Ch 12 : Making Love

8.1K 240 11
                                    

Samuel mengerang dan mendesis ketika membasuhi luka tusukan di pundaknya. Ia saat ini sedang berada di sofa, bertelanjang dada dan meremas handuk ke baskom. Dan tidak butuh waktu lama perban putih sudah menutupi seluruh luka di pundaknya. Ia juga sudah meminum pil untuk mencegah infeksi dan meredakan nyeri.

Tusukan Leora cukup dalam, dan ini bukan kali pertama Samuel merasakan luka seperti ini. Sebelumnya ia juga pernah mengalaminya semasa kuliah karena terlibat perkelahian. Itulah sebabnya Samuel tidak panik menangani luka tusuk semacam ini sendirian.

Wajahnya kini mengeras. Samuel pikir hubungan mereka sudah membaik tapi sepertinya Leora hanya menipunya selama ini. Beberapa hari lalu wanita itu melukai kepalanya dengan lampu tidur, dan sekarang wanita itu melukai pundaknya dengan pisau dapur.

Kenyataan bahwa Leora hanya menunggu waktu yang tepat untuk lari darinya membuat Samuel menjadi lebih antisipasi lagi. Ia tidak akan membiarkan hal seperti ini terulang lagi.

Suara getaran ponsel membuyarkan Samuel. Ia meraih benda itu di sisi tubuh.

"Saya sudah mengurus semuanya sesuai permintaan anda, Sir." Tyler memberi laporan.

"Terima kasih, Tyler."

"Anda sungguh ingin berkencan dengan Nona Laura?"

Tidak ada lagi jeritan amarah Leora yang terdengar dari balik pintu kamar. Sepertinya wanita itu mulai tenang sekarang.

"Aku hanya ingin memperbaiki cara pendekatanku dengannya."

*

Sementara di kamar nyatanya Leora sedang mencari benda yang bisa membantunya meloloskan diri. Ia perlu keluar dari sini dan satu-satunya jalan adalah memecahkan kaca di balkon yang terkunci. Ia berjongkok di tepi kasur dan mengeluarkan kotak berisi perkakas tukang dari kolong—semua lengkap di sana; mulai dari obeng, linggis, palu, dan masih banyak lagi.

Oh, betapa bodoh dirinya yang baru mengingatnya sekarang.

Seharusnya Leora memukul kepala Samuel hari itu dengan salah satu alat ini, tapi... Leora tidak ingin adiknya itu mati. Ia tidak punya keinginan membunuh. Ia hanya ingin Samuel mendekam di jeruji besi, dan untuk itu pria itu harus tetap bernapas.

Buru-buru Leora mengambil palu dan berdiri, lalu menuju kaca balkon dan memecahkannya. Suara kepingan kaca berserakan terdengar nyaring memenuhi kamar itu, dan Leora segera menjatuhkan palu itu ke lantai.

Pintu kamar mendadak terbuka kasar.

"Apa yang kau lakukan, Leora?" Samuel muncul dengan rahang mengetat.

Leora bergegas memungut pecahan kaca yang paling runcing, berbalik cepat dan mengacungkannya ke udara. "Jangan coba-coba mendekatiku."

Tapi ancaman Leora tidak mempan. Samuel tetap melangkah tenang, separuh telanjang bersama perban yang menyembunyikan luka di pundaknya.

"Kau ingin kembali mengancamku?"

"Tetap berdiri di sana dan biarkan aku keluar."

"Maksudmu kau ingin melompat dari atas balkon?"

"Aku sudah memperingatimu. Aku bisa menikam jantungmu jika kau tidak mendengarkanku."

"Bagiku kematian adalah saat kau pergi dariku."

"Omong kosong gila."

"Kau adalah alasanku untuk terus bernapas. Tanpa kau di sisiku, aku bisa mati."

Leora seketika terkesiap dan memekik spontan akibat gerakan tangkas Samuel yang memelintir tangannya ke belakang dan menyudutkannya ke dinding. Tubuh pria itu menghimpit Leora kuat dari belakang. "Lepaskan aku, brengsek!"

Confined By YouWhere stories live. Discover now