Ch 18 : He is Jealous

3.2K 150 12
                                    

Suasana meriah pesta tampak kental di tempat itu, para tamu dengan beragam pakaian berkelas nan elegan tampak memenuhi rumah Fernandez—baik pria mau pun wanita. Marcio tersenyum mengejek pada Fernandez yang sedang dirapikan dasi kupu-kupunya oleh Elena.

Usia Fernandez dan Elena tidak lagi muda, dan itu terlihat dari rambut yang memutih serta guratan keriput yang menghiasi wajah mereka—meski begitu ada satu sifat yang tidak pernah berubah; mereka tidak malu menunjukkan kemesraan di depan umum.

Seperti sekarang.

Mata Fernandez terlihat memuja Elena, percikan cinta itu masih ada di sana. Tapi saat bersitatap dengan Marcio, sorot matanya langsung menajam.

"Andez, ingatlah untuk tidak membuat keributan malam ini." Elena sesekali melirik Marcio dan menepuk-nepuk dasi kupu-kupu Fernandez sebagai peringatan. Setelahnya Elena berlalu dan melempar senyum pada Marcio yang tengah menghampiri Fernandez sambil membawa dua gelas anggur merah di tangan.

"Ambillah, Tua Bangka."

Fernandez mendengus, tapi menerima juga.

"Untuk merayakan keabadianmu."

Dahi Fernandez mengernyit tapi ia menerima ajakan Marcio membenturkan gelas sampai menghasilkan bunyi dentingan.

"Aku tidak pernah ingat mengundangmu," sinis Fernandez.

"Kau berhasil mencapai angka 86 tahun, dan aku berharap kau bisa hidup ribuan tahun lagi seperti fosil." Marcio membalas dengan nada mengolok, alih-alih merespon ucapan Fernandez sebelumnya. Spontan Fernandez mendecih.

"Jika kau berharap aku akan pergi secepatnya dari dunia ini, itu hanya ada dalam mimpimu sialan!" Kemudian keduanya kompak menandaskan minuman bersama. "Jadi di mana Samuel?" tanya Fernandez sambil memerhatikan para tamu di sekitarnya.

Marcio melirik jam di pergelangan tangannya. "Hm. Kurasa dia akan tiba sebentar lagi bersama Leora. Dia memberitahuku akan sedikit terlambat karena mengurus sesuatu."

*

Leora tampak gugup ketika melihat wajah Patricia yang tampak antusias menyambutnya. Lantunan musik lembut mengalun di sekelilingnya. Namun para tamu tampak sudah berkurang. Ya, mereka sedikit terlambat dari waktu pesta seharusnya.

Sekilas sudut mata Leora bergulir ke arah Samuel. Ia berjalan di samping Samuel sambil meremas tas pesta kecil yang digenggamnya. Warnanya senada dengan gaunnya—merah. Sedangkan Samuel menenteng paper bag hitam—berisi hadiah ulang tahun untuk sang kakek.

Leora akui, Samuel sangat pintar menutupi apa yang terjadi di antara mereka. Lihat saja, pria itu mampu bersikap biasa—dan mengucap kebohongan.

"Hei, Mama." Samuel memeluk hangat Patricia sekilas.

"Ada apa dengan pipimu, Sam?" Patricia memerhatikan plester yang ada di pipi Samuel.

"Hanya kecelakaan kecil ketika bekerja," kata Samuel. "Maaf aku dan Leora terlambat. Kami tadi sempat berdebat untuk memilih hadiah untuk Grandpa."

Leora jelas tahu alasan Samuel itu tidak benar. Pria itu jago mengarang cerita. Tidak ada yang tahu bahwa mereka telah melakukan hal terkutuk selama penerbangan, dan kini Patricia malah tertawa.

"Oh, baiklah. Mama mengerti kalian ingin memberikan yang terbaik untuk Grandpa. Tapi kalian seharusnya tidak mempermasalahkan hal itu. Kalian bisa sama-sama mengambil barang yang kalian pilih."

"Tapi Leora ingin barang kami sama, Mama." Saat seseorang berbohong, ia akan terus menciptakan kebohongan baru persis seperti yang dilakukan Samuel saat ini. "Bukan begitu, Leora?" Samuel lalu melirik Leora dengan pandangan yang sulit diartikan, tapi Leora enggan menoleh.

Confined By YouWhere stories live. Discover now