Ch 22 : It Never Be The Same

1.9K 133 12
                                    

DUA MINGGU KEMUDIAN...

Samuel menatap dari keluar dari jendela mobil. Ia memerhatikan apa yang dilakukan Patricia saat ini dari jauh. Cengkraman Samuel menguat pada setir kemudi. Pada halaman rumah, tampak Patricia tengah melempar beberapa album foto ke kobaran api. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari melihat wanita yang selama ini kau anggap sebagai ibu kini membencimu juga.

Bahkan Patricia mencabut kasar kalung di leher, menatap sesaat. Sebelum kemudian melempar benda berkilau itu ke dalam api yang meleburkan. Ada air mata yang menetes di pipi Patricia saat memandang kobaran api itu, dan itu makin membuat Samuel terpuruk dalam kumbangan kesesakan. Kalung itu berisi foto keluarga mereka yang dulunya dipesan khusus oleh Samuel sebagai hadiah saat ia pulang dari bisnis kala itu. Jantung Samuel seolah dicabut paksa dari rongga dadanya. Luka di sekujur wajah dan tubuhnya telah membaik, tapi tidak di dalam dirinya.

"Mama..." bisik Samuel pahit, hati kecilnya ingin sekali menjangkau Patricia-menghiburnya. Kemudian ia turun dari mobil.

Patricia seolah bisa merasakan kehadiran Samuel. Angin halus berembus di sekitarnya. Kepalanya lantas menoleh, dan ini kali pertama ia melihat Samuel kembali sejak kekacauan hari itu.

Samuel menghampiri Patricia. Matanya perih saat bersitatap dengan wanita itu. Entah berapa banyak air mata keluar dari mata Patricia, tapi satu hal yang Samuel tahu bahwa kondisi wanita itu tidak baik-baik saja. Lingkaran hitam di sekitar mata, dan mata yang sembab-bengkak.

"Apa kau tidur dengan baik?"

"Kau sudah datang?" Raut wajah Patricia seketika berubah dingin.

"Apa kau merindukanku, Mama?"

Segera Patricia berbalik. Ia menangis tertahan. Menyeka kasar sisa air mata di wajahnya. "Segera selesaikan urusanmu, Sam."

"Kau tidak ingin memelukku?"

Samuel masih berharap ada setitik harapan untuknya, namun... sepertinya semua itu sia-sia.

"Jangan lagi muncul di hadapanku, Sam."

Tangan Samuel mengepal. Ia tersesat, kosong, dan luluh lantak.

"Setelah semuanya, apa kau benar-benar tidak lagi menyayangiku?"

Patricia memejam disertai setetes air mata. Ia sangat ingin memeluk Samuel, namun ia sadar bahwa biar bagaimana pun dalam darah Samuel mengalir darah Scuderi. Sekali pun hati Patricia ingin percaya, tapi realita menamparnya-bahwa tidak ada yang bisa dipercaya kecuali keluargamu sendiri. Dan Samuel bukan lagi bagian mereka, mulai hari ini.

"Sewaktu kecil aku juga sering membuat kesalahan, tapi kau selalu memaafkanku. Dan sekarang..." Lidah Samuel kelu. "Apa kau benar-benar membenciku?"

"Kau tidak bisa selamanya hidup di masa lalu."

"Aku beruntung dibesarkan olehmu. Seandainya keadaan bisa diubah, aku sungguh ingin menjadi anakmu. Tapi aku tidak bisa membohongi... perasaanku, Mama."

Patricia membekap mulutnya, menahan isakan.

"Aku tidak mempunyai ikatan darah dengan Leora, dan... ini semua nyata untukku. Aku membutuhkannya-sangat membutuhkannya seperti oksigen. Tanpanya, aku seperti kehilangan arah, dan aku sungguh tidak yakin bisa menjalani hidupku dengan baik," ucap Samuel dengan nada tersiksa. "Dia menerangi sisi gelap dalam diriku. Dia yang... perlahan mengikis rasa dendamku. Aku rela mengorbankan segalanya demi dirinya... asalkan ia tetap di sisiku."

"Hentikan, Sam."

Samuel menarik napas panjang. Dadanya serasa ditusuk jarum bertubi-tubi. Ia telah kehilangan segalanya. Sungguh... ia merindukan tempat ini dari yang bisa ia kira.

Confined By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang