Biru [03] Tentang Chaeyoung, Waktu, dan Bumi

568 137 68
                                    

sebenernya ini chap terakhir versi novel, tapi kalo misalkan chap ini rame aku bakal kasih 2 tambahan chap, ehee.

[::•::•::•]

Malam kembali datang, menampilkan pesona langit yang begitu apik dipandang mata. Sang rembulan dan para bintang yang bertabur di semenjana sana pun turut serta dalam mengukir indahnya bumantara.

Di salah satu gedung tinggiㅡrooftop lebih tepatnya. Ada Chaeyoung yang sedang berdiri menunduk. Aksanya menatap jalanan yang begitu ramai dipenuhi oleh kendaraan dan padatnya lalu lintas. Tak lama, labium merah mudanya tersenyum tipis.

Entah kenapa, pikirannya begitu riuh tatkala memikirkan bagaimana nasibnya nanti jika ia melompat dari atas sini. Sepertinya akan seru. Apalagi di saat nanti orang-orang datang menghampiri tubuhnya yang sudah tidak bernyawa.

Detik berikutnya, tungkai kanan Chaeyoung melangkah kecilㅡhingga membuat ujung sepatunya tidak lagi menyentuh dinding beton rooftop yang sedang ia pijak.

Sebelum benar-benar menjalankan aksinya, Chaeyoung mendongakkan kepala. Menatap bumantara malam yang begitu kelabu di penglihatan. Lantas mata indah itu terpejamㅡmenikmati dinginnya deruan anila yang menusuk kulit putih pucatnya.

Kaki kiri Chaeyoung ikut melangkah kecil. Bisa dipastikan jika ia nekat maju satu langkah lagiㅡsudah, tidak ada lagi harapan untuk Chaeyoung melihat indahnya hidup di hari esok.

Tiba-tiba, ponsel yang berada di dalam saku celana Chaeyoung bergetarㅡmenandakan ada telpon masuk. Chaeyoung pun segera mengambilnya untuk menjawab panggilan tersebut.

"Di mana?" tanya sang penelpon tanpa basa-basi.

"Rumah," bohong Chaeyoung. "Kenapa?"

Sang penelpon tertawa pelan, "Siapa yang sudah mengajarkanmu berbohong, eoh?"

"Aku tidak berbohong."

"Ah, arasseo. Bagus, deh, kalau kau tidak berbohong. Aku sudahi, ya, sambungan telponnya?"

"Ya."

Sambungan diputus sepihak begitu saja oleh sang penelpon, Chaeyoung kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Mendadak, keseimbangan Chaeyoung menghilang saat ia merasa tubuhnya ditarik paksa oleh seseorang. Orang itu segera membawa Chaeyoung ke dalam dekapan hangat, sampai-sampai hati Chaeyoung yang begitu beku kembali mencair.

"Aku sudah bicara berkali-kali tentang ini padamu, Chaeyoung-ah. Kalau ada masalah cari saja aku, datang padaku, cerita denganku. Aku dan rumahku terbuka 24 jam untukmu, bajuku siap basah untukmu, ibu jariku siap menghapus air matamu."

Seorang gadis yang membawa Chaeyoung ke dalam dekapannya itu terdengar sedang mengocehi Chaeyoung. Ralatㅡlebih tepatnya sedang memberi Chaeyoung sebuah pengertian dan perhatian.

Tak lamaㅡterdengar suara isak tangis yang begitu menyayat hati dan indra pendengaran. Gadis itu merasakan baju belakangnya diremas begitu kuat sampai tidak sengaja kulit putihnya terasa tercubit.

"Menangislah sepuasmu, keluarkan semuanya. Aku tau masalah yang sedang kau jalani ini sangat berat. Tapi, kau tidak perlu takut, karena aku akan selalu ada untukmu di setiap detiknya."

Biru [SUDAH TERBIT]✔Where stories live. Discover now