Ch 21 : Heartbreak

2.4K 139 13
                                    

"Kau seharusnya tidak berada di pihakku, Tyler." Samuel menunduk dan menjambak rambut frustasi. Ia menangis kecil. Kedua lututnya tertekuk, punggungnya menempel di dinding. Ia bahkan tidak peduli dengan nyeri yang merambat di seluruh wajahnya, juga memar yang tercetak. "Aku tidak pernah menginginkan hidup tanpanya. Dia adalah segalanya bagiku. Dan kau justru mengacaukan segalanya."

Saat ini Samuel berada di rumah Tyler-di salah satu kamar kosong yang tersedia. Ukuran kamar ini tidak terlalu luas tapi tetap nyaman untuk dipakai beristirahat. Tyler berdiri di depan Samuel. Ini adalah kali pertama Tyler melihat Samuel serapuh ini.

"Ini adalah pilihan saya, dan anda pernah mengatakannya bukan? Lagi pula sudah tugas saya untuk melindungi dan memastikan anda aman."

"Kau tidak mengerti apa-apa, Tyler."

"Anda yakin dengan kematian anda semua orang akan bahagia?"

Samuel masih larut dalam kesedihannya.

"Anda harus tetap hidup. Setidaknya untuk orangtua anda."

Perlahan tangis Samuel terhenti. Dadanya terasa sesak mendengar kata-kata Tyler namun logikanya juga tidak bisa menepis hal itu. "Saya tidak berhak menghakimi hidup anda. Tapi saya yakin anda masih memiliki hati nurani dan kebaikan. Orang tua anda... mereka hebat bisa mempertahankan anda."

Kepala Samuel terangkat, ia menatap Tyler. "Apa kau sedang mengasihaniku?" Sorot sendu terpancar di bola mata Tyler, dan Samuel tidak suka dengan itu-seolah-olah hidupnya sangat menyedihkan.

"Jika orang tua anda tahu kondisi anda saat ini, mereka pasti merasa sedih di atas sana. Mereka mempertahankan anda dan membuat anda tetap hidup. Anda seharusnya bisa menghargai pengorbanan mereka untuk anda."

"Lalu... apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Kematian bukanlah solusi. Selalu ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Lagi pula... Tuan Marcio tidak akan berani membunuh anda."

"Bagaimana kau tahu?"

"Tuan Marcio bisa saja langsung melakukannya ketika saya melindungi anda. Dia bisa menembak jantung saya saat saya menghalanginya dan melenyapkan anda setelahnya. Tapi yang dia lakukan hanya melesatkan peluru ke lengan saya. Itu artinya dia ingin saya tetap bersama dengan anda. Dia ingin memastikan anda tetap baik-baik saja."

"Apa kau sedang menghiburku, Tyler?"

"Tuan Marcio selalu membanggakan anda di depan rekan bisnisnya. Anda harus percaya, dia sangat menyayangi anda."

*

Di tempat lain, pada salah satu rumah sakit yang ada di Los Angeles, Patricia berjalan lunglai menghampiri Elena yang sedang duduk di ruang tunggu. Wanita yang selama ini membesarkan dan sangat ia sayangi itu tampak ringkih. Hati Patricia rasanya hancur melihat sang ibu menundukkan kepala. Ia tahu Elena tengah terisak kecil.

Kedua tangan Patricia berkeringat dan terkepal.

"Mommy..." panggilnya ketika ia tiba di hadapan Elena.

Segera Elena mengangkat kepala dan beranjak. "Jadi bagaimana keadaan Daddymu? Apa dia baik-baik saja?"

Patricia mengigit bibir bawahnya, sebulir air mata mengalir di pipinya. "Daddy..." Kepala Patricia menggeleng kecil. "Tidak ada harapan. Dokter mengatakan—"

Spontan Elena merengkuh Patricia, bahunya berguncang hebat karena tangis. Patricia balas memeluk erat ibunya, turut merasakan kesedihan mendalam itu. Ia juga terisak tanpa henti. Rasa sesal yang dalam menyelimuti hati Patricia. Ia menyalahkan dirinya atas kematian sang ayah.

Confined By YouWhere stories live. Discover now