20|

46 17 1
                                    

Hai fellas //ketawa// aku update lagi mumpung tugas udah selesai dan sekarang Jumat, hari terakhir kuliah di minggu ini. Sabtu Minggu aku mau me time (itu pun kalau ngga ada rapat atau tugas urgent) wkwk.

Here we go!

⟨ ocean's ⟩

"Maksudmu aura itu hanya bisa dilihat orang yang sudah mati?" Irvetta mengangguk.

"Ayo ikut aku, kita tidak bisa membicarakannya di sini." Irvetta baru saja akan melangkah—

"Tunggu. Sebaiknya di tempat kami saja. Kalau di tempatmu mungkin Aithne dan yang lain bisa tiba-tiba datang." Irvetta mengangguk setuju.

"Apa tidak masalah bagiku berkunjung?" Irvetta memikirkan beberapa hal seperti adanya kemungkinan orang lain yang tahu kedatangannya ke kediaman sementara kedua pemuda Nivalis ini.

"Tempat kami privasi, hanya beberapa orang dengan izin yang boleh masuk. Berita juga tidak akan keluar semudah itu." Noa berjalan memimpin.

Sean dan Irvetta mengikuti dari belakang. "Itu bagus."

Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai. Kediaman mereka tidak begitu besar, tapi juga tidak kecil. Sekitar 4 atau 5 kali ukuran ruangan pribadinya. Untuk ukuran kediaman sementara itu cukup. Daerahnya juga jauh dari keramaian tidak penting.

"Hanya ada 5 orang yang sering di sini. Satu penjaga di depan dan satu lagi yang akan bergantian setiap 8 jam. Kami berdua dan satu orang yang jarang ke sini, dia sangat sibuk." Irvetta mengangguk mengerti.

"Jadi, bisa kita mulai?" Noa dan Sean mengangguk mempersilakan. "Seperti yang aku katakan sebelumnya. Aura perakku, seharusnya tidak bisa dilihat oleh orang yang masih hidup."

"Kenapa?"

"Kalian ingat bahwa aku mengatakan kemampuanku yang itu, aku sebut kutukan? Sebenarnya beberapa diantara mereka bisa melihatku meskipun hanya dalam bentuk aura samar." Irvetta menjelaskan dengan tenang.

"Apa kau yakin tidak ada yang bisa melihat itu—maksudku, orang yang masih hidup?" Irvetta mengangguk.

"Pertama kali aku mengeluarkan auraku, itu di depan kakakku. Dia tidak melihatnya." Katanya dengan yakin.

"Sora?" Irvetta mengangguk. "Aku tahu dia juga bisa melihat warna aura, apakah ada kemungkinan saat itu warna perakmu belum muncul?"

Irvetta menggeleng. "Tidak, warna ini bahkan ada sebelum warna ungu pekat itu ada." Walaupun warna peraknya dulu tidak seterang ini.

"Sejujurnya, aku merasa pernah membaca atau mendengar warna perak itu sebelumnya." Irvetta menoleh cepat ke arah Sean, jantungnya seakan bergemuruh, berdetak kencang tak karuan.

"Apa...yang kau ingat tentang itu?" Irvetta mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Aku tidak yakin ini benar." Sean menjawab ragu. "Ini hanya sebuah legenda."

Irvetta rasanya mulai berkeringat dingin. "Sebentar, biarkan aku bernapas dengan tenang." Irvetta mengumpat dalam hati sembari mengatur pernapasannya.

Sejujurnya Irvetta juga tidak tahu pasti asal-usul kekuatannya saat ini. Benar bahwa aura ungu pekat hampir mendekati hitam itu adalah kekuatan manipulasi yang ia dapatkan sebagai malaikat maut, walaupun sebenarnya itu terlalu sempit untuk dikatakan manipulasi. Kemudian warna perak itu—berdasarkan keterangan Kal dulu, sudah ada sebelum ia menjadi malaikat maut. Dalam artian itu adalah kekuatan Irvetta yang dulu, kekuatan sesungguhnya.

Sea of HopeМесто, где живут истории. Откройте их для себя