"Sedang apa kau di sini?" Irvetta menoleh.

"Sean?" Sean sedang berdiri tidak jauh darinya.

"Ini sudah tengah malam, apa kau berjaga dari sini?"

"...tidak."

"Tunggu, kau... menangis?" Irvetta mengalihkan pandangannya. "Ada apa?"

"..." Irvetta tidak menjawab.

"Kau tidak apa-apa?" Irvetta mengangguk tanpa bersuara. "Benarkah?" Kemudian menggeleng. "Ingin bercerita?"

Irvetta masih diam, tapi kali ini menoleh pelan.

...kenapa sikapnya seperti ini?

"Kenapa?" Tanya Irvetta.

"Apa?" Sean duduk di samping Irvetta.

"Kenapa kau seperti ini? Kau... tidak harus peduli." Sean terdiam.

"Entahlah... mungkin karena, aku merasa kita mirip. Tapi itu tidak mungkin. Kau terlihat...bahagia? Sampai beberapa saat lalu." Irvetta kini menatap Sean sepenuhnya.

"Mirip?" Sean mengangguk.

Mereka kembali hening.

"Aku tidak apa-apa. Hanya mimpi buruk." Irvetta akhirnya memutuskan memberi tahu.

"Sangat buruk?" Irvetta mengangguk.

"Banyak... orang mati. Mereka...aku tidak tahu, bagaimana cara menolong mereka... sedangkan aku tidak diperbolehkan mengubah takdir." Sean terdiam.

Laki-laki dengan rambut hitam legam itu kemudian mendekati Irvetta. Tangannya menepuk kepala Irvetta pelan, kemudian mengelusnya. Irvetta sedikit kaget dengan perlakuan itu.

"Walaupun begitu, aku tahu kau pasti sudah berusaha keras. Kau bilang, kau tidak bisa membantu mereka. Tapi, bukankah kau tetap berusaha melakukannya?" Irvetta mengerjakan matanya.

Apa begitu?

"Mm." Ia sudah berusaha. Ia berusaha untuk menghentikan itu. Tapi percuma.

Dari mana semua itu berasal? Apa yang harus dilakukan agar pembantaian itu tidak terjadi? Irvetta kembali meneteskan air mata.

Ia membayangkan... keluarganya... menghilang begitu saja. Menjauh dari hadapannya. Selamanya. Itu terasa menyakitkan.

"Aa, uh." Irvetta semakin sesegukan, napasnya tersengal.

"Bernapas dengan benar, hei..." Sean mengernyit khawatir.

Tangan kanan Irvetta berada di dada kirinya, sedangkan tangan kirinya berada di kepalanya. Irvetta merasa pusing dan sesak karena tidak bisa mengatur napasnya. Pasokan udara di paru-parunya tidak berjalan dengan baik.

"Hei?" Sean menepuk pundaknya. "Ambil napas panjang, keluarkan perlahan... Tenanglah. Ambil napas lagi... keluarkan... Ulangi."

Irvetta melakukannya berulang kali. Sean menunggu dengan tenang.

"Terima kasih." Sean mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Lebih baik?" Irvetta mengangguk.

Irvetta menundukkan kepalanya. Sungguh, saat ini ia sedang malu. Kenapa juga ia harus menangis di depan Sean? Mereka bahkan tidak sedekat itu! Oh astaga, malunya![]











cece's

I'M BACK!

HEHE, ada yang kangen nggak?

Udah berapa minggu sih ini? Yang jelas ga sampe sebulan lah ya.
Apa kabar kalian? Hwhwhw, aku sih baik.

Aku udah selesai UTS dong, walaupun nilai-nilainya caur wkwk.

Aku niatnya besok mau ngerjain tugas sih, tapi sekalian mau nulis juga. Terus lusa aku bakal lama di jalan (kalau gabut mau nulis). Jadi mungkin update kalau nggak besok ya lusa. Semoga mood nulis+ide lancar ya wkwk. Soalnya udah janji! Hehe...

Gitu aja! Bye!

Sea of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang