06

3.7K 677 25
                                    

Renjun membungkuk hormat kepada dokter shift malam. Setelah seharian bekerja akhirnya Renjun bisa pulang. Renjun berjalan sendirian melewati setiap rumah penduduk desa. Jam menunjukkan pukul tujuh malam, beruntung masih cukup ramai jalanan setempat. Renjun berhenti guna membeli Bulgogi yang lumayan ramai para pembelinya.

"Dua Bulgogi," pinta Renjun kepada penjual tersebut. Sosok wanita tua itu mengangguk ramah kemudian membuatkan pesanan Renjun.

Selagi menunggu Renjun duduk memandang arah jalanan, seseorang menepuk bahunya lembut dan ternyata penjual itu sudah selesai menyiapkan pesanannya.

Cepat sekali.

Renjun bersenandung kecil di perjalanan pulang. Ia menghentikan langkahnya saat merasa ada seseorang mengikutinya dari belakang. Renjun menoleh ke belakang namun tak menemukan seorang pun.

Hanya perasaanku saja mungkin.

Renjun melanjutkan jalannya. Ia mencoba berpikir positif tentang apa yang ia rasakan saat ini. Tiba-tiba angin berembus kencang membuat bulu kuduk Renjun seketika berdiri. Dirasa semakin mencekam Renjun mempercepat langkahnya.

Ia menyempatkan menoleh ke belakang untuk memastikan jika dugaannya salah.

Renjun menabrak seseorang di depannya sehingga ia hampir terjungkal ke belakang. Beruntung Renjun bisa menyeimbangkan tubuhnya jika tidak pasti ia sudah terjatuh. Renjun mendongak menatap sesosok lelaki tak asing memandangnya tenang. Tangan lelaki itu terulur, Renjun agak ragu tetapi detik berikutnya ia menerima uluran tangan lelaki itu.

Tangannya begitu dingin.

"Terima kasih Jaemin," ucap Renjun, lelaki bernama Jaemin itu tak menjawab.

"Em ... kalau begitu aku pamit ya." Renjun berjalan meninggalkan Jaemin. Sebelum menjauh, telapak tangan Jaemin yang dingin itu mencengkal pergelangan tangan Renjun. Renjun menyampingkan posisi guna menatap Jaemin.

"Ada apa?" tanya Renjun.

Jaemin menoleh. "Tolong bantu aku," kata Jaemin dengan suara beratnya. Renjun mengerutkan dahi.

"Katakan, mungkin aku bisa membantumu."

Sudut bibir Jaemin tertarik. "Beri aku setetes darahmu."

"Apa?!"

"Kenapa? Apa kau tidak mau membantuku? Aku sudah menolongmu menggantikan ban mobil yang bocor," ujar Jaemin mengungkit kejadian beberapa hari lalu. Renjun tersenyum masam. Ayolah Renjun tahu itu, tapi mengapa Jaemin memintanya memberikan setetes darah untuknya?

"Baiklah, tapi aku tidak punya benda tajam, bagaimana aku bisa memberikan setetes darah untukmu?"

Jaemin memeluk Renjun. Lelaki itu sempat terkejut tapi Jaemin langsung berkata. "Apapun yang kau rasakan ini semua tidak akan berlangsung lama." Dan Renjun mempercayai ucapan Jaemin.

Tanpa Renjun ketahui Jaemin mengeluarkan gigi taringnya. Manik gelap Jaemin berubah semerah darah. Renjun menjerit tertahan merasakan nyeri saat Jaemin menancapkan gigi taringnya agar darah keluar dari leher Renjun. Jaemin tidak menghisap darah itu melainkan mengusapnya dengan tisu. Jaemin sempat tergoda ingin mencicipi darah Renjun tetapi ia segera menahannya.

"Terima kasih, ayo kuantar sampai rumahmu."

Jaemin berjalan mendahului sementara Renjun kebingungan di tempatnya.  Apa dia tidak jadi mengambil setetes darahku? Batin Renjun penasaran. Ia menyentuh lehernya yang sempat nyeri namun tak ada yang aneh. Lehernya baik-baik saja.

•••

"Kau mau mampir?" tawar Renjun.

"Tidak. Masuklah terlebih dahulu, jangan lupa sebelum tidur cuci tangan dan kakimu, jangan begadang hanya untuk membaca buku. Mimpi indah, Huang Renjun."

Renjun tercengang, bagaimana Jaemin bisa tahu jika ia sering begadang untuk membaca novel fiksi fantasi kesukaannya? Renjun pun mengangguk pelan. "Kau juga. Aku masuk ya sampai jumpa." Renjun membuka pagar rumah neneknya. Ia tersenyum kepada Jaemin namun lelaki itu hanya diam menatapnya.

Saat Renjun hendak membalikkan badan tiba-tiba Jaemin sudah menghilang. Renjun mencari keberadaan Jaemin namun bukannya ketemu justru yang ia rasakan hanya angin bertiup seolah menyuruhnya segera masuk. Renjun cukup penasaran dengan Jaemin, lelaki itu sangat misterius.

Dan lagi, dia juga seperti seorang peramal.

"Sangat aneh," gumam Renjun yang kemudian menutup pintu rumah neneknya.

•••

Hari sudah berganti pagi lagi dan Renjun bersiap pergi ke klinik. Sebelum pergi ia menyempatkan membuat sarapan mengingat neneknya masih marah ketika Renjun memintanya menjelaskan tentang tembok itu. Renjun sempat meminta maaf dan berjanji tidak akan membahas itu lagi tetapi respon neneknya begitu dingin.

Neneknya pergi ke rumah sang bibi. Entah apa yang wanita tua itu lakukan tetapi Renjun merasa bersalah telah membuat neneknya marah kepadanya. Sebagai permintaan maaf Renjun akan membuatkan makanan kesukaan neneknya yaitu Bibimbap.

Renjun mencari buku resep masakan di kamar sang nenek. Ia mencarinya di dalam lemari pakaian karena bisa saja ada di sana. Namun yang membuat Renjun senang adalah sebuah kunci besi tergeletak dibawah tumpukan baju neneknya. Renjun yakin pasti itu kunci pintu besi yang ada di belakang rumah sang nenek.

Renjun mengambilnya, tetapi ia teringat neneknya yang melarang keras agar dirinya tidak sembrono mendekati area itu. Renjun termenung berdebat dengan batin dan pikiran selama beberapa menit sampai akhirnya ia memutuskan untuk meletakkan kembali kunci tersebut di tempatnya.

Ia tidak ingin membuat neneknya semakin marah kepadanya.

Buku yang Renjun cari akhirnya ketemu di mana terselip diantara buku-buku neneknya. Renjun keluar bersiap membuatkan makanan kesukaan neneknya agar wanita tua itu mau memaafkannya.









:D

Asupan~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Asupan~

Yeux BleusWhere stories live. Discover now