17

3.4K 592 23
                                    

Mata rubah itu terbuka kemudian bergegas bangun dan mencari keberadaan manusia serigala yang ia khawatirkan. Renjun membuang napasnya lega saat yang dicarinya tertidur dengan menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan yang diletakkan ditepian ranjang.

Jeno duduk diatas karpet dan membiarkan dirinya berada di ranjangnya. Sementara dia malah tidur di bawah. Saat ini Renjun berada di kamar Jeno. Renjun pikir hari sudah menjelang pagi namun dugaannya salah karena hari masih gelap.

Melihat wajah tampan Jeno terlelap membuat Renjun tidak tega membangunkannya. Merasakan adanya pergerakan lain, Jeno segera membuka mata kemudian tersenyum sehingga matanya ikut melengkung seperti bulan sabit. Mendongak sambil memandang sosok berwajah manis di hadapannya.

"Kenapa tidur di bawah?"

"Menjagamu."

Renjun tersipu mendengar satu kalimat yang keluar dari mulut Jeno. Ia menepuk tempat kosong di sebelahnya mengisyaratkan agar Jeno duduk di sana.

Jeno pun segera berdiri dan berpindah tempat sesuai arahan Renjun. "Kau baik-baik saja? Tidak ada yang terluka 'kan?" tanya Renjun berniat memeriksa tubuh Jeno namun dia menahan tangan Renjun.

"Kau tahu Renjun, seorang alpha akan melindungi pasangannya dari segala ancaman. Tak peduli seberapa bahayanya ancaman itu, bahkan jika kematian mendekat, alpha tidak akan takut sekalipun. Mungkin suatu saat nanti aku akan tiada dan itu karena melindungimu."

Renjun memanyunkan bibir. Ia tak suka dengan apa yang baru saja dikatakan Jeno padanya. Memang benar jika makhluk hidup tidak ada yang abadi tetapi untuk manusia serigala, mereka bisa hidup beribu-ribu bahkan ratusan tahun lamanya.

"Aku tidak suka dengan perkataanmu."

Jeno tertawa renyah. "Maafkan aku," katanya sembari menggenggam telapak tangan Renjun lalu mengecup punggung tangan itu.

Renjun mengangguk, menampilkan seulas senyuman.

•••

Jaemin menatap Haechan dengan tatapan sulit diartikan. Ini aneh, luka yang didapatkan Haechan tak kunjung meregenerasi sehingga kondisi Haechan tak stabil. Werewolf itu tak sadarkan diri dengan luka menganga di lehernya. Luka itu terjadi saat serigala yang menyerang Haechan berhasil melukai leher bagian kanannya yang mana membuat omega itu langsung pingsan.

Cklek

Jeno melihat sahabatnya sedang duduk di kursi dekat ranjang. Ia meletakkan segelas darah penuh untuknya. Siapa sangka Jaemin begitu peduli pada omega buta yang kini masih belum siuman sejak beberapa jam pertempuran usai.

"Dia akan baik-baik saja," ucap Jeno menenangkan Jaemin.

"Aku tidak mengkhawatirkannya!"

Jeno mengangkat acuh bahunya. Ia tahu bahwa Jaemin sedang berbohong. Hidup bersama selama bertahun-tahun membuat mereka saling mengenal sifat satu sama lain. Jadi, Jeno tidak bodoh saat Jaemin berkata dusta sekalipun.

"Uruslah dirimu dulu, Na." Jeno menunjuk luka goresan di lengan kiri Jaemin dengan dagunya. Ia keluar untuk menemui kedua temannya yang lain.

"Hhhh ...." Ia menghela napas.

•••

Terhitung sudah hampir dua hari berlalu namun keadaan Haechan masih belum bangun dari tidurnya. Omega itu lebih menyukai terpejam dibanding bangun dan menemui sesosok Vampir yang sedang mencemaskannya.

Luka dileher Haechan sudah pulih walau membutuhkan waktu beberapa jam agar bisa meregenerasi sempurna.

"Bangunlah," seru Jaemin pelan. Ia menggenggam tangan Haechan dan memberinya usapan-usapan lembut pada punggung tangan lelaki manis berkulit tan itu.

Gerakan samar membuat Jaemin langsung menegakkan tubuhnya. Itu dari Haechan. Kelopak mata itu bergerak pelan hingga akhirnya secara perlahan terbuka. Jaemin senang, ia sangat senang omega manis ini sadarkan diri setelah dua hari koma.

Iris hazel itu akhirnya terlihat. Keduanya hanya terdiam tak ada yang berniat membuka suara.

"J-Jaemin?"

Oke ini sangat menggembirakan. Jaemin tiada hentinya tersenyum mendengar namanya disebut oleh Haechan. Tak disangka Haechan dapat mengenalinya. Tentu saja itu karena aroma Vampir dan penciuman Haechan yang tajam sehingga omega itu dapat merasakan kehadiran Jaemin.

"Ya?"

"B-berapa lama?" tanyanya. Manik matanya bergerak sesekali mengerjap.

"Dua hari," jawab Jaemin lembut. Haechan langsung menunjukkan wajah terkejutnya dan itu membuat Jaemin terkekeh. Wajahnya begitu menggemaskan omong-omong.

"Aku pasti merepotkanmu?" Haechan bergerak resah. Ia tidak ingin berhutang budi kepada Vampir menyebalkan di sebelahnya.

"Hey, hey, kau tidak merepotkanku sama sekali. Sekarang katakan padaku, apa bagian tubuhmu ada yang sakit atau aku panggilkan Renjun untuk memeriksamu?" tawar Jaemin. Haechan segera menggeleng, ia juga tidak ingin membuat manusia itu kerepotan mengurusnya.

"Aku sudah tidak apa-apa."

Jaemin mengangguk. "Kalau begitu tunggu di sini aku akan mengambilkan makanan untukmu." Jaemin beranjak pergi, mengabaikan Haechan yang memanggilnya.

•••

Semuanya sudah hancur. Tak ada penduduk desa yang hidup. Semuanya tiada karena keberingasan Donghae dan kelompoknya menghancurkan peradaban. Renjun memandang sedih melihat puing-puing bangunan dari rumah pohon di belakang rumah neneknya. Bahkan ayah ibu kedua sepupunya pun harus menjadi korban keganasan serigala serigala itu.

Tinggal mereka keluarga yang tersisa namun takdir berkata lain. Renjun masih memiliki Lucas dan Hendery tapi sayangnya mereka bukan manusia lagi.

"Maafkan aku, Renjun."

Renjun menoleh ke belakang di mana Jeno berdiri menatapnya.

"Tidak, kau tidak perlu meminta maaf."

Werewolf itu menunduk takut. Renjun menarik napasnya dalam lalu menyuruh Jeno duduk di sebelahnya. Jika tidak begitu maka Jeno tidak akan mau duduk dan lebih memilih berdiri di tempatnya.

"Berhenti menekuk wajahmu, Jeno-ya. Kau terlihat jelek!"

"Tapi karena Donghae kau harus kehilangan keluargamu yang tersisa. Aku benar-benar menyesal." Jeno semakin menundukkan wajahnya.

"Ulululu bayi besarku. Aku memang kehilangan mereka tetapi aku tidak kehilanganmu," ucap Renjun sambil merangkul pundak Jeno. Jeno menatapnya, iris berbeda warna itu benar-benar membuat Renjun serasa terhipnotis akan keindahannya.

Renjun membulatkan matanya ketika Jeno menciumnya. Hanya saling menempelkan tapi detik berikutnya, Jeno kembali mempertemukan kedua belah bibir. Dia melumatnya lembut yang mana membuat Renjun sulit mengimbangi ciuman tersebut.

Jeno melepaskan pagutan dirasa Renjun mulai kehabisan oksigen. Napas kedunya memburu, Renjun segera menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Renjun ... bolehkah?" tanyanya dengan kilatan nafsu di matanya.

Renjun terperangah kemudian ia mengangguk. "Lakukanlah."

Yeux BleusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang