Ch 26 : White Lies

2K 120 23
                                    

Suasana di kota Bern di bulan November tengah memasuki musim dingin, dan mencapai suhu tertinggi sekitar 5 derajat celcius. Butiran salju jatuh dari langit-tiada henti memenuhi jalanan dan membentuk tumpukan salju diiringi angin yang berembus halus. Beragam mobil yang terparkir di pinggir jalan turut dihiasi gumpalan salju. Para penjalan kaki tampak hilir mudik pagi itu dengan menggenakan mantel tebal dan ear muff berbulu. Jejak-jejak sepatu pun tercetak di jalanan.

Di kawasan Habsburgstr, Samuel tampak berdiri memandang rumah di depannya. Sekilas pandangannya jatuh pada secarik kertas yang dipegangnya-berisi alamat lengkap dari Kendall. Saat merasa tepat, kertas itu disimpan Samuel ke saku mantel. Ia membuang napas, menghasilkan uap dingin samar terbentuk di sekitar. Lingkungan di sini tampak asri dan tenang. Timbunan salju sedikit menutupi tangga ketika Samuel menaiki undakannya.

Bel rumah itu lalu berbunyi membuat Leora yang tengah memanggang kue kering bersama Rose terusik. "Biar aku yang urus," kata Leora melepas sarung tangan oven, meletakkan di konter dapur. Lalu menghampiri pintu dan menggeser ventilasi kecil terlebih dulu-sekadar meneliti tamu yang datang.

"Siapa?" seru Rose dari dapur.

Tapi Leora tidak menjawab, malah malah menutup cepat ventilasi itu dan berbalik-bersandar di pintu. Wajahnya tampak terkejut ketika mengetahui Samuel berada di luar.

"Leora... aku tahu kau ada di dalam."

Suara itu... tidak berubah. Napas Leora seketika berderu cepat saking gugupnya. Refleks tangannya juga menyentuh perutnya yang membesar.

"Kau tidak ingin membukakan pintu untukku?"

"Siapa yang datang?" Rose tiba-tiba muncul karena Leora tidak meresponnya.

"Hanya anak kecil yang asal memencet bel. Sebaiknya kita kembali melanjutkan kegiatan kita," jawab Leora agak resah. Tapi Rose tidak langsung percaya. Ia berjalan ke pintu dan Leora langsung mencegahnya untuk mengintip di ventilasi kecil.

"Rose!"

"Anak kecil hm?" Tapi sia-sia, Rose berhasil melihat sosok di balik pintu. "Kau mengenal pria itu?"

"Tidak."

Rose menoleh pada Leora yang tampak tidak berani menatapnya. "Kau jelas berbohong."

"Aku tahu kau mendengarkanku. Aku tidak akan pergi, tidak peduli pada apa pun." Suara Samuel terdengar di luar. "Aku akan tetap menunggumu di sini sampai kau mau menemuiku."

Leora dan Rose sama-sama melirik pintu.

"Di luar sangat dingin. Kau yakin, kau tidak ingin menemuinya?"

"Biarkan saja. Dia yang memilih."

"Lalu bagaimana jika dia sungguhan tidak pergi?"

Leora menelan ludah. Ia berusaha menyakinkan dirinya bahwa Samuel akan menyerah pada akhirnya-walau sering kali kenyataannya tidak demikian. Tapi ia mencoba untuk membuat Rose percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Itu hanya gertakan konyol. Dia tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu, Rose."

*

Hari sudah berganti malam. Badai salju kecil membuat cuaca dingin di sekitar terasa pekat. Lampu-lampu di jalan dan perumahan mulai menyala satu per satu, menerangi dengan cahaya temaram yang indah. Suara tawa dari acara TV Show terdengar di ruang keluarga. Leora dan Rose tengah duduk di sofa ditemani dengan kobaran api di perapian-supaya udara tetap hangat.

"Menurutmu dia sudah pergi?" tanya Rose sembari mengunyah kue kering buatan mereka. Ia melirik sekilas Leora sebelum memusatkan perhatian pada acara yang tayang.

Confined By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang