02. Two Sides : Si Cengeng dan Si Kuat

648 121 13
                                    

Sinb memainkan bolpoin itu sambil berfokus pada guru yang berada di depan sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sinb memainkan bolpoin itu sambil berfokus pada guru yang berada di depan sana. Sorot matanya terlihat sangat menusuk, kemudian tiba-tiba saja ia mengernyit.

Menoleh ke samping kanan, dilihatnya Eunha sedang tertidur dengan menutupi wajahnya menggunakan buku. Helaan napas berat keluar begitu saja, mau tidak mau Sinb melindungi kakak kembarnya yang memiliki kebiasaan tidur di kelas.

"Ada yang bisa menjawab pertanyaan nomor satu?"

Sinb mengangkat tangannya.

"Sinb lagi? Apa tidak ada yang lain?"

"Saya meminta izin ke ruang kesehatan, Pak." Sinb berkata hal yang berbeda dari dugaan guru itu.

"Kau sakit?"

"Sepertinya Eunha pingsan, dia belum sarapan pagi ini."

"Ya ampun!"

Sebut saja Pak Park Jimin, seseorang yang kebetulan sedang mengajar di kelas ini, ia tampak terkejut ketika mendengar pernyataan dari salah satu muridnya.

"Baiklah, cepat bawa dia ke ruang kesehatan!" katanya tanpa berpikir lagi.

Sinb beranjak, ia membungkuk dengan tanpa mengubah raut wajahnya. Seperti biasa, Sinb selalu memasang wajah datar bak tak memiliki minat hidup.

"Eunha," panggil Sinb.

Eunha membuka matanya perlahan. "Hmmm?"

"Kita lanjutkan tidur di ruang kesehatan, ya?"

Eunha menganggukkan kepalanya, lalu membiarkan Sinb menggendong tubuh itu.

"Berhati-hatilah," ucap Pak Park cemas.

Sinb menganggukkan kepala, lalu ia berjalan pergi dari kelas sambil menggendong tubuh Eunha. Dalam perjalanan menuju ruang kesehatan, Eunha mengangkat kepalanya, ia menoleh ke arah Sinb yang selalu memasang wajah datar.

"Kenapa pergi ke ruang kesehatan?" tanya Eunha serak.

"Aku tahu, semalam kau menghabiskan waktu untuk bermain game," jawab Sinb.

Eunha menyengir. "Bagaimana kau bisa mengetahuinya? Padahal aku bermain dengan hati-hati."

Sinb hanya berdecak, selanjutnya dia meneruskan langkah tanpa menurunkan Eunha. Padahal Eunha sudah bangun, tetapi dia tidak meminta untuk diturunkan dari punggung Sinb.

"Lain kali berhenti," tegur Sinb.

"Semalam aku mau tidur, tetapi itu sulit ketika aku terus mengingat ada beberapa tahapan untuk menuju kemenangan," oceh Eunha.

"Lalu?"

"Lalu aku terus bermain, meski pada akhirnya aku kalah, huh!"

"Jika Ibu tahu, kau bisa dimarahi."

Two SidesWhere stories live. Discover now